Chereads / Love in the EARTH / Chapter 9 - 07 - Konfirmasi Identitas

Chapter 9 - 07 - Konfirmasi Identitas

Joon mendehem dan bertanya pada L2 sambil melirik curiga dalam kesibukannya menyobek tutup kemasan nasi instan, "Ehem. Jadi, kau itu alien?"

L2 celingukan, seolah baru pertama kali melihat kamar ini. Dia menjawab sambil memanjangkan kakinya, dari tepi ranjang, ke lantai, 'Kalau itu adalah sebutan manusia pada bangsa kami yang tinggal di luar Bumi, jawabannya 'ya'.'

Meninggalkan dua kemasan nasi instan yang hanya tinggal menunggu matang, Joon beringsut ke muka L2. Dia menatapnya dengan penuh rasa penasaran. "Kelihatannya kau manusia," gumamnya.

L2 tak mengatakan apa pun untuk itu.

"Buktikan!" ucap Joon, tegas.

Hening sebentar, lalu L2 mulai bersuara lagi. Katanya, 'Bukankah ini juga bukti? Manusia tidak menggunakan frekuensi untuk berkomunikasi.'

"Frekuensi?" ulang Joon, heran.

L2 mengangguk. Dia menjelaskan, 'Di luar Bumi, karena tidak ada udara, tak ada gelombang yang bisa merambat. Cahaya hampir tidak bisa kami dapatkan, dan bunyi kami dapatkan dengan memaksimalkan fungsi otak. Frekuensi.'

Joon malah jadi pusing setelah mendengarkan penjelasan L2. Meski dia memahami konsep cahaya dan bunyi yang merambat melalui udara, dia belum bisa membayangkan tentang memaksimalkan fungsi otak untuk berkomunikasi. Tiba-tiba Joon bertanya lagi, "Lalu bagaimana kalian bernapas? Kau bilang di sana tidak ada udara, bukan?"

'Manusia sendiri, bagaimana cara kalian bernapas sebelum terlahir ke Bumi? Kudengar sebelum lahir, kalian tinggal dalam perut manusia lainnya.' Sebenarnya L2 tahu jawaban untuk itu. Dia hanya membuat analogi.

"Kalau itu sih yah ... beda." Joon berusaha agar tidak terlihat bodoh. Dia menyudahi punggung bungkuknya dan melangkah menuju meja untuk melihat keadaan nasi instan.

L2 tersipu.

"Sebentar!" Joon menyentak.

L2 tidak kaget.

"'Kudengar?'" Joon mengulang ucapan L2. Kali ini dia menjadi semakin penasaran. Dia mengajukan pertanyaan, "Memangnya kalian—di sana—sebelum lahir, ada di mana?" Joon menunggu jawaban dengan waspada.

'Fertilisasi eksternal,' jawab L2.

"Eh? Memangnya kalian itu kodok? Jangan ngaco deh." Lalu Joon menaruh kedua nasi instan dan beberapa kaleng lauk di kursi dan menyeretnya ke antara ranjang. Dia pun duduk di ranjang Jungshin—seberang L2—sambil menyambung obrolan, "Manusia juga punya teknologi semacam itu—bayi tabung, tapi pada akhirnya tetap saja setelah menjadi embrio ditanamkan di dalam rahim."

Maka L2 bercerita, 'Awalnya kami juga begitu, tapi sejak—mungkin—ribuan tahun yang lalu, cara itu sudah tidak bisa dilakukan lagi. Karena lingkungan yang amat buruk dan praktik pengendalian fisik dengan memaksimalkan fungsi otak, beberapa organ kami yang lainnya mengalami penyusutan. Salah satunya yah organ seksual.'

"Jadi kalian tumbuh di tanah begitu saja?" Joon menyimpulkan, sambil membolak-balik nasi di dalam mangkuk dengan sendok.

L2 terkekeh. 'Kami bukan tanaman,' katanya, 'Kami membuat ruang dan menyetelnya persis seperti rahim.'

"Oh," bibir dan kedua mata Joon membulat takjub.

'Ini makanan ya?' L2 menunjuk nasi instan.

"Ya. Makanlah. Hati-hati panas," kata Joon, dan dia mulai menyuap nasi ke mulutnya.

L2 juga.

Joon penasaran lagi. Dia bertanya, "Ngomong-ngomong, kalian makan apa di sana? Benarkah kalian hanya makan kapsul yang aneh itu?"

