Tanpa kusadari aku melangkah mundur menjauhi Arthur. Namun, kakiku terpeleset dan tubuhku pun oleng. Dengan sigap, Arthur menangkapku. Dia memegang tanganku dengan erat dan menatapku dengan dekat.. hingga aku dapat mendengar suara nafasnya.
Senyuman menakutkan itu tiba-tiba digantikan oleh senyuman lembut Arthur yang kukenal ketika ia berkata, "Ampun, hati-hati dong, Tuan Putri. Aku tahu kamu abadi, tapi kalau Taiga datang disaat kamu terluka begitu ya aku yang berabe."
Segera kutolak tangannya dan kudorong dia menjauh dariku, "Jangan sentuh aku!" bentakku.
"Ih, serem amat," kata Arthur yang tak mempedulikan wajahku yang ketakutan. Ia malah menyalakan lentera bunganya dan memandu jalan kami. Setelah beberapa langkah ia pun terhenti dan berbalik menatapku, "Kamu ngapain? Ayo," katanya.
Aku mengeratkan kepalan tanganku dan tanpa pikir panjang aku berkata dengan setengah membentak, "Lolicon mesum! A-Aku tak menyangka kamu... dengan jari-jarimu yang menjijikan itu, menyentuh Arielle. Kamu kan... Pamannya sendiri!"
Tanpa kusangka Arthur menghela nafas dan menjawab, "I-Ih, aku nggak pernah menyentuh anak itu, mencium pipinya pun tak pernah," katanya yang kemudian menekuk alisnya, "Lagipula imajinasimu aja yang kelebihan deh. Kamu tak merasa wajahmu memerah gitu? Dasar, tante jablai," lanjutnya.
"T-T-Tapi ka-kalian kan sudah menikah, b-bukannya kalau pasangan yang udah nikah itu-!!"
Tawa Arthur pun pecah, menggema di tangga bawah tanah itu tanpa mempedulikan perasaanku. Segera aku mendekati bocah itu dan ingin kubekukan mulutnya, biar tidak banyak omong lagi. Tetapi sebelum itu, Arthur berkata, "Sudah kubilang, aku bukan Raja george. namaku Arthur."
"P-Pembohong. Terus kenapa kamu bisa tahu tentang debudanteku?"
Arthur mendelik, "Ya, karena aku ada disana bodoh," katanya yang segera berbalik badan dan melangkah pergi sembari berkata, "Sudahlah. Daripada kita rempong memperdebatkan siapa aku sebenarnya, kita cepat selesaikan semua ini, Putri."
"Berhenti memanggilku Putri. Keluar dari mulut om-om penyuka keponakannya sendiri membuatku pingin muntah," ledekku.
Arthur tertawa, "Kalau Annabella mendengarnya, pasti dia juga tertawa terpingkal-pingkal," katanya yang terus berjalan.
Aku pun mengikuti Arthur dengan hati-hati sambil bertanya, "Apa maksudmu?"
Mendengus, Arthur berkata, "Kamu tahu mengapa Putra dan Putri Malaakh dapat hidup 300 tahun?"
"Ya, karena kalian punya Cordia golmi, bukan?"
Arthur tertawa lagi, entah mengapa hatiku gemas melihat om-om ini ini tertawa. Dia kemudian menjelaskan, "Kalau Cordia golminya dipasang di tubuh seorang Anima sepertimu, ya bener sih. Tapi kalau dia dipasang kemanusia biasa ya cuma bisa tahan paling pol 120 tahun. Ya, kalau ngga mati dulu kena stroke atau ditonjok gara-gara godain istri bangsawan laen."
"Ha? A-Aku tak pernah sakit dan belati tak pernah menyakitiku," bantahku.
"Ya, iyalah. Kamu kan anaknya Duchess Noctis. Kamu itu Putri Malaakh terakhir... Putri yang paling sempurna. Kami hanyalah tiruan sihir Duchess Noctis yang tak sempurna, percobaan yang gagal. Putri sendiri melihatku hampir mati seminggu yang lalu, kan?" katanya.
"... Jadi, kamu seperti reinkarnasinya Raja George?" Aku bertanya.
Arthur tertawa pahit, "... Tidak, lebih tepatnya, si tua itu berusaha mengambil alih tubuhku."
Kami sampai dipersimpangan jalan. Bingung mau kemana, Arthur mengambil sebuah koin dan melemparnya. Ketika dia menangkap koin itu, segera dia pergi mengikuti arah koin itu.
"Hey, kamu serius? Kamu menentukan arah dengan koin itu?"
"Hal beginian ga usah ambil pusinglah, Putri," kata Arthur yang kemudian mengelus dagunya, "Hmmm, sampai mana tadi? Oh ya, tiruan yang gagal," lanjutnya.
Arthur memegang dadanya dan berkata, "Jantung yang berdetak di dadaku adalah milik Raja George. Di hari kematian Raja, aku mendapatkan jantung ini plus bonusnya, jiwa serta ingatannya."
Tercengang aku mendengar penipuan ini. Dia kira aku sebodoh itu sehingga dapat diperdayai demikian?
"Aneh, dua jiwa tak mungkin bersatu di sebuah raga," bantahku.
Arthur menepuk tangannya dan tersenyum, "Seratus! Benar sekali. Aku memiliki keinginan untuk hidup yang besar, hingga dapat menekan ego Raja George dalam diriku. Alhasil, aku dapat hidup sebagai diriku sendiri, meskipun banyak ingatan Raja George megnusik diriku. Namun, Arielle berbeda ," katanya.
