"Kenapa Profesor Jung belum datang juga ya?" Joon sudah mengintip jam di ponselnya berkali-kali. Sudah lewat 20 menit dari jadwal dimulainya kelas, tapi Profesor Jung belum datang juga. Para mahasiswa mulai bosan dan mulai bersaran untuk membubarkan kelas saja.
Seola, yang kali ini berhasil duduk di sebelah Joon, bergumam, "Apa aku telepon saja gitu ya?"
"Telepon siapa? Profesor Jung?" Jiwon mencibir.
"Iya," kata Seola, percaya diri.
Manho mendesak Jiwon, yang berada di antara dirinya dan Seola, untuk bertanya begini, "Kau punya kontak Profesor Jung? Wah, bagaimana bisa?" Dia cukup heboh untuk ukuran seorang mahasiswa gemuk yang menggemari profesor muda yang dikenal tampan dan ramah itu.
Seola hanya mengibas rambutnya, memuji diri karena memiliki kontak Profesor Jung yang umumnya diidam-idamkan oleh banyak mahasiswi.
Jiwon berusaha keluar dari desakan berat-sesak Manho. Setelah itu, dia berpendapat, "Bagaimana apanya? Dia pasti menggoda Profesor Jung supaya bisa mendapatkan kontaknya, dan Profesor Jung terpaksa memberikannya karena merasa seram oleh godaan itu."
"Cih. Bilang saja kau iri. Iya, kan?" Seola meninggikan dagunya.
Jiwon otomatis bertolak pinggang dan melotot. Dia memarahi Seola, "Heh, jaga bicaramu. Aku ini seniormu, tau!"
"Oh, yah, Sunbae, mohon maaf. Permisi, aku mau telepon Profesor Jung dulu ya?" Lalu Seola memunggungi Jiwon untuk bertelepon dengan Profesor Jung. Dia tidak bohong, dia benar-benar memiliki kontak Profesor Jung dan meneleponnya sekarang.
Seola memamerkan aksi kerennya ini pada Joon, tapi Joon tak peduli. Sedangkan Jiwon, di belakangnya, berbisik-bisik dengan Manho tentang Seola yang katanya hanya sedang bersandiwara. Dia benar-benar tidak percaya Seola sedang bertelepon dengan Profesor Jung sekarang ini.
Setelah Seola selesai bertelepon, Jiwon menyindir, "Yah, okelah, kau mungkin saja memiliki kontak Profesor Jung, tapi memangnya Profesor Jung itu temanmu? Kalau ditelepon, bisa langsung datang, begitu? Cih."
Seola bersedekap dengan angkuhnya. Katanya, "Yah, Profesor Jung memang bukan temanku, tapi dia akan selalu datang kalau kutelepon. Kenapa? Karena kami saudara sepupu."
Otomatis tatapan semua orang di kelas tertuju pada Seola. Ada yang takjub, tak percaya, ingin tahu lebih jauh, dan lainnya. Baiklah, Seola akan menjawab semua pertanyaan mereka satu per satu seiring berjalannya waktu. Untuk sekarang, Seola meminta mereka untuk tenang.
Jiwon berbisik pada Seola, "Hey, kau serius itu? Kau dan Profesor Jung—benar-benar saudara sepupu?"
"Hoh. Kenapa? Sunbae mau nomor kontaknya? Atau mau kukenalkan secara pribadi padanya? Oppa sedang tidak punya pacar lho?"
"OPPA?!" Jiwon amat terkejut mendengar sebutan itu ditujukan pada Profesor Jung, dosen idolanya yang sangat terhormat.
"Kenapa? Kami kan sepupu," Seola membela diri.
Jiwon mengajak Seola untuk berbisik-bisik lagi, menghindari perhatian publik, katanya, "Heh, kau ini beneran? Serius?"
"Beneran. Serius. Profesor Jung itu adalah kakak sepupuku. Jung Jisub, Jung Seola. Masih tidak percaya? Kalau begitu, kutelepon lagi saja ya? Supaya Sunbae bisa mende—"
"Aih, bukan begitu." Jiwon menghentikan aksi sentuh-sentuh layar ponsel Seola. Dia mengungkapkan pendapatnya tentang hari ini sambil meliukan leher dari Seola, "Auh, ada apa dengan hari ini? Temanku tiba-tiba saja punya sepupu orang asing, juniorku yang menyebalkan tiba-tiba mengungkapkan bahwa dirinya bersaudara dengan dosen idola semua mahasiswa, dan aku?" Jiwon menoleh sinis pada Manho yang bibirnya belepotan oleh krim keju dari roti yang sedang dia santap.
Manho nyengir pada Jiwon.
Jiwon hanya mendesah.