L2 mengiyakan. Dia sibuk mengunyah.

"Di sana tidak ada nasi?"

'Tidak ada.' Meski mulutnya penuh dengan makanan, kalimat yang terdengar oleh Joon tidak belepotan sama sekali.

"Kimchi? Ramen? Tteokbokki?"

'Semua itu apa? Makanan juga?' tanya L2, serius. Makanan manusia yang diketahui L2 lewat pelajarannya tentang manusia di luar Bumi sana hanyalah nasi, roti, dan susu.

Tanpa melepaskan pandangan waspadanya terhadap L2, Joon menunjuk kimchi dengan sendoknya sambil memberi tahu, "Ini kimchi."

'Oh,' L2 mengangguk-angguk.

"Ramen dan tteokbokki akan kutunjukan padamu lain kali. Bisa dibilang, itu adalah makanan wajib kami. Kau HARUS mencobanya." Joon akan memastikan L2 mencicipi makanan khas negaranya itu.

'Baiklah,' kata L2, 'Tapi daripada ini, nasi segitiga yang kau berikan kemarin padaku itu jauh lebih enak.'

"Auh, tentu saja. Itu namanya kimbab. Kimbab segitiga. Makanan enak dan praktis paling murah meriah, cocok untuk pelajar dan mahasiswa." Joon bicara dengan penuh semangat sampai nasi di mulutnya hampir muncrat-muncrat. "Kau suka ya?" tanyanya, dengan alis mengangkat.

L2 langsung mengiyakan.

"Okeh. Aku tak keberatan sering-sering membelikan itu untukmu." Joon tidak bohong.

L2 menyuapi dirinya lagi.

Joon sibuk menyomot kimchi dari kaleng di kursi. Ternyata kimchi itu bukan untuk dirinya, tapi malah dia taruh di atas nasi L2. Dia ingin L2 mencicipinya.

Joon mengobrol lagi, "Kau serius mau tinggal di sini? Selamanya? Kenapa? Katamu, kau itu melarikan diri, kan? Maksudmu, kau melarikan diri dari ... 'rumah'? Kau bikin masalah ya? Takut orang tuamu marah, makanya kau lari? Tapi kenapa larinya jauh sekali? Kesalahanmu luar biasa fatal ya? Kau ... jangan-jangan ... membunuh?" Joon kaget sendiri.

L2 tidak bisa mencerna semua ucapan panjang Joon. Dia hanya bisa menangkap maksud sampai kata 'melarikan diri' saja. Dia bercerita, 'Aku hanya ingin tinggal di sini. Tanpa ada maksud lain dan tanpa tujuan apa pun.'

"Kenapa?" Joon belum mendapatkan jawaban dari pertanyaannya.

'Karena mungkin aku akan lebih cocok tinggal bersama manusia,' jawab L2, mengawang.

Joon berpikir. Dia pun mendapat kesimpulan dari ucapan L2, "Oh, di bintang sana kau dikucilkan ya? Wah, ternyata bukan hanya di sini, Asia, dan Amerika, tapi di luar Bumi juga ada yang dikucilkan." Entah kenapa, Joon merasa itu adalah hal yang hebat dan mengagumkan.

"Tapi tetap saja!" Joon menggebrak lututnya sendiri, "Kau TIDAK BOLEH melarikan diri sampai sejauh ini. Meski kebanyakan orang—eh, alien ya?" Joon menyadari kesalahan sebutnya dengan cepat, lalu mengulang kalimat, "Meski kebanyakan alien mengucilkanmu, tapi pasti ada beberapa yang berada di pihakmu. Kau melupakan mereka, hah? Kau tidak memikirkan bagaimana perasaan mereka saat tahu kau menghilang dari bintang? Kau tidak merasa bersalah tentang itu?"

L2 sama sekali tidak memahami ucapan Joon. Dikucilkan? Mengucilkan? Pihak? Merasa bersalah? Apa hubungannya semua itu dengan keberadaannya di sini sekarang?

'Katamu, aku boleh tinggal di sini,' L2 merengek.

