Chereads / Flat Face [END] / Chapter 16 - Flat Face 16

Chapter 16 - Flat Face 16

Segalanya terlihat mudah, tapi nggak bagi yang melakukannya. Sama seperti apa yang aku jalani saat ini. Orang pikir aku nggak masalah dengan status hamil diluar nikah dan nggak dinikahi, padahal itu masih jadi momok bagiku. Mereka hanya melihat aku dari luarnya aja.

Kalo kata Angga, itu bukan masalah. Justru bagus. Jadi orang nggak bisa lihat perjuangan kita, mereka juga nggak akan memperhitungkan kemampuan kita karena usaha kita untuk bisa sampai di titik ini. Nice quote dari calon bapak satu ini.

Masih inget kan kalo aku udah kasih ijin Angga buat belanja perlengkapan bayi? Yup, di sini dia emang udah kalem sejak aku ngomel nggak bisa menemukan tempat buat naruh semua barang yang dia beli. Apartemen rasanya udah jadi penuh sesak sama barang-barang perintilan bayi. Nggak tahunya, Angga puasin hasrat belanjanya di Singapura.

Aku tahu itu pas berkunjung ke apartemen Angga yang ada disana. Bukan apartemen sih, soalnya ini lebih bagus dari apartemen. Tempatnya luas dan ada beberapa kamar. Bahkan Angga udah siapin satu kamar khusus buat Baby A.

Yup, aku berkunjung ke Singapura. Tentu aja setelah dokter memberiku ijin untuk melakukan penerbangan. Dan hebohnya Angga, dia sampai mau sewa jet pribadi biar aku bisa terbang dengan nyaman. Lebay banget sumpah orang kaya satu ini.

"I'm fine. Kita bisa pake penerbangan first class kalo kamu nggak yakin." omelku, demi bisa menghentikan Angga sewa jet pribadi.

Sumpah ya, aku nggak meragukan kemampuan finansial Angga, tapi aku nggak mau dia boros cuma karena hal sepele. Lagian penerbangannya juga bukan penerbangan lintas benua yang harus berjam-jam kan.

Ini pertama kalinya aku ke luar negeri semenjak hamil. Ada rasa deg-degan juga pas mau naik pesawat. Hampir aja Angga batalin penerbangan ini karena liat aku yang agak khawatir. Beruntungnya semua berjalan lancar. Dan kami mendarat dengan selamat di bandara Changi.

"What you want to do?" tanya Angga, begitu kami sampai di apartemen dia.

"Istirahat bentar, abis itu jalan-jalan mungkin." jawabku.

Perjalanan ini bagian dari baby moon yang dirancang oleh Angga. Aku nggak tahu dia dapet ide ini dari siapa atau dari mana, yang jelas tiba-tiba aja dia ngajakin baby moon. Tuh orang kadang suka nggak ketebak gitu deh.

Puas tidur siang, bumil rakus ini mulai keroncongan. Angga udah siapin cemilan, karena aku mau puasin lidah di Chinatown. Jadi, rencananya kami mau wisata kuliner ala backpacker ke Chinatown itu. Hal yang mungkin nggak pernah Angga lakukan sebelumnya.

Penasaran gimana tampang Angga pas nanti disana. Tenang, aku nggak akan maksa Angga buat makan disana. Soalnya disana nggak aman buat orang macam Angga yang sensitif itu.

Semua berjalan lancar. Puas banget liat tampang Angga yang jengkel karena melihat semua hal yang nggak biasa ini.

"Lakukan hal yang ada di luar box kehidupan kamu. Ini bisa jadi pengalaman yang berkesan lho." ucapku santai.

"No where better than this." aku nggak bisa nutupin senyumku.

"Angga?" kepala kami sontak menoleh. Mencari tahu siapa yang manggil Angga.

O-mai-gat!

Melihat siapa yang memanggil Angga, otomatis aku langsung berusaha menyembunyikan diri. Sialnya aku terlalu mengembang sekarang, jadi nggak bisa ketutup sama tubuh Angga yang besar itu. Aku nggak mau aja orang itu ngeliat kondisiku ini. Untuk pertama kalinya aku insecure sama tubuhku.

Kami akhirnya pindah tempat. Awalnya cuma berdua aja, sekarang jadi berempat. Ilham Narendra dan pacarnya bergabung sama kami. Ya ampun, mimpi apa aku semalam?

"What?" tanya Angga nyolot. Padahal itu bukan hal baik untuk dilakuin ke kakaknya.

"Nothing. Just need some explanation." jawab Ilham kalem.

Well, ya, dia memang butuh penjelasan. Apalagi adiknya lagi jalan sama cewe yang perutnya blendung bukan karena busung lapar.

"None."