"Maksudmu...?" kataku lagi.
Arthur mengangguk, "Hanya menunggu waktu, sebelum Annabella merenggut tubuh Arielle. Karenanya, aku membawa Arielle pergi jauh-jauh dari Kinje. Setidaknya.. aku ingin dia hidup dalam fantasi menyenangkan sebelum itu direnggut darinya," katanya.
Segera kuraih kerah baju brengsek itu dan kubentak dia, "K-Kamu boleh menipuku... tetapi kalau kamu menipu dan melukai Arielle, aku tak akan segan-segan!"
"Santai, santai. Damaiii. Toh, tujuh hari lagi cewek itu bakal mati. Setidaknya aku bisa memberikannya kebahagiaan meskipun singkat... Daripada kamu yang menyakitinya dengan memberinya harapan palsu,"
"K-Kamu... sama sekali tidak mencintai Arielle," kataku menatap matanya dengan benar-benar.
"Apa perlu kamu menegaskannya demikian?" tanya Arthur dengan heran.
Tak tahan segera aku memukul keras wajah bedebah sialan itu , hingga ia terpental menubruk dinding. Manusia seharusnya langsung terkapar ketika menerima pukulan telak itu, tetapi aku tak terkejut melihat Arthur berdiri dengan tenang dan membuang liurnya saja seakan tak terjadi apa-apa.
"Tak perlu main kekerasanlah. Toh, tujuan kita sama. Aku pun ingin Arielle bahagia, sebab saat aku masih hanya seorang 'Arthur', hanya gadis itu yang memperlakukanku selayaknya manusia di istana," kata Arthur sembari membereskan bajunya, "Makanya aku ingin menolongmu, Putri. Sebab, bila waktu memang bisa kembali, aku tak ingin memberikan jantung Annabella kepadanya," lanjut Arthur.
"Omong kosong apalagi ini?"
"Omong kosong yang ada isinya. Dengar... kenapa aku bilang kamu hanya memberikan harapan palsu? Sebab, tanpa jantung Annabella pun... Arielle akan mati di umurnya yang kedelapanbelas. Dia memiliki penyakit turunan yang mematikan," jelas Arthur.
Namun kali ini, wajah Arthur tidak tersenyum melainkan penuh dengan penyesalan. Tangan yang telah kueratkan dari tadi tak jadi kuayunkan ke wajahnya. Sebab kali ini... Arthur jujur.
"Dengar. Kita berdua ini sama-sama pendosa yang ingin memohon pengampunan kepada sang Dewi Kematian. Bisakah kita damai sejenak?"
"Berdoa...? T-Tunggu dulu. Kamu tak tahu tentang Aubade kita?" tanyaku.
"Aubade? Sejak kapan aku membuat janji denganmu, Putri?"
"Tunggu dulu, kamu tak tahu? Sebentar-sebentar... hmmm, sebelum Raja George mati, kapan terakhir kali kita bertemu?"
Arthur mengerutkan keningnya dan berkacak pinggang, "Lah, gimana sih. Putri sudah pikun? Terakhir kali kita ketemu kan saat debudantemu?" katanya.
Wajah tak tahu menahu Arthur membuatku sungguh tersadar, bahwa anak ini sungguh tidak mengetahui tentang perjanjianku dengan Raja George. Sepertinya, sebelum kematiannya, Raja George menghapus ingatan itu dari padanya. Tetapi untuk apa?
Apakah... dia ingin aku mempercayai anak ini? Sebab karena hilangnya ingatan akan janji itu, kini aku dapat percaya bahwa meskipun memiliki ingatan dan jiwa Raja George, bocah ini masih memiliki jati dirinya sebagai Arthur, sang Matrovska.
Sungguh, dibuat pusing aku olehnya.
"Baiklah-baiklah. Aku percaya kalau kamu itu bukan Raja George. Tetapi aku tetap tidak akan memaafkanmu yang telah menipu Arielle," kataku yang kemudian pergi mendahuluinya.
"Dari tadi kek. Hais, Tante ini, susah banget percaya. Main kekerasan lagi, hais hais. Wajah boleh cantik, tapi kelakukan macam singa," ledek Arthur.
Ya, kalau tidak karena mulutnya yang ngawur itu mungkin aku tak harus menghadiahinya jitakan terkuat sepanjang masa, hingga membuat tangga itu hancur lebur.
Setelah berjalan agak lama, kami pun sampai di sebuah ruagnan yang sangat kukenali. Kubah yang terbuat dari seratus Quartz murni. Pintu tempat aku bertemu dengan Tao pun masih ada disana. Tetapi... bau Mint dan Melati tak tercium disini. Taiga pun tak kami temukan dimana-mana. Sepertinya mereka berdua sedang pergi.
"Hebat juga koinmu itu, bisa membawa kita langsung kesini," pujiku tak rela.
Arthur tersenyum congkak dan berkata, "Heh, ini satu-satunya kehebatan milikku. Aku adalah orang paling beruntung di dunia ini!"
Tetapi kecongkakan Arthur menghadiahi kami gempa yang begitu besar. Dari kristal Quartz itu, terdengar suara wanita aisng yang terulang-ulang. Mereka berkata hal yang sama,
"Aku ini orang paling beruntung di dunia!"
Getaran ini terasa semakin menjadi-jadi, hingga akhirnya membuka pintu tempat singgasana Tao berada. Tetapi hanya kegelapan yang menanti kami disana. Kegelapan yang memunculkan seribu tangannya....
Dan menarik paksa kami masuk kedalam pintu itu.