"Oh, ya boleh. TENTU saja boleh. Memangnya siapa yang melarangmu tinggal di sini?" Ada banyak hal yang ingInjoon ketahui tentang L2, maksudnya tentang alien. Dia akan membuat daftar pertanyaan, berkonsultasi dengan Jungshin, lalu mendapatkan jawaban dari semua pertanyaan dalam daftarnya itu. Bukan tidak mungkin dia juga bisa mendapatkan setetes ilmu dari alien—yang rumornya amat cerdas itu, dan membuat suatu terobosan luar biasa darinya. Haha. Joon sudah bisa membayangkan betapa suksesnya dirinya di masa depan nanti. Kemunculan L2 dalam hidupnya ini merupakan sebuah keberuntungan yang luar biasa!

Selain itu, alien perempuan ini katanya organ seksualnya menyusut, kan? Berarti aman. Hanya dirinya yang perlu berhati-hati. Eh? Joon kan tidak pernah bersikap agresif pada perempuan. Ya, Joon hanya akan memberinya tumpangan tidur dan menanyainya.

'Kau ingin bertanya apa?' pertanyaan dari L2 ini SANGAT membuat Joon kaget. Joon segera geleng kepala.

L2 lanjut makan.

Dan sesuatu tiba-tiba saja terpikir oleh Joon. Dia protes, "Hey, selama ini aku sudah cukup memaklumimu karena kau bukan orang Korea, tapi lama-lama aku jadi tidak tahan. Aku memberimu tempat tinggal dan makan, tapi kau? Kau sama sekali tidak berterima kasih padaku, malah secara 'tidak senonoh' memelukku, dan dua kali pula! Kau itu tidak punya sopan santun ya? Umurmu berapa sih?"

Kali ini yang paling awal ditangkap oleh L2 adalah tentang umur. Dia menjawab, 'Selama dua hari ini, aku belum selesai menghitung umurku.'

Mata Joon membelalak. Alih-alih mendengar koreksi L2 tentang ucapan terima kasih yang sebenarnya sudah dia lakukan, Joon malah ribut dengan pikirannya sendiri, Apa maksudnya itu? Selama dua hari ini dia belum selesai menghitung umurnya? Kalau satu detik satu hitungan, dua hari berarti ... 60 x 60 = 3600, kemudian dikalikan 48 ... AH, PUSING! Jadi, umurnya berapa? Dia ini lebih muda, sebaya, atau lebih tua? Joon benar-benar bingung.

'Jelas aku lebih tua darimu,' L2 memotong pikiran rumit Joon.

Apaan nih? Dia ini bisa membaca pikiran atau apa?

'Bukan membaca pikiran, tapi apa pun yang kau tujukan padaku akan bisa kuketahui. Melalui gelombang pikiran. Itulah sebabnya aku bisa mendengar permohonanmu waktu itu.'

Joon menyerah dengan makanannya. Dia garuk-garuk kepala, lalu bicara, "Kau itu sejak tadi obrolanmu selalu tentang gelombang dan frekuensi. Apa sih? Bagaimana cara kerjanya? Aku juga ingin tahu. Apa aku juga bisa melakukannya?"

'Mungkin. Secara komposisi, otak manusia dan otak kami—para alien—tidak berbeda.' L2 memberi tahukan fakta yang diketahuinya.

Joon menjadi semakin bersemangat. "Kalau begitu, kau ingin kupanggil apa? Noona? Aku sih oke-oke saja," kata Joon, heboh.

L2 tak punya jawaban untuk itu.

Joon memberi tahukan pendapatnya tentang L2, "Sebenarnya ... kurasa L2 itu bukan sebuah nama. Kalau kau adalah ponsel atau tentara, aku bisa memaklumi nama itu. Tapi kan bukan. Benar?"

L2 tak menjawab.

Joon melanjutkan, "Jadi, aku tidak akan memanggilmu begitu. Aneh. Rasanya seperti bicara dengan ... robot? Kau bukan robot, kan?"

L2 menggeleng.

"Jadi kau ingin kupanggil apa? Aih, tapi kalau kupanggil Noona, rasanya aneh juga." Joon tak memberi kesempatan L2 untuk menjawab. Dia bercerocos tenang, "Kau tidak kelihatan lebih tua dariku. Kelihatannya kau itu ... anak SMA? Ya, kau anak SMA! Kau anak SMA saja ya? Baiklah, kalau begitu aku akan memberimu nama—karena kau akan tinggal bersama manusia. Namamu apa ya? Hm ..." Joon bersedekap sambil mengelus-elus janggut yang tidak ada.

