"poetry is what happens when your mind stops working,
and for a moment, all you do is feel." - atticus.
jo sangat yakin bahwa ia meletakkan kertas yang berisi gambaran wajahnya di belakang kereta dorong marianne, namun ia tidak menemukannya. mungkin terjatuh di jalan saat ia menuju kafe liam, atau saat ia sedang di jalan pulang dari sana. ia ingin pergi mencari, tapi mungkin sudah hilang tertiup angin mengingat itu hanyalah kertas. yang harus jo pikirkan sekarang adalah apabila thalia tiba-tiba datang dan bermain ke kamarnya.
menghela napas, jo duduk di sofa ruang tamu. hari ini adalah hari senin dan untuk ketiga kalinya selama senior year, jo merasa malas sekali masuk sekolah. ingin... cepat-cepat hari selasa?
begitu selesai memakai sepatu, jo memakai tas di punggung dan melangkahkan kakinya keluar rumah. ia menutup pintu di belakangnya, baru kemudian berjalan ke depan komplek. di sana terdapat halte, tempat ia biasa menunggu bus sekolah yang melalui depan sekolahnya.
bisa saja jo tidak menggunakan bus karena sebenarnya jo bisa menyetir mobil dengan baik. ia diajarkan menyetir oleh liam dan ibunya setahun lalu, saat usianya genap enam belas tahun. namun sayangnya, mobil itu harus dijual untuk mendukung ekonomi keluarganya yang hampir jatuh saat itu.
jo menolehkan kepalanya ke kanan, melihat mobil mini cooper dengan warna hijau tua metallic-yang ia akui sangat keren-keluar dari gerbang komplek perumahan. seingatnya, tidak ada yang mempunyai mini cooper, tapi kemudian sosok yang terlihat di balik kaca yang transparan itu membuatnya teringat.
matthew barnes.
tentu saja. matthew dan keluarganya baru saja pindah ke perumahannya, sepertinya ia harus terbiasa jika tiba-tiba melihat matthew di sekitaran komplek. terutama saat ia membawa marianne jalan-jalan pagi, bisa saja ia berpapasan dengan matthew meskipun ia tidak mau hal itu terjadi.
tidak ingin terlihat, jo buru-buru membuang wajahnya ke kiri meskipun sepertinya sia-sia karena ia menggunakan seragam sekolah. tapi sepertinya berhasil, karena mobil matthew sudah berjalan melaluinya. jo menghela napas, lalu duduk sembari menunggu bus sekolah untuk sepuluh menit lebih lama.
dua puluh menit berikutnya, jo sudah sampai dan sedang berada di loker untuk mengambil buku. saat menutup pintu, ia dikejutkan dengan harry yang menggunakan bandana di kepalanya. cowok itu memberikan cengiran lebar, membuat jo menghela napas.
"ada apa?" tanya jo, entah mengapa bawaannya lemas sekali dan sangat tidak bersemangat.
"tentang kencan palsu kita besok," harry berusaha untuk memelankan suaranya, namun jo dapat melihat teman-teman harry yang sedang berkumpul tidak jauh dari keduanya. sesekali, mereka melirik dan membicarakan entah apa itu. tatapannya menilai, tapi jo berusaha mengabaikannya. "can we match outfit?"
jo mengangkat kedua alisnya. "kenapa?"
"yaa... biar lucu saja," jawab harry yang mana membuat jo ingin tertawa, namun ia menahannya.
"biar lucu saja? maksudmu?" tanya jo.
"ya-" harry mendengus melihat wajah jo yang seolah menahan tawa untuk mengejek. "ya, biar lucu saja. maksudku, that's what couple do. mereka menyamakan pakaian mereka ketika kencan, dan hal-hal kecil lainnya, kalau kau mau tahu."
"hal-hal kecil apa?"
"seperti... berpegangan tangan, merangkul, dan berpelukkan." mendengar jawaban harry, jo sedikit terkejut terlebih pada kata terakhirnya. apa maksudnya? harry ingin melakukan semua hal itu? "couple does all of that, dan...baru kusadari kita tidak melakukannya."
jo menautkan alis, menggeleng tidak setuju. "kau menggenggam tanganku saat menonton, dan... di night market."
