Chereads / Flat Face [END] / Chapter 8 - Flat Face 8

Chapter 8 - Flat Face 8

Deano datang pas aku lagi ngumpul bertiga sama Selly dan Merry. Mukanya kelihatan capek banget kayak yang udah seminggu nggak tidur, tapi aku nggak berani nanya.

Udah gitu cuman datang terus dia bilang sama aku kalau aku harus ikut sama dia. Lah ngapa coba dia datang tapi nggak jelasin maksud kedatangannya? Kan aku jadinya bingung.

Awalnya nggak mau, karena aku memang lagi hindarin Angga dan siapapun yang berhubungan sama dia. Dan kalau dugaanku bener, Deano dateng cuma buat temuin aku sama Angga. Hey, kenapa dia nggak dateng sendiri temuin aku? Wah, sampe segitunya kah?

Setelah aku ada di dalam mobil Deano juga nggak ngomong apa-apa. Dia cuma nyetir mobil dalam diam, plek banget kayak bosnya.

Kami berhenti di minimarket. Katanya dia mau beli minuman dulu. Begitu keluar, dia nyodorin minuman ke aku.

"Kamu masih marah sama bos?" tanya Deano, memulai pembicaraan.

"Marah kenapa?" tanyaku balik.

"About the picture." oke aku mulai paham apa maksudnya.

Gimana ya? Kalau dibilang marah sih marah, tapi nggak marah gitu juga. Maksudnya marahnya biasa aja. Lagian kalau misalkan Angga datang dan dia mau minta maaf, pasti aku maafin. Segampang itu kok sebenernya. Tapi nyatanya dia nggak datang, nggak hubungin, nggak kirim pesan. Malah kayak orang yang udah hilang ditelan bumi.

"Jadi bos kamu nyuruh kamu ketemu aku buat bahas itu? Kenapa dia nggak langsung datang temuin aku dan menyelesaikan masalah ini? Kok kesannya malah jadi cemen banget ya?"

Deano menghela nafas. Kayaknya dia capek banget hadapi masalah ini. Well sebenarnya ini bukan masalah dia, ini masalah bosnya. Ngapain juga dia yang ngurus. Emangnya ini bagian dari jobdesk dia apa? Ngurusin masalah pribadi bosnya maksudnya.

"Mr. Angga sibuk. Dia nggak ada waktu buat bahas ini waktu dia terlalu berharga buat bahas masalah sepele."

Wah super sekali ya dia. Sampai nggak ada waktu buat bahas masalah pribadi dia padahal dia sendiri yang memulai masalah seperti ini. Cuma gara-gara upload foto lho bukan karena foto selingkuhan.

"Ya udahlah gak usah dibahas. Ngapain juga dibahas, orang gak penting kan. Seperti yang lo, bilang waktu dia itu terlalu berharga buat masalah sepele ini. Gue pergi, bye!"

Aku langsung pergi, enggak ngomong apa-apa ataupun pamit lagi sama Deano. Gila aja masa cuma masalah kayak gini kudu orang lain yang nyelesaiin. Wajah si ganteng, kaya, sempurna, tapi sayang enggak bisa nyelesaiin masalah kayak gini. Duh jatuh banget penilaian aku ke dia. Apa aku salah pilih pacar ya?

"Mr. Narendra sedang ada di rumah sakit sekarang, sedang sakit."

Aku langsung menghentikan langkah. Aku balikin badan dan tatap Deano, siapa tahu dia bohong. Bisa jadi kan dia cuman nyari alasan biar aku nggak pergi. Kok kayaknya gimana gitu.

"Nggak usah nyari alasan lagi. Bilang aja sama dia kalau memang dia menyelesaikan masalah datang langsung temuin langsung. Kos-ku masih sama, belum pindah."

"Aku serius." Deano tampak serius dan menahan sabar. "Ini buktinya."

Deano lihatin ponsel dia. disitu ada foto seseorang yang lagi berbaring di tempat tidur. Wajahnya pucat dan dia itu lagi merem. Jelas banget itu siapa. Angga.

Rasanya nggak percaya aja lihat Angga yang sangar kayak gitu tiba-tiba berbaring lemah di tempat tidur. Itu serius Angga beneran. Mau ngelak tapi kok kayaknya emang bener itu wajahnya Angga. Terus gimana dong?

Akhirnya Aku ngalah balik duduk ke tempat semula sambil lihat Deano. Tiba-tiba jadi panik tapi gimana ya Deano aja kelihatan tenang banget.

"Gimana keadaan dia sekarang?" tanyaku lirih.

"He's fine. Gastritis sudah lebih baik, tinggal pemulihan saja dan perlu banyak istirahat. Belakangan ini Mr. Angga banyak lembur dan tidak bisa tidur. Fyi,Mr. Angga itu bisa tidur kalau ada kamu. Itu alasannya dia selalu ingin tidur sama kamu."

Kaget dengar penjelasan Deano. Apa coba maksudnya nggak bisa tidur kalau nggak sama aku? Emangnya dia pikir aku ini cewek apaan? Eh tapi aku juga selama ini diem aja sih tidur bareng sama dia, malah nikmatin banget.

Kok aku jadi kayak murahan ya?

"Ini bukan mewakili Mr. Angga untuk berbicara sama kamu. Aku hanya menyampaikan apa yang harus aku sampaikan." aku mulai fokus sama omongan Deano. "Bagi kamu, masalah foto itu sepele, tapi tidak buat keluarga Narendra. Bagi mereka, privasi adalah segalanya. Selama ini almarhum Mr. Narendra menjaga privasi keluarganya dengan baik. Jadi para anak berusaha agar usaha ayah mereka nggak sia-sia."