L2 diam saja, menunggu kalimat dari Joon selanjutnya karena sepertinya Joon belum selesai bicara. Ya, L2 tidak memahami sebagian besar cerocosan Joon. Dia hanya mendengar tentang nama.

"Bagaimana kalau ... Sophia?" Joon meniru nama robot A.I. yang videonya dia tonton beberapa hari yang lalu—saat Jungshin belum meninggalkan indekos.

L2 pun memahami maksud ucapan Joon. Joon akan memberinya nama. Sebelum menyebutkan persetujuan, ada yang harus L2 tanyakan. "Benarkah aku boleh memiliki nama?" tanyanya.

"Eh?"

'Bukankah nama hanya diberikan pada mereka yang telah berjasa besar? Aku belum pernah melakukan apa pun. Benarkah aku boleh memiliki nama?' tanyanya sekali lagi.

Joon paham ucapan L2. Dia menjelaskan, "Entahlah peraturan di bintang sana bagaimana, tapi kalau di sini semua orang diberi nama sejak mereka dilahirkan. Karena kalau tidak punya nama, bagaimana orang lain akan memanggilnya? 'Hey'? 'Heh'? 'Oy'? Kan tidak mungkin selamanya dipanggil begitu. Rasanya juga tidak enak. Jadi, kau juga harus punya nama supaya aku bisa nyaman memanggilmu ke depannya nanti."

L2 mengerti kalimat panjang Joon yang ini. Dia mengangguk-angguk.

"Sophia? Bagaimana?" Joon kembali ke tawarannya.

L2 menggeleng.

Joon menghela, lalu berpikir lagi. Dia pun teringat nama robot A.I. yang lainnya, "Erica? Itu juga kedengarannya lumayan, kan?"

L2 menggeleng lagi.

Tidak ada nama Barat lain yang terpikir olehnya. Joon benar-benar pusing. Alien tak bernama ini sungguh pilih-pilih, umpat Joon dalam benak.

L2 memberi tahu, 'Bukan nama yang seperti itu, tapi aku ingin nama yang terdengar seperti namamu. Kim Joon.'

Joon butuh sedikit waktu untuk mencerna ucapan L2. "Oh, maksudmu kau ingin nama Korea? Bilang dong! Okelah, akan kupikirkan. Apa ya? Hm ..."

L2 menunggu dengan tidak sabar.

Dipikir berapa kali pun, karena fisik L2 yang nampak seperti orang Eropa, yang terlintas di kepala Joon hanya tentang nama Barat. Kalau begitu ... oh, begini saja, ��Nama aslimu Sophia, tapi karena kau berkerabat dengan orang Korea—aku, kau juga punya nama Korea. Biar kupikirkan. Apa ya?"

L2 benar-benar tidak sabar mendapatkan nama.

Joon melirik L2, lalu bicara, "Karena kau berasal dari bintang ... Byeol? Byeol. Bagaimana? Namamu Byeol."

Lagi-lagi jawaban dari L2 adalah gelengan kepala.

"Oh iya, kau melarikan diri dari sana. Pasti kau membenci segala hal yang berkaitan dengan bintang, kan? Maaf. Kalau begitu aku akan berpikir lagi. Sebentar?"

Dengan senang hati, L2 akan menunggunya.

Beberapa detik kemudian, Joon tercerahkan. Dia berdecak dengan jari-jarinya sambil menyebutkan sebuah nama, "Jinhee. Bagaimana? Kau bilang, kau akan mengabulkan permohonanku, kan? Itu mengingatkanku pada jin dalam lampu ajaib, genie. Namamu ... Jinhee. Bagaimana? Lebih terdengar seperti Kim Joon, kan?"

L2 LANGSUNG setuju. Dia mengangguk dengan semangat.

Kedua tangan Joon bertepuk tegas. "Okay, Jinhee? Jinhee si anak SMA? Identitasmu terkonfirmasi. Sowoneul malhaebwa ..." Jari-jari tangan kanan Joon berputar-putar seperti dalam tarian lagu Girl's Generation yang berjudul 'Genie'.

Walaupun tak mengerti kenapa Joon melakukan gerakan itu, L2 tetap menyunggingkan tawa tanpa suaranya. Maka mulai saat ini, L2 adalah Jinhee dan merupakan seorang anak SMA.