Chereads / Hidden. / Chapter 20 - » Dewa dan Kasturi.

Chapter 20 - » Dewa dan Kasturi.

Dewa bangun tidur lebih siang dari biasanya. Ketika ia keluar dari kamar, tidak ada siapa pun di rumah. Hanya sebuah post-it yang tertempel di kulkas.

Hari ini memang jadwal kontrol Kasturi ke rumah sakit. Semalam Dewa sudah merencanakan untuk menemani Kasturi kontrol, sayangnya ia bangun kesiangan. Seharusnya ia mengatakan rencananya pada Kasturi agar dibangunkan lebih awal. Jika sudah telanjur seperti ini, tidak akan ada yang bisa dilakukannya sampai siang nanti.

Dewa mengambil botol berisi air dingin dalam kulkas, kemudian menumpahkannya ke dalam gelas. Ia meminum seteguk dan sisanya ia bawa ke balkon bersama tablet yang masih ia tinggalkan di kamar.

Sejak pertemuan Dewa dengan dua orang polisi beberapa hari lalu, ia belum memutuskan untuk bekerja sama dengan mereka ataupun menghubungi lagi salah satunya.

Mengetahui tewasnya Kamilia Ulfa memiliki kesamaan dengan pembunuhan Rindang, pelan-pelan Dewa mencari dan mengumpulkan informasi. Semalam suntuk Dewa memeriksa dan mengumpulkan setiap artikel yang berhubungan dengan pembunuhan Kamilia Ulfa.

Dewa membuka folder lain yang menyimpan artikel yang membahas pembunuhan Rindang Saraswati, kemudian membandingkannya.

Jika seperti yang dikatakan oleh Harun, bahwa dirinya adalah kunci terpenting, berarti ia seharusnya bisa menemukan pelakunya lebih dulu.

Pertama-tama yang harus dilakukan Dewa adalah mencari persamaan di kedua kasus. Ia mulai berpikir keras.

Ulfa dibunuh di dalam rumah dan beberapa barang berharganya diambil, jelas cara yang jauh berbeda dengan yang digunakan untuk membunuh Rindang.

Untuk menemukan persamaan, Dewa mengurutkan mulai dari TKP, ciri-ciri korban, hubungan kedua korban, cara korban dibunuh, dan senjata yang mungkin digunakan.

TKP jelas berbeda.

Ciri-ciri, selain sesama wanita, baik kepribadian maupun latar belakang sangat bertolak belakang. Rindang single, sementara Ulfa pernah bercerai. Dari segi ekonomi sampai riwayat pendidikan juga berbeda.

Untuk hubungan kedua korban, Dewa yakin keduanya sama sekali tidak berhubungan. Yang membuat keduanya terhubung hanya keberadaannya. Sama-sama mengenalnya. Sama-sama orang terakhir yang bersamanya sebelum mereka dibunuh.

Cara korban dibunuh sama, meskipun tidak persis. Rindang dipotong di persediaan pergelangan tangan dan lipatan di belakang siku. Ulfa persendiannya juga di potong, tapi tidak hanya di pergelangan tangan. Terdapat 8 luka sayatan. Di pergelangan tangan dan lipatan siku tangan kanan dan kiri. Tendon pergelangan kaki dan sendi di belakang lutut kaki kanan-kiri.

Saat korban ditemukan keesokan harinya, TKP sudah dipenuhi oleh darah. Memang cara membunuh yang sangat tidak wajar jika hanya untuk merampok.

Jika luka kedua korban sama, jelas senjata yang digunakan sama.

Tunggu! Ada hal lain yang juga sama. Yang tidak dituliskan di artikel mana pun. Yang hanya Dewa yang tahu.

"Mereka ... sama-sama mencoba menggodaku."

Menyadari kenyataan itu, mendadak Dewa pucat pasi. Darah seolah berhenti mengaliri wajahnya. Tenggorokannya kering. Otak yang sebelumnya aktif berpikir seolah ikut terpaku pada kenyataan yang baru disadarinya. Membeku.

Suara dering ponsel yang berasal dari kamar menyentak Dewa. Membawanya secara paksa kembali ke tempatnya berpijak.

"Halo!"

"Maaf mengganggu pagi Anda." Suara yang berbicara di seberang sana adalah suara Harun meski pemilik ponsel adalah Setiawan. "Kami menemukan lagi sesuatu yang baru."

Kata 'lagi' yang Harun ucapkan membuat perasaan Dewa yang sudah buruk menjadi lebih buruk. Tidak ingin memotong, Dewa menunggu sampai Harun menyelesaikan kalimatnya.

"Saya akan mengirimkan sebuah foto ke ponsel Anda. Setelah melihat foto itu, tolong konfirmasikan lagi pada kami."

Ponsel Dewa bergetar. Sebuah pesan masuk. Foto. Seorang wanita. Dewa mengerutkan keningnya, mengingat-ingat. Wanita dalam foto yang dikirim Harun terlalu berlebihan memoles wajahnya. Lipstiknya terlalu merah, dan mekapnya terlalu tebal.

"Anda mengenalnya?" Suara dari seberang sana bertanya.

Dewa menggeleng seolah Harun bisa melihat gerakan kepalanya. "Tidak," jawab Dewa. "Siapa?" tambahnya balik bertanya.

