Rasanya aku bersalah banget sama Merry dan Selly. Aku nggak berani ngomong kalau aku udah ngelakuin itu sama Angga. Aku juga hindarin mereka waktu paginya aku ketemu sama mereka. Dan untungnya mereka juga nggak ada kelas yang bareng sama aku.
Aku tahu aku nggak bisa terus-terusan menghindari mereka. Suatu saat nanti mereka pasti akan tahu apa yang udah aku lakuin dibelakang mereka.
"Ang, we need to talk." ucapku ketika kami cuma berduaan di apartemen.
Angga langsung letakin laptopnya dan balik menghadapku. Perhatiannya sepenuhnya kepadaku meski dia enggak ngomong sesuatu. Gimana cara dia memandang kearahku, aku tahu kalau dia sudah siap dengan apapun yang ingin aku omongin.
"Kamu pernah bilang kan kalau kamu menungguku aku untuk melakukan hal itu, dan semalam kita sudah melakukannya. Aku sempet minta pendapat Merry dan Selly tentang hal itu. Mereka bilang no. Sekarang kita udah lakuin, terus gimana?"
"What you want?"
Itu bukan tanggapan yang aku inginkan. Rasanya aku jengkel banget, padahal udah tahu kalau memang itulah tanggapan dari Angga. Khasnya seorang Angga Narendra.
"Ya aku harus gimana kalau ketemu sama mereka? Apa aku harus cerita kalau aku udah lakuin hal itu sama kamu?"
"Up to you."
Ish nyebelin banget. Aku kan minta pendapat, kenapa dia malah bilang 'up to you'? Itu mah namanya nggak ngasih solusi. Dasar Angga nyebelin!
Melihatku yang kayaknya jengkel banget sama Angga akhirnya dia mendekati. Angga langsung meluk Aku dan yang lebih mengagetkan nya adalah dia cium kepalaku juga. Ya ampun so sweet banget.
"No matter what they say you are still mine."
Seharusnya sih aku seneng dengan ucapan Angga barusan, tapi kok rasanya tetap ada yang kurang. Tetap lebih enak kalau misalkan aku bisa sharing apa aja ke Selly dan Merry. Secara mereka itu kan temanku, kita udah lama temenan dan berbagi apa aja. Kami juga udah melewati masa suka dan duka bersama.
"Aku pengen kasih tau ke mereka, tapi gimana caranya?"
"need me to help? " aku langsung menganggukkan kepala, kayaknya memang Angga udah bantu aku untuk masalah ini.
Akhirnya kamu memutuskan untuk ketemu sama Merry dan Selly. mereka berdua jelas bertanya-tanya kenapa tiba-tiba aku pengen ketemu. Apalagi ada Angga juga yang menemani. Biasanya malah aku menghindari kehadiran Angga kalo lagi bertiga.
"Ada apa nih, kok kayaknya penting banget."ucap Selly penasaran.
"Ada yang mau aku sampaikan ke kalian." ucapku agak ragu.
Aku udah mengumpulkan keberanian dan juga mantap untuk ngomongin nya karena Angga ada disisiku. Tapi ternyata dia memilih untuk meninggalkan kami bertiga tepat sebelum aku mengutarakan apa yang jadi alasan kami berkumpul sekarang. Jadi aku harus menghadapi dua sahabatku sendirian. Great, Angga sangat mendukung ku!
"Kita pernah membahas soal melakukannya." tanganku membentuk kutip di atas kepala. Aku juga menanti reaksi mereka, takut aja kalau mereka nanti kek terkejut gitu. "I did it with Angga. "
Aku takut banget melihat reaksi mereka. Jelas banget ada kekecewaan di wajah mereka, tapi semuanya udah terlanjur. Jadi aku harus gimana?
"Sekali lagi, itu urusan kamu, hak kamu. Kami sebagai sahabat cuman bisa dengerin apa yang kamu ceritain. Semoga aja Angga adalah pria yang bertanggung jawab. "ucap Merry tenang. Meski tenang, ada nada sedih yang terdengar dari ucapan Merry. Seketika aku merasa bersalah banget.
"Aku tahu kalian kecewa banget sama aku, minta maaf. Semua terserah kalian." ucapku lirih.
Disini yang paling kelihatan kecewa banget itu Selly. Wajar sih karena dia itu tipe yang sangat memegang erat apa yang dia anggap benar. Tapi ternyata aku bikin dia kecewa. I'm sorry Selly.
