Chereads / Bunga Lentera / Chapter 18 - Jejak Kegelapan (3)

Chapter 18 - Jejak Kegelapan (3)

Aku menarik diriku mundur, gemetar hingga air danau menyadarkanku bahwa tidak ada tempat lagi untuk melarikan diri. Sosok manusia macan itu mendekatiku dengan geraman dan tatapan matanya yang merah tajam menakutkan... sembari mengetuk-ngetuk cakarnya yang tajam, yang tiap dentingannya, menghentikan jantungku.

"Urgghh, akhirnya, aku bisa bebas dari sihir sialan itu," geramnya.

"S-S-Siapa kamu?" tanyaku.

Tetapi manusia macan itu justru menatapku bingung, "Memang kamu anak yang bodoh. Tak bisakah kamu mengenali suaraku?" oloknya yang kemudian melompat dan menangkan rambutku,

"Ini aku! Taiga, yang sangat kamu sayangi itu!! Hahaaha!!" teriaknya di hadapan wajahku.

"T-Tidak! Kamu bohong! Kamu bukan Paman Taiga, sebab Paman takkan menyakitiku seperti ini," teriakku, meskipun ketakutan.

"Setelah kamu melihat sosokmu yang sebenarnya, kamu masih tak mengerti juga? Hey, Nona yang tak tahu apa-apa! Tak tahu kah siapa sebenarnya kamu? Kamu dan aku tak berbeda! Kita adalah Daemon, monster haus darah yang membuat semua orang ketakutan!"

"T-Ti-Tidak, kamu bohong! A-A-Aku adalah seorang manusia... Ibu... biang aku manusia... A-Aku bukan monster sepertimu,"

"Tidak, kamu sama sepertiku. Ibumu sendirilah yang menipumu selama ini! Seorang Daemon hidup seperti manusia? Hah!! Tak pernah kutemui omong kosong menggelikan seperti itu!"

Manusia macan itu tertawa terbahak-bahak lalu menghempaskanku ke tanah. Kulihat manusia macan itu meremas-remas tangannya dihadapan 12 bayangan hitam yang muncul dari kegelapan. Bulu kudukku merinding, sebab penciumanku yang kin lebih tajam, membuatku ingin muntah. Keduabelas sosok itu penuh dengan bau darah yang menyengat.

"Kerja yang baik," kata seorang dari bayangan itu yang melemparkan sekantung koin penuh kepada manusia macan itu, "Sekarang, enyahlah darisini. Kita tak pernah bertemu," lanjutnya.

Sang manusia macan melempar-lempar kantung koin itu, terlihat tidak puas dengan geramannya, "Oi, oi, Para Matrovska! Tidakkah kantung ini terasa lebih ringan?" geramnya.

"Jumlah itu sesuai dengan perjanjian kita, " balas sosok gelap, yang bernama Matrovska? Apa itu? Aku baru kali ini mendengarnya.

"Perjanjian?" kata manusia macan yang tertawa keras lagi, kemudian senyuman pun pudar dari wajahnya ketika ia menghentakkan kaki keras di tanah, "Kalian tak pernah mengatakan bahwa aku harus berpura-pura jadi manusia dan mengurusi anak kecil!! Perjanjian kita adalah aku memancing penyihir tua itu keluar dari lingkar sihir pelindungnya, bukan jadi babysitter!" teriaknya.

Sang Matrovska menghela nafas dalam, kemudian dari balik jubah hitamnya aku dapat melihat jelas... sosok itu mengeluarkan sebuah pedang kecil dan sabit berantai yang berlumuran darah . Sebelas bayangan hitam lainnya pun juga mengeluarkan senjata yang sama.

"Lantas, apa yang kamu inginkan? Pergilah, jika kamu tidak mau mati, Daemon Taiga," ancam Matrovska.

Tapi jauh dari rasa takut, manusia macan tu.. tidak, Daemon Taiga itu malah menyengir lebar dan memasang kuda-kuda, "Haha benar, benar. Bagi kalian, manusia, Daemon hanyalah sampah yang dapat kalian buang seenaknya. Tetapi, kalian yakin bisa membunuhku? " tanya Taiga yang menggeram.