"ya, aku tahu, tapi- saat itu- um," harry menggaruk kepalanya yang jo rasa ia gatal sekali, karena dari cara harry menggaruk saja agak kasar. well, cowok itu sedikit gusar dan jo tidak tahu kenapa.
"kenapa?"
"aku tidak meminta izinmu-kalau kau marah dan menamparku bagaimana?" tanya harry.
"minta izin?" jo menerjapkan mata, ia lebih tertuju pada kalimat terakhir harry. "menamparmu? memangnya aku terlihat seagresif itu?"
"tidak."
"lantas?"
harry menghela napas. "maaf, tadi itu berlebihan dan aku memang melakukannya minggu kemarin. tapi aku tidak tahu apakah kau nyaman atau tidak. bagaimana kalau kau tidak nyaman saat aku menggenggam atau merangkulmu, karena menurutmu ini hanya kencan palsu dan hal itu berlebihan?"
"oh..." jo menelan ludah.
"jadi... aku harus bertanya padamu."
"tanyakan saja."
"can we...hold hands?" tanya harry.
apa jo mau tangannya digenggam oleh harry? tentu saja!
"kau sendiri yang bilang padaku kalau dalam berusaha, aku harus maksimal. jadi kenapa tidak? lagipula kupikir tidak harus izin. hanya pegangan tangan, bukan masalah besar." jelas jo, menambahkan senyum kecil di belakangnya.
harry tersenyum, pamer akan lesung pipinya. suatu saat, jika ia bisa, jo akan sering-sering bermain dengan lesung pipi itu. "kalau begitu kita bisa menyamakan pakaian?"
"tentu."
"oke, akan kukabari tentang pakaian yang harus digunakan. see ya, josie!" dengan itu, harry nyengir dan segera bergabung dengan teman-temannya. ia terlihat semangat pagi ini, bertolak belakang dengan jo.
kemudian jo teringat, ini sudah memasuki tengah bulan.
oh, crap.
***
kalau dipikir-pikir, sejak ia memutuskan untuk menerima bantuan dari harry untuk tugasnya, sehari-hari jo jadi tidak terlepas dari sosoknya. bahkan saat harry sedang tidak bersamanya, cowok itu selalu mencari cara agar selalu ada dalam pikirannya. seperti sekarang, jo sedang mengikuti kelas olahraga, namun sudah lebih dari lima belas menit gurunya tidak kunjung hadir. kebanyakkan dari teman-teman sekelas jo duduk di lapangan, sementara dirinya duduk di bangku yang tidak jauh dengan pintu masuk gedung sekolah dan memikirkan apa jadinya kencan besok.
harry belum memberitahu pakaian seperti apa yang akan keduanya gunakan saat ice skating besok. tidak terlalu memikirkan itu, yang jo pikirkan adalah bagaimana harry akan menggenggam tangannya besok. ia bahkan mengaitkan kedua tangannya sendiri, tersenyum dengan khayalannya. jo tidak mengerti mengapa harry harus meminta izin, tapi ia membiarkannya.
"miss dixie, kau sedang apa?" suara guru olahraga, mr. claffin memenuhi telinga jo. ia menerjap kaget dan menoleh, mendapati mr. claffin sedang berdiri di dekat pintu, memandanginya dengan bingung. "kenapa tidak bergabung?" ia bertanya.
"uh..." ia melirik sekilas teman-teman sekelasnya masih tidak acuh. "tidak apa-apa."
ia menghela napas. "kalau begitu, bergabung dengan yang lain. ada yang harus kukatakan untuk pelajaran hari ini." ia kemudian berjalan menjauh. jo baru menyadari kalau pria yang masih tergolong muda untuk menjadi guru itu tidak menggunakan seragam olahraga khusus guru, melainkan menggunakan kemeja putih dan celana bahan. peluit kesayangannya juga tidak tergantung di leher, maka artinya... jam kosong!
antara senang dan tidak senang-biasanya pilihan kedua-jo berdiri dan melangkah mendekati mr. claffin dan teman-teman kelasnya. setelah itu ia duduk di barisan paling belakang, baru kemudian mr. claffin menjelaskan bahwa ia tidak bisa mengajar hari ini.
mr. claffin menjelaskan kalau secara mendadak, kakaknya baru saja melahirkan dan ia diminta untuk segera datang. sebagai gantinya, ia akan memberikan tugas dan murid-murid diwajibkan mengumpulkan tugas melalui jo-tentu saja-namun blue memprotes keputusan tersebut. ia justru mengusulkan murid-murid untuk melakukan kegiatan yang jo hindari.