Bisa dilihat kalo disini suasananya tegang banget. Angga yang nggak mau jelasin ke kakaknya, dan kakaknya yang ngotot pengen penjelasan. Dengan aku berada diantara mereka. Perfect!

"Aini know?"

"No, as long as you keep your mouth shut."

"Threatened me?" jelas kalo Ilham nggak mau kalah.

"Just remind you."

Duh pusing banget denger obrolan mereka. Kenapa sih nggak ngobrol yang normal aja gitu. Dan lagi, bisa nggak itu mata nggak usah melirik tajam? Kalian tuh kakak adik lho, bukan musuh.

"Nice to meet you, Kartika Rani." cara Ilham menyebut namaku menyiratkan sesuatu yang mengerikan.

Baru aja aku mau jawab, Angga langsung narik tanganku buat berdiri. Dia langsung aja ninggalin kakaknya tanpa pamit.

Kok beda banget sama terakhir kali aku melihat mereka ketemu ya? Pas itu Angga emang diem, tapi nggak ada aura permusuhan. Apa gara-gara aku, Angga sampe musuhan sama kakaknya?

***

Semakin mendekati hari persalinan, dan aku masih sibuk kuliah. Padahal udah makin berat aja bawa badan. Yang paling repot tuh kalo nyetir, kadang perut kepentok setir. Udah gitu sesek aja kalo pake seat belt.

Angga nyaranin aku buat ambil cuti setahun penuh. Dia bilang aku bakal berterima kasih atas saran dia. Tapi aku ngikutin aja saran Angga, no debat.

Semua keperluanku, dia yang urus. Mulai siapin keperluan lahiran sampai kamar buat Baby A. Dia juga bantuin aku selesaikan tugas sebelum cuti. Oh, dia juga cariin aku asisten rumah tangga.

"You'll need her." ucapnya lembut. Sekali lagi, aku nurut aja.

Terus ada satu lagi yang menurutku nggak penting, tapi bagi Angga itu penting. Orang yang akan urus aku selama 40 hari pasca melahirkan. Dia bener-bener urus aku dan baby.

"Apa fungsinya?" tanyaku penasaran. Karena kata Angga ini orang khusus yang nanganin orang yang abis lairan.

"Dia akan urus do and don't untuk kamu selama 40 hari. Juga tentang makanan yang baik untuk kamu. Urus Baby A juga." itu inti dari omongan Angga yang belibet.

Sejujurnya aku masih kurang sreg sama satu orang ini. Yang kata Angga sebutannya confinement. Kalo udah ada ART kenapa harus ada confinement? Kan nggak guna banget kan?

"Our belief."

Kalo udah menyangkut kepercayaan tuh susah. Angga kan keturunan Chinese ya, jadi ada banyak pantangan yang harus dituruti. Bukan mau rasis ya, cuma aku belum nemu aja manfaat dari seorang confinement. Karena orang-orang disekelilingku nggak pernah ada yang pake jasa confinement sebelumnya. Jelas ini hal baru buatku.

Untuk confinement udah Angga yang urus, dan udah dapet juga orangnya. Katanya udah booking sejak aku hamil sekitar 25 mingguan. Nah, untuk ART ini, aku yang milih. Karena kan nantinya dia bakal kerja sama aku, jadi aku juga harus cocok sama dia.

Ada banyak list yang dikasih sama Angga. Totalnya ada enam list, itu artinya akan ada enam calon ART.

"De javu sewaktu aku melamar pekerjaan ini dulu." ucap Deano, yang keliatan banget kayak nostalgia.

"Emang kamu dulu gimana?" aku jadi penasaran.

"Dulu, ada lima pelamar tersisa untuk tahap akhir. Lalu yang mewawancarai juga lima orang, termasuk Mr. Angga. Ya seperti sekarang ini suasananya." jelas Deano.

Keputusan ada di tanganku. Dan setelah sesi wawancara yang ternyata lama banget, aku akhirnya memutuskan satu nama.

Dia seumuran sama aku, well tua dia setahun sih. Keliatannya juga baik dan pengalaman cukup bagus juga karena udah tiga tahun jadi ART. Namanya Santika, biasa dipanggil Tika. Namaku Kartika, untung dipanggil Kara.

"Tugas kamu cuma beberes rumah sama jagain anakku pas aku sibuk lainnya. Untuk makan, bisa pake ketering atau beli diluar. Mungkin kalo mood, masak sendiri. Dan kamu bakal tinggal sama aku." jelasku tentang jobdesk Tika.

"Sapu, pel, cuci baju dan setrika?" tanyanya. Aku menganggukkan kepala. Dia juga gitu.

Apa lagi yang kudu disiapin? Kayaknya udah semua. Tinggal siapin mental dan badan aja buat lahiran, karena Angga belum bisa cuti sampai minggu ke 38 kehamilanku.