Geramannya memekarkan ototnya yang semakin menakutkan, membuat ukuran tubuhnya bertambah besar dan mengerikan. Tato api merah merayap di sekujur tubuhnya ketika ia mengancam keduabelas Matrovska itu,

"Jika kalian tak membayarku 10 kali lipat, maka, tak hanya nyawa kalian yang melayang, tetapi rencana busuk akan kubocorkan. Hah! Takkan ada yang menduga, bahwa Keluarga Kerajaan yang terhormat akan menggunakan taktik menjijikan untuk merampas seluruh kekayaan keluarga Noctis dan menghabisi mereka!"

Menghabisi? Mataku semakin terbuka lebar melihat pisau berlumuran darah itu. T-Tidak... T-Tidak, tidak mungkin. Apakah darah itu... adalah darah dari semua penghuni Kediaman Noctis?

Imajinasiku pun menunjukan mimpi buruk yang ingin kutolak, bahwa belati itu... telah menembus tubuh Ibu dan membunuhnya dengan darah dingin. T-Tidak, tidak! Ini-- semua ini... hanya mimpi bukan? Mimpi buruk yang akan menghilang setelah aku terbangun?

"Sudah kuduga, menyewa Daemon kotor sepertimu adalah kesalahan," kata Matrovska yang kemudian memasang kuda-kudanya pula, "Wolf," perintahnya kepada sosok gelap lainnya.

Sang Matrovska pun melompat menghujam belatinya kepada Daemon Taiga. Dengan mudah, manusia macan itu menangkis serangan itu, tetapi sang Matroska memanfaatkan kesempatan itu untuk meluncur di bawah selangkangan sang Macan lalu menebas tendon achilles Taiga dengan sabit rantainya lalu segera melompat kembali ke barisan sosok gelap lainnya.

Macan Raksasa itu pun terjatuh, tetapi bukannya mengerang sakit, ia justru tertawa. Asap segera mengepul dari luka sayatan di kaki Taiga, menyembuhkan luka seperti semula. Para Matrovska tidaklah gusar, mereka pun berjalan melingkar mengintai gerak-gerik Sang Macan. Melihat tingkah mereka, aku seakan-akan menyaksikan perburuan serigala di bawah rembulan malam.

"Kenapa? Hanya itu yang kalian miliki?" teriak Daemon Taiga.

Sesaat setelah macan raksasa itu mengaung, para serigala langsung menerkamnya dengan taring pedang kecil dan sabit rantai mereka. Ketika satu orang melompat, maka yang lainnya mengintai menunggu giliran mereka saat sang penyerang melompat kembali ke barisan. Searangan demi serangan diluncurkan dengan kecepatan yang sangat ttinggi hingga sang Macan kewalahan menangkis semua serangan itu.

Tetapi, takdir buruk menimpa salah satu Matrovska, ketika Daemon Taiga berhasil menangkapnya. Tersenyum garang, Sang Macan raksasa segera menghantam keras Matrovska itu ke tanah, menghancurkan tapakan disana. Lantas tanpa istirahat, Daemon Taiga segera melesat mencabik-cabik tiga dari para Matrovska yang kehilangan keseimbangan.

Sang Daemon Taiga salah satu tubuh Matrosvka itu kemudian ia tikam berkali-kali dengan cakarnya, lantas ditunjukannya kepada para serigala lain dengan taring penuh darah dan mata yang membuat merinding.

"Lagi! Lagi! Ayo, hibur aku lagi, hai kalian yang dikatakan pasukan elit Kinje!" tantangnya.

Aku hanya dapat menyaksikan pertempuran berat sebelah itu, dengan ketakutan yang sangat. Kakiku telah lama memberontak perintahku saat melihat keganasan yang terjadi. Macan itu segera mengamuk dan menghajar sosok gelap itu tanpa ampun. Ketika ia berhasil membunuh salah satu dari serigala itu, Daemon Taiga tertawa begitu keras dan mencabik-cabik habis tubuh itu tanpa sisa. Wajah terlihat begitu buas, tetapi juga... begitu sadis. Seakan-akan ia menganggap semua ini, pertarungan hidup dan mati itu hanyalah permainan.

