Chereads / Hidden. / Chapter 19 - » Alexi Pratama dan Pembalasan. 

Chapter 19 - » Alexi Pratama dan Pembalasan. 

Sudah sebulan sejak Rindang pergi untuk selamanya. Alexi telah menjalin hidup dengan cara yang sepenuhnya berbeda. Alexi telah berubah. Caranya memandang masalah, cara berpikir. Dalam benaknya hanya terpikirkan cara membalas dan meringkus pembunuh kakaknya. Satu-satunya obsesi yang tersisa adalah si Pembunuh.

Alexi sedang berada dalam mobil yang disewa dari sebuah rental milik seorang kenalan. Alexi menyewa mobil selama seminggu dan mendapat potongan dalam jumlah yang lumayan.

Alexi sedang memakan roti isi sosis dan melemparkan bungkusnya ke jok belakang begitu selesai. Selain plastik makanan, ada juga beberapa sampah seperti; botol air mineral, kaleng minuman soda, kopi instan, juga cup-cup mi instan. Selain sebagai tempat sampah, jok belakang juga multifungsi sebagai tempat penyimpanan pakaian kotor.

Alexi sibuk membaca ulang tulisannya sendiri. Ia telah mengikuti ke mana pun Dewa pergi. Alexi menuliskan segala kegiatan Dewa secara rinci. Ke mana pria itu pergi, dan siapa yang ditemuinya.

Sebagai acuan, laporan kegiatan dan profil Dewa yang diambilnya dari Dimas tergeletak di samping kursi kemudi. Laporan itu tidak lagi tampak rapi seperti ketika pertama kali Alexi rebut. Terdapat bekas remukkan, garis bekas dilipat empat, dan bagian ujung kertas yang tersobek.

Seorang mengetuk kaca mobil dan Alexi berhenti membaca. Kertas-kertas yang ada di kursi kosong ia lipat kembali dan dimasukkan ke dalam map.

"Wah!" Ali segera menekan hidung dengan ibu jari dan telunjuknya begitu masuk ke dalam mobil. Aroma yang bercampur-baur dan sampah yang berserakan membuatnya merasa takjub sampai tidak bisa berkata apa-apa.

"Kunci motor?" Alexi menenadahkan tangannya.

Ali merogoh saku celananya dan memberikan kunci motor tanpa gantungan itu pada pemiliknya.

Alexi mengemasi barang-barangnya dan memasukkannya sekaligus ke dalam ranselnya. Ali merasa ia akan kebagian tugas lain yang merepotkan tapi tidak ingin mengucapkannya. Maka, ia berusaha diam-diam keluar dari mobil. Tapi sebelum berhasil, Alexi telah menarik kerah bajunya dari belakang.

"Tolong bawa mobil rental ini ke pencucian. Terus kembalikan, oke?" Alexi mengayun-ayunkan kunci mobil di depan wajah Ali. Bukannya menyahut, Ali justru monyongkan bibirnya.

Setelah memaksa Ali menerima kunci, Alexi keluar dari mobil lebih dulu.

"Oh ya, jangan lupa antarkan juga baju kotorku ke tempat laundry langganan. Tahu, kan tempatnya?" Alexi mengeluarkan uang beberapa ratus dari dompetnya dan menyerahkannya pada Ali. "Thank you," tambahnya sembari menepuk-nepuk bahu Ali. Tidak peduli Ali bersedia atau tidak.

"Eh, ini serius?!" Ali mulai protes tapi sudah terlambat. "Alexi, hari ini aku ada mata kuliah! Mana sempat ke sana-kesini. Hei Alexi, Alexi!!!"

Pekikan Ali membuat orang-orang yang melintas melihat ke arahnya. Bahkan beberapa kendaraan yang lalu-lalang sempat berhenti. Sementara yang dipanggil cuek-cuek saja seolah tidak dengar. Berjalan dengan santai ke tempat motornya terparkir dan melesat. Meninggalkan Ali yang merasa dongkol.

"Dasar kampret!" Ali mencibir.

Beberapa minggu ini Alexi telah mengikuti Dewa 24 jam non-stop. Pagi hari sembari membeli roti dan minuman di swalayan, Alexi akan menumpang ke kamar kecil untuk mencuci muka. Selama seminggu itu ia hanya mandi tiga kali. Modalnya selama tidak mandi hanya pencuci muka, deodoran, dan baju ganti.