Hembusan nafas Selly terdengar berat. Jelas banget kalau dia tuh kayak nggak ikhlas gitu. Tapi gimana? Orang udah kejadian, nggak bisa dibalikin lagi kan waktunya.
"Hope you the best. Kami mendukung apa yang kamu lakukan selama kamu bahagia, tapi tetap di jalur yang baik ya."
Aku memeluk Selly. Rasanya baru kali ini aku meluk Selly setelah sekian lama kami berteman. Lalu Merry juga gabung, memeluk aku dan Selvi.
Ya ampun kok malah kayak kami jadi kayak Teletubbies yang berpelukan erat. Apapun anggapannya atau sebutannya, kami adalah teman yang akan selalu mendukung satu sama lain.
***
Hidup terus berlanjut. Aku sama Angga udah mulai sering tampil di depan publik. Ah elah, bahasanya gitu amat. Emangnya kita artis?
Apapun itu namanya, aku berusaha keras untuk bisa mengikuti gaya hidup Angga. Aku sih nggak maksa buat jadi sok kaya ya, karena emang Angga sendiri udah ngasih semua yang aku butuhkan.
Yup, aku mulai dapet uang saku dari Angga. Nggak cuma uang jajan aja, tapi juga uang buat belanja baju dan aksesoris. Terus juga ada uang buat beli skincare. Siapa sih yang bakal nolak?
Matre? Tergantung sih kalo menurutku. Kalo punya duit buat penuhin keinnginan pasangan dan nggak ngeluh ya nggak matre juga namanya. Itu semua tergantung kemampuan sebenarnya.
Apa aku bahagia? Well, aku bahagia. Dengan semua yang Angga kasih ke aku, aku merasa bahagia. It's not about the money. Its about how Angga treat me.
Meski kadang aku merasa jadi cewe bayaran atau jalang atau apapun itu sebutannya.
Pemikiran itu jelas nggak bisa hilang gitu aja. Dan semua orang juga pasti akan berpikir seperti itu. Karena sejak kami melakukannya, Angga mulai ngasih uang jajan itu.
Aku pernah tanya, apa alasan dia ngasih uang itu. Jawabannya sih buat jajan. Terserah duitnya mau buat apa. Angga juga nggak pernah tanya duitnya kurang apa nggak. Jelas nggak pernah kurang, karena emang duitnya nggak pernah abis.
Yang paling banyak kepake itu buat jajan sama beli skincare. Soalnya tiap kali belanja dan itu sama Angga, dia nggak pernah ngijinin aku bayar. Semua harus keluar dari dompet dia. Ya wajar, ya, orang dia punya gaji ini.
Angga emang pacar idaman pokoknya.
"Ang, aku merasa nggak nyaman."
"Why?" seperti biasa, selalu satu kata.
"Aku berasa kayak cewe panggilan atau simpanan gitu. Yang dapet duit dari kasih tubuh ke kamu." jawabku.
"About the comment?"
Well, tebakan Angga nggak salah 100%. Banyak komen di sosial media yang nyebut aku adalah cewe bayaran. Apalagi setelah kedekatanku sama Angga menyebar luas.
Ya bayangin aja, aku yang buluk ini bisa dapet Pangeran Kampus yang gantengnya nggak bisa diukur. Terus, setelah aku deket sama Angga, ada banyak perubahan di aku. Entah itu wajah ataupun cara berpakaian. Itu semua karena campur tangan Angga memang, dan aku nggak kuasa untuk menolaknya.
"Iya dan tidak." balasku nggak jelas.
Mendengar jawabanku, Angga seperti biasa langsung menghela napas. Ya emang gitu kalo ngobrol sama aku. Kaya yang udah capek banget gitu.
"Aku nggak peduli sama komentar orang lain. Mereka nggak tahu yang sebenernya. Dan aku kasih semua itu karena aku merasa bertanggungjawab atas diri kamu, bukan karena kita udah melakukannya. Begitulah seharusnya seorang Narendra." kira-kira begitu jawaban Angga kalo diterjemahin dalam bahasa Indonesia.
Bingung deh jadinya. Terus intinya gimana?
Sewaktu aku menuntut penjelasan lebih, Angga cuma menghela napas dan langsung menerjangku. Kayanya Angga payah banget soal teori, tapi hebat soal praktek.
Tenang aja, kami praktek dengan aman karena selalu ada pengaman.