"membantu dekorasi prom?" mr. claffin memastikan.
"ya, aku yakin teman-temanku jauh lebih semangat mengerjakannya dibanding harus diberikan tugas," blue dengan nada yang membuat jo sebal sekali. "jo bahkan tidak perlu repot-repot mengawasi, kami semua akan ada di sana untuk membantu. ya, kan?"
"benar!" seru yang lain, terkecuali jo. tentu saja jo tidak perlu repot-repot, ia sendiri tidak begitu menyukai ide prom sehingga mungkin saja jo tidak akan hadir membantu, dan itu akan membantu cowok-cowok untuk bermalas-malasan. lagipula jo sudah berencana untuk meminta kunci rooftop dan berdiam diri di sana hingga jam istirahat kedua.
menit berikutnya, keputusan sudah dibuat. teman-teman sekelasnya bergegas menuju ruang ganti untuk berganti pakaian, jo juga akan melangkah ke sana saat mr. claffin memanggilnya.
"aku tahu teman-temanmu mengatakan tidak butuh pengawasan, tapi tolong awasi mereka, ya." ujarnya, berjalan di samping jo menuju pintu masuk gedung sekolah. "harusnya kita ambil nilai hari ini, tapi kau tahu mengapa aku harus pergi dan membantu dekorasi prom adalah nilai bantu. bagaimana?"
jo menoleh, melempar senyum tipis dan mengangguk. "sure."
"catat saja nama-nama yang tidak mengerjakan, hanya bermalas-malasan dan mengobrol tidak penting. aku mempercayakan ini padamu, dan akan kuminta nama-namanya besok siang. oke?" jo hanya merespon dengan anggukkan dan guru itu melangkah menuju parkiran sekolah.
begitu ia tiba di ruang ganti, omongan-omongan tentang dekorasi prom sudah terdengar. dalam hati, jo mengutuk blue karena usulannya saat cewek itu mengatakan ia sudah bilang pada diandra loan-panitia dekorasi-bahwa mereka akan membantu dekorasi, yang kebetulan sedang dilaksanakan saat ini.
jika berbicara diandra loan, maka tidak akan jauh dari membicarakan natasha fyers karena keduanya adalah sepupu jauh yang ikut turun tangan dalam kepanitiaan prom. kalau dekorasi prom sedang dilaksanakan sekarang, maka kemungkinan ia akan bertemu natasha fyers dan emily polinski karena mereka tidak terpisahkan. ini artinya adalah ide yang sangat buruk dan jo tidak mau tahu-tahu mereka datang untuk bertanya-tanya hal yang ia hindari.
bertanya tentang harry, tentunya.
jo menghela napas, ia menyandarkan tubuhnya di loker selagi yang lain mengubah topik pembicaraan mereka yang tadinya menggosipkan diandra, menjadi pasangan prom. jo sebenarnya tidak peduli dengan apa yang mereka bicarakan, jadi ia dengan cepat merapihkan loker dan tasnya, hingga kemudian ia mendengar nama harry yang disebut.