Sebelumnya Alexi membuntuti dengan Tiger kesayangannya. Kemudian ia beralih menggunakan mobil agar tidak terlalu mencolok. Menggunakan mobil juga lebih efektif karena bisa ia gunakan sebagai tempat tidur. Alexi ingin mengawasi Dewa 24 jam. Ia berharap bisa menemukan celah kejahatan Dewa.

Saat sedang mengawasi, Alexi pernah melihat seorang wanita masuk ke dalam mobil Dewa. Seorang wanita dengan dandanan menor dan pakai minim. Tempat yang Dewa datangi memang merupakan kawasan khusus sehingga wanita seperti itu dapat dengan mudah ditemukan.

Wanita yang masuk ke dalam mobil Dewa tinggal cukup lama sebelum akhirnya keluar dengan ekspresi tidak menyenangkan. Entah apa yang telah terjadi dalam mobil, Alexi sendiri tidak yakin.

Ketika si wanita pergi, seorang pria berganti menyapa Dewa. Pria dengan banyak tato dengan tubuh besar dipenuhi otot. Terlihat seperti penjaga keamanan di tempat itu. Dewa tetap berada dalam mobil ketika berbicara dengan pria itu. Tidak lama. Kira-kira kurang dari lima menit. Sebelum pembicaraan berakhir, pria itu memberikan sebuah kunci pada Dewa.

Dua hari kemudian, dua orang yang tampak seperti preman mendatangi Dewa di tempatnya bekerja. Mereka bahkan membuat keributan. Keributan tidak berlangsung lama karena orang-orang sekitar ikut terlibat dan membantu Dewa menghadapi kedua preman itu.

Alexi yang sedang mengawasi Dewa mencoba mencari tahu mengenai apa yang terjadi dari orang-orang yang masih berkumpul. Usut punya usut, dua orang yang mendatangi Dewa lantaran mereka mencari seseorang. Mencari wanita.

"Wanita?"

Wanita yang sebelumnya menemui Dewa. Wanita yang masuk ke dalam mobil Dewa. Wanita itu, Alexi melihatnya dengan jelas. Wanita itu hilang.

"Wanita itu hilang?"

Berbagai pikiran dan imajinasi liar di kepala Alexi terus berkembang. Alexi berinisiatif menghubungi polisi. Memberi laporan. Jika ditindak lanjuti lebih cepat, barang kali saja wanita itu masih bisa diselamatkan.

*****

Misi memata-matai dan buntut-membuntuti Dewa masih terus berlangsung. Hanya saja Alexi sedang mengambil jeda untuk mengisi ulang tenaganya. Setelah ia tahu ada wanita lain yang menghilang, Alexi semakin bersemangat. Ia berpikir mungkin saja dirinya bisa cukup beruntung menangkap basah Dewa ketika hendak mengeksekusi korbannya. Jika seperti itu, ia tidak perlu repot-repot mengumpulkan bukti lagi.

Sayangnya sampai hari ini ia belum juga menemukan pergerakan Dewa yang mencurigakan. Ia terlalu meremehkan Dewa. Ia pikir hanya berbekal keuletan dan kerja keras, ia akan segera mendapatkan hasil.

Sama sekali belum ada perkembangan mengenai wanita hilang yang sebelumnya Alexi laporkan. Tidak di media sosial, media elektronik, ataupun media massa.

"Di mana Dewa menyembunyikan korbannya?"

Tiba-tiba Alexi teringat pada seorang pria yang berbicara pada Dewa di hari yang sama ketika wanita yang hilang itu masuk ke dalam mobil Dewa. Pria itu memberikan sebuah kunci.

"Jangan-jangan kaki tangan. Aku terlalu terfokus pada Dewa hingga tidak memikirkan kemungkinan adanya kaki tangan," Alexi berbicara sendiri.

Alexi sedang berada dalam sebuah warung makan pinggir jalan ketika sebuah berita ditayangkan. Awalnya Alexi acuh. Tapi begitu mendengar pembahasan yang menjadi fokus utamanya, Alexi segera meminta pemilik warung makan untuk menaikkan volume televisi.

Berita yang sedang ditayangkan memberi informasi terbaru mengenai proses penyelidikan pembunuhan yang dibahas secara langsung.

"Dua pembunuhan yang terjadi di dua kota yang berbeda dalam setengah tahun terakhir diduga saling terkait. Para petugas yang bertanggung jawab mengatakan akan terus berkoordinasi dalam proses penyelidikan demi bisa mengungkap kebenaran kedua kasus tersebut." Pembawa acara menyelesaikan kalimat yang menjadi dialognya.