Terbayang selalu dipikiranku, bahwa sebentar lagi, akulah yang akan ia cabik-cabik!

Hanya dalam beberapa kedipan mata, para Matrovska itu pun tumbang di tanah. Sang pemimpin disisakan akhir oleh sang Macan, untuk melihat teman-teman seperjuangannya kini hanyalah potongan-potongan daging berlumuran darah.

Namun, bukannya menghabisi serigala terakhir, Daemon Taiga membuka dadanya dan menantang sang Matrovska, "Hahaha! Aah, sungguh, aku hidup untuk hari ini! tak tahukah kalian aku sudah lama menantikan momen ini. Ketika aku dapat menatap wajah kalian, para Matrovska, ketakutan dan putus asa!"

"Hai, kau Matrovska sialan, ingatkah kamu kepadaku, rakyat Vinland tiga puluh tahun lalu?! Akulah api dendam semua orang yang telah kalian bantai hari itu," kata Daemon Taiga mendekati sang Matrovska.

Sang Matrovska terakhir menjawab, "Tato itu... haha, tidak kusangka! Ramalan itu akhirnya terwujud! Aku tidaklah ketakutan dan putus asa, Daemon Taiga. Sebab, setiap hari, sungguh aku menantikan ini."

Senyuman segera pudar dari wajah macan itu ketika ia bertanya, "Omong kosong apa yang kamu utarakan, manusia?"

Sang Matrovska menatap langit dan mengangkat tangannya, "Ah, akhirnya... akhirnya... tugasku selesai. Oh, Putri Annabella yang manis, akhirnya.. akhirnya, setelah 30 tahun, hamba dapat bertemu denganmu lagi."

"Kamu sudah gila, Pak Tua?" teriak Daemon Taiga mengepalkan tangannya, ia terlihat begitu kesal.

"Bukankah kita semua gila? Demi keinginan kita sendiri, apapun kita lakukan. Tetapi, sesungguhnya, kita hanyalah boneka dari mereka yang berkuasa. Contohnya... kamu, Daemon Taiga," kata Matrovska itu yang menjatuhkan pedangnya, "Kerja yang bagus. Sungguh, brilliant! Kamu sungguh telah menjadi senjata pamungkas Putri Annabella. Di tanganmu, dendam kami akan terbalaskan! Hahahahaha!"

"D-Diam, kamu Pak Tua, aku takkan pernah terpengaruhi oleh siapapun. Jalan hidupku, adalah milikku sendiri-", kata Taiga yang terhenti tiba-tiba, "Bau ini... Melati dan daun mint. Tak salah lagi... Penyihir itu masih hidup? Oi, Pak Tua, jelaskan padaku, kenapa kalian tidak membunuh penyihir itu?" lanjut Taiga.

Sang Matrovska hanya tertawa, "Kamu pikir pedang dan sabit dapat menghabisi makhluk itu? Kami... hanya bisa melemahkannya, sehingga kamu, senjata pamungkas kami, dapat membunuhnya!!"

BAM!!

Taiga memukul Matrovska itu beigtu keras, hingga udara bergetar hebat menumbangkan pohon disekitarnya. Tubuh Matrovska itu pun dalah sekejap hancur hingga tak ada apapun yang tersisa selain percikan darah. Tetapi... berbeda dari keganasan yang ia tunjukan tadi, wajahnya ketakutan. Bahkan ketakutannya begitu pekat hingga menjalar kepadaku.

Daemon Taiga kemudian melompat mendekatiku dan tanpa basa-basi, segera ia mengangkatku ke pundaknya dan berlari menuju rembulan.Daemon Taiga kemudian melompat mendekatiku dan tanpa basa-basi, segera ia mengangkatku ke pundaknya dan berlari menuju rembulan.