"aku ingin mengajak harry ke prom."
mendengar itu, jo berhenti dan terdiam kaku sementara yang lainnya langsung ramai. namanya claire davis, panggilannya clay dan ia jadi sangat terkenal karena bibirnya yang menurut kebanyakan orang adalah seksi. bagaimana pun, jo tidak terlalu peduli, yang ia pedulikan adalah bagaimana cewek itu ingin mengajak harry ke prom.
dari sekian banyak cowok populer, mengapa harus harry? bukankah ada cedric? atau matthew? atau cowok populer lainnya yang jo tidak pedulikan. ingin muntah rasanya jika membayangkan harry datang ke prom dengan claire, lalu esok harinya beredar foto keduanya di media sosial.
untung saja jo membelakangi mereka, atau mungkin wajah kesalnya sudah terlihat dengan sangat jelas. mereka tidak tahu betapa inginnya jo marah pada claire, tapi sepertinya menyombongkan diri karena harry sudah berencana mengajaknya duluan lebih baik. pasti akan membuat claire sebal.
namun tentu saja, jo tidak akan melakukan itu karena hanya akan mempermalukan dirinya sendiri.
"kau jadi kandidat prom queen, kan?" tanya savannah.
"ya, aku sudah mendaftar. kalian harus memilihku, ya, karena nanti aku akan mengadakan afterparty di rumahku!" ia berseru, dibalas dengan seruan yang berisik sekali.
"lalu pilih harry jadi prom king!" seru kimberly.
"ya ampun, bayangkan claire davis dan harry carson sebagai pasangan prom queen and king!"
sialan, perut jo seketika mual sekali. dengan cepat, jo memakai tasnya dan menutup pintu lokernya. tapi sepertinya ia menutup dengan terlalu kencang, sehingga cewek-cewek di belakangnya terdiam dan jo dapat merasakan tatapan-tatapan bingung dari mereka.
"kau kenapa?" claire bernada sinis.
jo menerjapkan mata, lalu secara perlahan berbalik badan. ia dalam hati mengutuk dirinya sendiri, menyesal terlalu emosi. "aku.. tidak apa-apa."
mereka diam, memandangi jo dari atas hingga ke bawah. ya ampun, jo benci sekali tatapan remeh. "oke, terserah. kau datang ke prom?" tanya claire. entah ini efek dari dirinya yang sedang dalam masa akan menstruasi, atau memang claire yang meminta untuk ditarik rambutnya. astaga, pemikirannya jadi kacau.
"tidak." jo ingin sekali pergi dari sini.
"kenapa?" blue bersuara.
"karena tidak ada yang mengajak?" claire tertawa, disusul yang lainnya yang mana sangat memuakkan. "well, kalau aku jadi kau, aku jadi tidak perlu pusing-pusing memikirkan gaun meskipun itu salahku yang terlalu membosankan."
oh, dia tidak tahu saja.
claire dan teman-temannya menertawakan jo yang hanya bisa menerima itu semua dengan sabar. ia ingin sekali melawan mereka, namun ia juga tidak mau tahu apa yang akan terjadi jika ia melawan karena ini adalah lima belas versus satu orang. jadi, jo bisa saja melawan jika setelah ini ia ingin babak belur.
setelah beberapa menit berikutnya, mereka keluar sambil tetap menertawakan jo dan menuju lapangan indoor, tempat prom diadakan. dengan gontai, jo harus mengikuti mereka. sebenarnya, apa sih yang akan mereka bantu? paling-paling nantinya mereka hanya akan menghiasi daftar nama yang tidak bekerja karena terlalu banyak bercanda, lalu mr. claffin tidak akan memberikan nilai bantuan.
lapangan indoor milik everest school memang luas, dan sering kali dipinjam oleh lokal untuk acara mereka. dan kini, acara prom. begitu memasuki area, matanya langsung bertemu dengan emily. seolah gadis itu memang menunggunya, ia tersenyum lebar dan melambaikan tangan.
"aku?" bodoh sekali pertanyaannya, tapi jo berharap bukan dirinya yang dipanggil meskipun hanya ia yang berdiri di dekat pintu masuk, karena teman-teman kelasnya sudah berkumpul di kursi penonton.
emily mengaggukkan kepala. menghela napas, jo melirik claire dan yang lain, baru kemudian menghampiri emily yang berada di panggung. gadis itu tidak sendiri, melainkan terdapat natasha, diandra dan dua orang lainnya yang sedang mempersiapkan apa yang harus dikerjakan oleh teman-teman kelasnya.