"Apa lagi sekarang?" Alexi membatin. "Korban yang lain lagi?"

Alexi mengambil catatannya dan menambahkan beberapa poin baru. Selesai mencatat, ia berselancar menggunakan Androidnya untuk mengumpulkan informasi. Semua artikel Online yang membahas pembunuhan yang dimaksud dalam berita tidak luput dari perhatiannya.

Sampai nasi yang dipesannya berubah dingin, Alexi terus memeriksa, membaca. Belum menyentuh sendoknya sekalipun.

Tidak banyak informasi yang bisa Alexi dapat melalui media dan artikel Online. Bagaimanapun pihak penyidik tidak akan membuka informasi penyelidikan mereka secara menyeluruh kepada umum.

Meski tidak banyak menemukan informasi yang dibutuhkan, pencarian Alexi tidak sepenuhnya sia-sia. Identitas korban yang dibahas secara mendalam di sebuah situs media Online, membuat Alexi tertarik.

Kertas yang berisi data pribadi Raditya Dewangga, Alexi tarik dari ranselnya untuk diperiksa.

"Kamilia Ulfa, mereka pernah satu sekolah," Alexi bergumam kemudian terus membaca. "Bahkan satu kelas."

Bisa menemukan keterkaitan Dewa dan korban, merupakan kepuasan tersendiri bagi Alexi. Usah yang dihabiskannya menjadi tidak sia-sia.

"Sekarang tinggal mencari tahu alibi Dewa pada hari korban dibunuh."

Beruntung Alexi selalu membawa ke mana-mana buku agenda kakaknya sehingga bisa segera memastikan jadwal kerja Dewa hari itu.

Dibolak-baliknya lembar demi lembar agenda Rindang untuk menemukan bulan yang ingin diperiksanya.

"Ketemu!" seru Alexi.

Hari Sabtu. Setiap hari Sabtu jam kerja Rindang biasanya setengah hari. Tapi di bulan itu ia libur. Alasannya pun tertulis jelas dalam huruf-huruf kecil. 'Reuni Pak Dewa.'

"Dugaanku terbukti!" Kepalan tangan Alexi menghantam meja. "Sebenarnya sudah berapa wanita yang dibunuh si Brengsek itu!"

Kini keyakinan bahwa Dewa adalah pembunuh kakaknya semakin kuat, semakin mengakar dalam benaknya. Mustahil apa yang dipikirnya salah.

Alexi menghabiskan nasi dalam piring di depannya dengan suapan-suapan besar. Ia akan mengunjungi sebuah tempat hari ini.

*****

Satu-satunya kelemahan pencarian Alexi adalah ia tak kunjung menemukan bukti kejahatan Dewa meski telah mengikuti ke mana pun pria itu pergi. Tidak ada petunjuk yang dengan jelas mengaitkan keterlibatan Dewa dalam semua kasus. Hal ini membuat Alexi tidak sabaran.

Sebelum masuk ke sebuah rumah tingkat dua dengan tangga dan ramp yang dibuat berdampingan, Alexi memastikan waktu melalui ponselnya.

Alexi menunggu. Ia sempat mengelilingi rumah. Mengunci pintu dan jendela. Menutup akses masuk dan keluar. Memeriksa tempat dan setiap sudut ruangan dengan teliti. Alexi mencari meski tidak tahu apa yang sedang dicarinya.

Di tempat yang menjadi tujuan terakhirnya, Alexi masuk ke sebuah kamar utama.

Seorang wanita tengah terlelap. Matanya tetap terpejam meski tidurnya tidak lelap. Berulang kali keningnya berkerut. Berulang kali giginya bergemeletuk. Berulang kali posisi tidurnya berubah-ubah. Berulang kali juga wanita itu mencengkeram selimutnya dengan teramat erat.

Awalnya ia hanya datang untuk menakut-nakuti, tapi iblis menggelitik hatinya. Kehilangan membuatnya kembali merasakan kepedihan, rasa sakit, dan kesedihan.

Tatapannya tajam tertuju pada wanita yang masih terpejam itu.

Jika wanita ini terbunuh, rasa sakitnya, kesedihan, dan kepedihannya akan terbayar lunas. Dendamnya lantas tuntas. Mereka akan sama-sama merasa kehilangan.

_abcde_