"Sifi. Seorang PSK."

"Ha?!"

Dewa ingin menanyakan apa hubungan dirinya dengan wanita itu ketika ia teringat sebuah kejadian belum lama ini.

Dewa adalah seorang kontraktor dibidang instalasi listrik. Pelanggannya ada di mana pun dan bisa siapa saja. Ketika itu pelanggannya adalah seorang yang merupakan keamanan di sebuah tempat prostitusi.

Dewa hendak melakukan pekerjaannya tapi pintu rumah tempat ia akan bekerja di kunci dan karenanya ia mendatangi pemilik rumah di tempatnya bekerja. Ketika itu hari masih sore dan Dewa berencana mengecek bangunan dan membuat sketsa lebih dulu sebelum masuk ke pekerjaan inti.

Saat Dewa sedang menunggu, seorang wanita tiba-tiba masuk ke dalam mobil. Jika diingat-ingat lagi, wanita itu pasti Silfi. Silfi memaksa agar Dewa tetap bersamanya dan mau menghabiskan satu malam dengannya.

"Mustahil!" Dewa berseru dalam hati. "Apa wanita ini juga korban?" tambah Dewa berbicara pada Harun.

"Kami belum yakin karena yang masuk hanya laporan orang hilang. Seseorang melaporkan Anda. Dan menurut saksi lain yang kami temui, saudari Silfi benar pernah berbicara dengan Anda di hari sebelum ia menghilang."

Spontan Dewa menghela napas. Tidak tahu harus merasa bagaimana. Kejadian sudah berlalu selama hampir seminggu dan sampai kini Silfi masih belum ditemukan. Ada banyak kemungkinan yang bisa terjadi dalam kurun waktu itu.

"Halo, halo! Pak Dewa, Anda baik-baik saja?"

Kepala Dewa mendadak sakit. Pikirannya terlalu penuh, keruh.

"Siapa yang menelepon?" Suara di balik punggung Dewa terdengar.

Kasturi. Dia tidak sendiri karena seorang pemuda membantu mendorong kursi rodanya. Dewa mengenalnya. Mereka akrab. Dewa, Kasturi, dan pemuda itu.

"Ayah!" Pemuda itu menyapa sembari melambaikan tangannya dengan senyum ceria.

"Terima kasih informasinya. Nanti saya akan hubungi lagi." Dewa buru-buru memutuskan telepon yang masih tersambung.

"Siapa yang menelepon?" Kasturi mengulang pertanyaannya.

"Pelanggan. Ada daya yang mau dinaikkan," Dewa berbohong. "Anja, kamu yang menemani Kasturi kontrol ke rumah sakit?" Dewa menyapa seorang pemuda yang memanggilnya dengan sebutan 'Ayah.'

Seorang pemuda yang dipanggil dengan nama Anja adalah pria berusia 25 tahun. Ketiganya akrab sejak tinggal di panti. Anja adalah salah satu dari dua anak terakhir yang dikirim ke panti sebelum akhirnya panti di tutup.

"Aku bertemu dengan Ibu di jalan sewaktu mau berkunjung." Anja membiarkan Dewa mengambil alih mendorong kursi roda Kasturi. Ketiganya berkumpul di balkon. "Tadi aku bawa buah. Ada di bawah, biar aku ambil sekalian wadahnya. Jadi kita bertiga bisa makan sambil bersantai."

Begitu Anja tidak terlihat lagi, Kasturi menatap Dewa dengan pandangan mata menyelidik. Ia masih merasa Dewa menyembunyikan sesuatu darinya. Ia melihat tanda-tanda itu sejelas ia melihat Dewa di depannya kini.

"Kenapa? Enggak berjalan lancar dengan pengobatannya?" Dewa mengubah posisi duduknya dan menghadap ke arah Kasturi.

"Dewa, kamu tahu jelas bukan masalah itu yang ingin aku bahas!" Kasturi menjadi kesal.

"Dengar," Dewa meraih kedua tangan Kasturi dan menggenggamnya. Meski bertujuan menenangkan Kasturi, sebenarnya jauh di sudut hatinya, ia yang membutuhkan Kasturi untuk menenangkannya. "Aku mencintaimu, membutuhkanmu, bukankah semua itu lebih dari cukup?"

Dewa mengecup tangan Kasturi kemudian memeluknya.

Ini semakin terasa tidak benar bagi Kasturi. Ada sesuatu yang membebani suaminya lebih dari biasanya.

Semalam Kasturi sadar suaminya sibuk hingga pagi. Awalnya ia mengira kalau yang sedang Dewa kerjakan adalah sesuatu yang bersangkutan dengan pekerjaan, tapi melihat ekspresi serius dan tegang yang merayapi wajah Dewa, jelas tidak benar jika hanya sebatas pekerjaan.

Ketika Dewa tertidur karena kelelahan, Kasturi mencoba mengintip isi tablet suaminya. Tidak ada apa-apa di sana. Riwayat pencarian di hapus dan beberapa folder yang terlihat di desktop hanya laporan-laporan yang berisi pekerjaan.

Kasturi cemas, dadanya terasa sakit.

"Jangan tinggalkan aku!" Sembari mengatakan hal itu dalam hati, Kasturi membalas pelukan Dewa lebih erat.

_abcde_