Aku masih belum menangkap apa yang berusaha Deano sampaikan. "Maksudnya?"

"Selama ini ada tim khusus yang akan menghapus foto mereka di sosial media. Mereka juga tidak punya akun sosial media seperti yang lain. Mereka tidak akan tampil ke publik kalau tidak bener-bener penting. Jadi, tolong hargai usaha mereka. Karena hidup mereka sudah ribet, tidak perlu semakin ribet dengan para fans yang hanya ingin melihat baiknya saja."

Ini kayak tamparan sih buat aku.

Selama ini aku nggak pernah tahu gimana kehidupan Angga yang sebenarnya. Meski kami dekat, tapi kami nggak sedekat itu juga. Aku aja nggak tahu apa yang Angga lakuin sebenarnya. Tahunya cuma dia kuliah sama kerja aja.

"Kenapa Angga nggak pernah ngomong ke aku?" tuntutku.

"Dengan beliau yang nggak pernah mau berbicara panjang lebar, apa beliau mau memberikan penjelasan?" jawab Deano.

Bener juga sih. Dengan Angga yang nggak pernah mau ngomong panjang, jelasin suatu hal emang jadinya ribet.

***

Hampir 2 minggu Angga di rumah sakit. Selama itu kalau ada waktu luang aku pasti ke rumah sakit. Rasanya kasihan aja melihat orang yang biasanya petantang-petenteng sekarang lemes nggak ada daya gitu.

Tapi dasarnya Angga tengil sih ya. Sakit aja dia tetep pasang tampang nyebelin. udah gitu kayaknya ganteng nggak luntur. Kegantengan yang abadi ini mah.

Keluar dari rumah sakit Angga memilih tinggal di apartemen. Alasannya sih biar aku bisa datang ke sana kapan aja. Bahkan sampai detik ini aja aku nggak tahu Angga sebenarnya tinggal di mana.

Maksudnya rumah dia yang biasanya dia tinggalin, tempat yang dituju setelah pulang kerja atau kuliah.

Kalau kata orang-orang yang ada di grup fansnya, Angga tinggal di perumahan yang mewah jadi nggak ada yang bisa kuntit dia sampai tahu rumahnya di mana. Ada lagi yang bilang kalo rumahnya itu di luar kota.

Eh nggak keluar kota juga sih, masih satu provinsi kok cuman beda kabupaten kali ya. Ya intinya sih masih dalam satu provinsi.

Kalau rumah yang itu, mereka tahu tapi Angga nggak pernah ke sana. Dan lagi rumah itu kosong sejak orang tuanya meninggal. Jadi intinya enggak pernah pulang ke sana.

Sejak pulang dari rumah sakit banyak hal yang berubah. Angga jadi lebih manja gitu kalau ada aku, persis banget kayak bayi. Udah gitu makannya tuh juga berubah. Dia cuman bisa makan makanan yang lembut dan halus. Ya kayak makanan bayi sih.

Kadang aku masakin bubur buat dia, tapi kadang juga nggak masak sih. Soalnya sibuk kuliah, ngerjain tugas dan hidup sosialita ku tetap berlanjut.

Disinilah untungnya Angga kenal chef hebat. Setiap hari dia bakal masakin buat Angga. Cuma makanan khusus dia aja sih, tapi kadang makanan buat aku juga.

Kami benar-benar enggak pernah membahas masalah foto ataupun masalah dia 'tell me when you ready'. Kayaknya emang nggak ada tenaga buat bahas dua masalah itu.

Aku pikir sih gitu tapi ternyata nggak. Suatu hari waktu aku cuma berdua aja sama Angga, dia natap aku kayak yang gimana gitu. Antara mupeng tapi juga nggak.

Angga terus saja menatap aku waktu aku duduk di sampingnya. Kayak yang mau ngomong sesuatu.

"Ada apa sih?" tanyaku penasaran.

"Nothing, just wanna touch you."

Nyentuh-nyentuh tapi kenapa pakai tangannya merambat ke mana-mana yak? Belum lagi tatapan matanya yang kayaknya pengen langsung mangsa gitu.

"Ini sekedar dari 'nothing'." sindir ku.

Dia tersenyum. Benar-benar tersenyum yang bibirnya ketarik gitu. Cepet banget. Aku aja sampai enggak nyangka kalau dia bakalan senyum kayak gitu. Langsung aja hatiku tuh meleleh.

Sumpah senyuman itu sebenarnya manis banget. Jarang-jarang kan dia senyum kayak gitu. Biasanya juga mukanya datar banget. Flat face!

Dia mulai majuin wajahnya, habis itu sengaja banget nafas di dekat telingaku. Hembusan nafas Angga tuh bikin geli telinga. Merambat aja ke bawah sampai ke leher.

Wah wah udah mulai nggak bener nih. Aku kan belum bilang kalau aku ready, mana sekarang dia main rambat aja tangannya.

"Last time you said you wanted to wait for me. tangannya nggak sabar ya, Bro?" suaraku terdengar seperti menggoda.

"You tease me?"

Hei kok malah nantang sih? Kan aku nanya bukannya nantang.

Sialnya aku enggak pernah dapat kesempatan buat jawab pertanyaan. Eh itu pertanyaan apa tantangan ya?

Apapun itu akhirnya malam ini kami melakukannya. Meski aku nggak pernah ngajuin semacam surat perjanjian seperti yang Selly dan Merry katakan, aku melakukannya dengan senang hati. Nanti akan kita bahas lagi.