"hey," ia menyapa. "i know those people are a pain in the ass, jadi kau membantu di sini saja, bersama kami."
jo mengangkat kedua alisnya, namun tidak heran bagaimana emily bisa tahu, karena selain terkenal karena bibirnya, claire dan teman-temannya dikenal sebagai sekelompok bully. ia tersenyum. "terima kasih."
emily menepuk sebelahnya, memberi kode jo untuk duduk. ia kemudian menyadari kalau dekorasi prom belum sepenuhnya jadi. panggungnya baru sekitar lima puluh persen jadi, sementara dekorasinya masih harus dibuat-baru dapat dipasangkan di spot-spot yang sudah direncanakan.
dilihatnya natasha bersama diandra berjalan menuju kursi penonton sambil membawa kebutuhan dekorasi, dan sepertinya mereka tidak begitu senang dengan bantuan dari mereka.
"taruhan. mereka tidak akan bekerja," ucap emily, mengundang perhatian jo untuk menoleh.
"mengapa begitu?"
emily tersenyum miring. "it's claire, dia tidak akan bekerja dan mereka pun sama. paling-paling hanya mengobrol, melakukan sedikit, lalu pergi saat jam makan siang. lalu volunteer sebenarnya akan datang dan mengerjakan apa yang seharusnya mereka kerjakan."
"oh," jo mengangguk mengerti. claire juga terlihat tidak terlalu senang saat natasha menjelaskan apa yang harus dilakukannya. gossip yang beredar dan yang jo ketahui dari kiara-orang yang pernah memanfaatkannya-claire tidak suka natasha dan emily karena berteman dekat dengan cowok-cowok populer di sekolah; matthew, cedric, terutama harry. padahal setidaknya ia harus berpura-pura bersikap baik, karena bagaimana ingin berkencan dengan harry jika tidak punya hubungan baik dengan teman-temannya?
tapi kemudian, jo merasa tertohok dengan pemikiran itu. seperti ada dalam dirinya yang mengatakan bahwa dirinya harus berkaca.
menerjapkan mata, ia sadar dari lamunan dan melihat natasha sudah kembali. ia menggerutu karena claire terlihat meremehkannya. jo berekspetasi kalau emily akan menanggapi dengan kalimat yang memancing emosi, namun nyatanya ia terlihat santai, dan justru mengalihkan perhatian natasha pada apa yang harusnya mereka lakukan.
setengah jam kemudian, mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing dan claire, tentu saja, sedang bercanda bersama yang lain. murid-murid cowoknya tanpa merasa bersalah malah bermain bola basket, natasha menggerutu dan berharap salah satu dari mereka terjatuh. dan saat itu terjadi, jo menahan tawanya dan melirik natasha dan emily melakukan hal yang sama.
dari kejadian itu, ia justru mengobrol dengan mereka yang mana membuatnya perlahan berpikir kalau natasha dan emily tidak buruk. keduanya memang menyebalkan saat itu, tapi jo seketika melupakan hal itu. mungkin harry benar, teman tidak selamanya hanya memanfaatkan, karena yang dapat jo dapat sejak tadi adalah mereka menyenangkan.
"kau harus ikut main kapan-kapan!" emily berseru. cewek itu yang paling santai daripada natasha.
"ya, kudengar dari harry, rumahmu dan matthew berdekatan, ya?" tanya natasha sembari memasang lem pada kartonnya. ia menengadah, melihat pada jo. "kami berencana main ke rumah matthew, kau ikut saja. agar kami tidak hanya berdua saja."
"ada banyak makanan. bahkan, entah itu berkumpul di rumahku, rumah harry, matthew, cedric atau natasha, kami banyak sekali makanan dan kau akan betah karena selalu kenyang!" tambah emily.
jo tertawa kecil, ia baru akan membuka mulut ketika mendengar suara yang sangat ia kenal. suara harry. menoleh, jo menemukan harry, matthew dan cedric sedang berjalan ke arahnya sambil bersenda gurau. ia cepat-cepat menyembunyikan wajah saat cedric melihatnya.
"kalian pasti kabur dari kelas," ucap natasha dengan mata memicing.
"idenya matthew," harry tiba-tiba duduk di sebelahnya, bersamaan dengan kepalanya yang menoleh. "kau di sini?"
"eh," ia menerjap, bergeser sedikit karena harry yang terlalu dekat lalu melanjutkan pekerjaannya. "ya. tugas pengganti mr. claffin."
"oh, begitu rupanya. soal pakaian, nanti kukirim padamu, ya." ucap harry yang langsung mendapat mata dari teman-temannya.
jo mengutuk harry dalam hati, mengapa harus membicarakannya di sini? jelas sekali bahwa teman-temannya sedang berada sangat dekat dengan mereka, pasti mereka bertanya-tanya apa yang harry maksud tentang pakaian.
dan matthew bersuara seolah membenarkan dugaan jo. "pakaian apa?" tanyanya, mengambil karton dan hendak membantu, begitu juga harry dan cedric.
"tidak ada," harry menggeleng santai, seolah tidak ada apa-apa dan jo tidak bisa seperti itu! ia tetap menunduk, menghindari kontak mata dengan siapapun sambil berharap topik pembicaraannya berganti. tapi sepertinya cedric menyadari jo yang kini terlihat gugup.
"jo, kau baik-baik saja atau harry bernapas terlalu dekat sehingga kau tidak nyaman? maksudku, napas harry bau." cedric tertawa, disusul natasha, emily dan matthew. yang diejek hanya memutar mata karena jengkel.
tapi setidaknya karena lelucon itu, jo jadi ikut tertawa dan topik jadi berganti menjadi tentang harry yang pernah tidak mandi sekolah karena telat. lalu berganti lagi jadi emily dan matthew yang pernah buang air besar di sekolah, padahal sudah diberi tanda peringatan kalau toilet sekolah sedang rusak saat itu.
jo bahkan ikut menimpali dan dirinya jadi lebih santai dari sebelumnya. ia tertawa bebas, tak menyadari harry yang memperhatikannya sejak tadi karena terlalu asyik mengobrol.
bukannya tidak pernah punya teman-ia punya, namun terakhir adalah empat tahun lalu, saat masih di junior high dan baru ia menyadari bahwa dirinya merindukan punya teman. dan terima kasih pada harry, jo dapat memiliki teman-teman baru seperti mereka.
akan tetapi, kesenangan harus berakhir saat claire tiba-tiba datang dengan senyum genitnya. ingatan jo kembali pada ruang ganti, saat claire mengatakan ia ingin mengajak harry ke prom.
uh, tidak. apa claire akan bertanya sekarang?
jo bergerak tidak nyaman saat matthew menoleh pada claire. "hey, clay." sapanya, lalu menautkan alis heran saat claire memutar mata.
"urusi saja elle." katanya, lalu jo dapat melihat dengan jelas claire mengedipkan mata pada harry. ini seperti claire adalah api yang membuat ruangan jadi panas dan membuat emosi jo naik. tapi ia tidak menghampiri harry yang nampaknya bingung, ia berdiri menghadap natasha. "aku butuh lem."
"ambil saja di belakangku."
sikap yang natasha acuh membuat claire mendengus. tangannya mengambil lem di tempat yang natasha katakan, lalu kembali menoleh pada harry. "see you at prom, harry." katanya, lalu melangkah pergi.
mendengar itu, mereka tertawa kecuali harry dan tentunya, jo. harry tampak biasa saja, malah terlihat tambah bingung. "apa?" tanya harry.
"bodoh." timpal natasha, masih tertawa.
"kau akan mengajak claire ke prom?" tanya emily, langsung pada poinnya. semua menoleh, termasuk jo karena demi apapun, harry bisa saja berubah pikiran mengajaknya ke prom dan mengajak claire sebagai gantinya.
harry mendengus. "tidak."
teman-temannya kembali tertawa dan kali ini, pada claire. mereka mengejek harry karena claire baru saja menggodanya, tapi kemudian menertawakan claire karena ia ditolak mentah-mentah oleh harry.
dan entah untuk alasan apa, hal itu membuatnya amat sangat bahagia.
***