"you are my sun, my moon, and all of my stars." – e. e. cummings.
harry, jo, cedric, natasha dan emily baru saja selesai melakukan foto group di photobooth. hasil fotonya bagus, namun tidak menutup kejanggalan yang ada dalam foto tersebut. well, matthew barnes, cowok yang kemarin memberi banyak saran kepada harry itu tidak menunjukkan batang hidungnya hingga kini sudah pukul tujuh kurang. padahal ia sudah mengatakan bahwa dirinya akan datang bersama elle, namun tidak satu pun dari mereka melihat kedatangan matthew dengan elle.
"aku barusan melihat elle," ucap emily yang tiba-tiba muncul di antara jo dan natasha. lantas, semua mata menoleh ke arahnya.
"well, apa dia bersama matthew?" tanya cedric.
menghela napas, emily menggeleng. "sepertinya tidak. dia judes sekali saat kutanya keberadaan matthew, katanya tidak mau tahu lagi soal matthew."
"apa, jadi dia tidak datang ke prom hanya karena elle sudah tidak ingin apa-apa lagi dengannya?" natasha mendengus. harry hapal betul, natasha sebenarnya tidak suka sahabat-sahabatnya pergi hanya karena urusan percintaan. menurutnya, harusnya matthew bisa mengatur dirinya sendiri, yang mana menurut harry... well, matthew mungkin butuh waktu untuk menenangkan dirinya.
sementara cedric, natasha dan emily mengoceh mengenai keberadaan matthew, ia menoleh pada jo yang sedari tadi hanya diam. bibirnya tidak bersuara, namun matanya memperhatikan.
"hey, kau kenapa?" tanya harry sembari kembali melingkarkan tangannya di pinggang jo, membuat gadis itu memerah malu.
"tidak apa-apa," ia melirik ke bawah saat harry menghapus jarak keduanya. "hanya teringat sesuatu."
"and that is...?" harry mengangkat kedua alisnya.
"aku bertemu mrs. barnes tadi pagi." kata jo yang mengundang perhatian yang lainnya. ia menerjap ketika semua pandangan mengarah padanya, merasa gugup mendadak. "kami bertetangga... ingat?" jo menghela napas. "aku ingat ia mengatakan matthew tidak terlalu bersemangat soal prom, sisanya tentang kue dan amerika."
emily mengerutkan keningnya. "amerika?"
"ya," cedric mendengus. "the barnes berencana ke amerika untuk liburan musim panas nanti."
"intinya, matthew ditched us because of a girl." gerutu natasha. "besok kita ke rumahnya, bagaimana?"
semuanya mengangguk setuju. detik berikutnya, emily sudah berjalan menuju tempat musik dimainkan, sementara natasha dan cedric sudah bergabung dengan yang lainnya di lantai dansa, meninggalkan harry dan jo—akhirnya—berdua saja di sana.
"nice dress." ucap harry tiba-tiba, entah mengapa mengejutkan jo. ekspresi wajahnya menggemaskan, harry tidak menyangka bahwa mulai malam ini, semuanya akan berbeda.
beberapa hari lalu, harry datang ke rumah matthew tanpa sepengetahuan jo. ia tidak mengatakan di grup chat bahwa ia akan datang, mengartikan kedatangan harry adalah untuk meminta saran perihal jo.
mungkin waktu sebulan adalah waktu yang begitu singkat untuk mendekati jo, namun entah mengapa harry sudah sangat yakin dengan pilihannya. beberapa hari terakhir, harry jadi memikirkan segala hal yang ia lalui bersama jo, hingga ia sampai ke sebuah keputusan di mana harry ingin jo menjadi miliknya. harry juga yakin, jo tidak akan menolak.
mengapa? well, jika dipikir-pikir lagi, matthew dan cedric memang benar. segala sikap yang jo tunjukkan saat claire mengatakan hal menjijikkan itu, jo memang cemburu. entah apa gadis itu menyadarinya atau tidak, namun harry yakin kalau jo memang tidak cemburu, ia tidak perlu repot-repot meminta maaf karena sudah marah padanya. teori ini didukung lagi oleh jo yang tidak menjawab pertanyaannya tadi.
awalnya, harry merasa bodoh sekali karena tidak menyadari hal itu. setelah ia merenung, ia jadi mengatai diri sendiri karena tidak peka oleh seluruh sikap jo padanya selama sebulan ini. jo yang khawatir kepadanya, jo yang khawatir harry marah padanya, jo yang selalu tersipu malu tiap kali harry memujinya—kemudian ia yang berusaha untuk tidak terlihat canggung yang oh, ya Tuhan. kemudian, jo yang suka menyebutkan kata 'teman'. harry nyaris membenci kata itu, tapi belakangan ini ia menyadari bahwa kemungkinan besar, jo menginginkan lebih.
terlebih lagi, cerita yang jo tulis sebagai tugas bahasa inggrisnya. maksudnya, cerita itu terinspirasi dari kisah mereka berdua, kan? jo akan memberikannya pada harry untuk dibaca jika sudah selesai nanti dan harry berusaha untuk sabar untuk itu. bayangkan seluruh kisah cintamu dituliskan.
jadi, saat matthew mendengar cerita harry, cowok itu mengatakan pada harry untuk tidak membuang waktunya lagi. "jadikan ia milikmu malam ini, lalu jangan biarkan dia pergi. kau tidak ingin tahu rasanya." ujar matthew, dan dengan segala percaya dirinya, harry akan melakukannya.
dan karena itu, harry menjadi lebih peka akan jo, menjadi lebih menyadari setiap reaksi yang jo berikan padanya.
seperti saat ini.
jo menoleh dan menatap harry tepat di mata, kemudian menyunggingkan sebuah senyuman manis. "ah, iya." ia kemudian berdiri menghadap harry. "kau sebenarnya tidak perlu membelinya untukku karena aku tidak ingin merepotkan, tapi terima kasih, ya. aku menyukainya."
harry terkekeh. "aku senang kau menyukainya."
"dan... sekarang aku tidak tahu bagaimana membalas budi." jo menghela napas, lalu menggaruk tengkuknya. "aku terpikir untuk membelikanmu sesuatu yang bisa berguna nantinya, tapi aku sadar kalau aku tidak tahu apa yang kau butuhkan. jadi, aku memutuskan untuk bertanya—"
"jo, aku tidak butuh barang." harry memotong.
"oh..." jo menelan ludahnya. "lalu?"
"sejujurnya, aku tidak tahu aku ingin apa. aku juga tidak ingin kau membelikanku sesuatu untuk berbalas budi," harry menghela napas, menggenggam kedua tangan jo dan memijatnya pelan. matanya menatap lurus milik jo. "ketahuilah bahwa yang kulakukan padamu bukan karena aku menginginkan sesuatu, aku hanya ingin berbuat baik—dan kebetulan sekali kau sedang membutuhkan seseorang; aku."
mendengar itu, jo tersenyum. "well, at least let me repay your kindness."
"kalau kau memaksa, aku akan memikirkannya nanti." harry mengedipkan matanya, kemudian menahan tawanya karena wajah jo yang gugup.
"aku akan menunggu."
bibir harry terbuka, ingin mengatakan sesuatu ketika matanya menangkap seorang perempuan berambut pendek sedang tersenyum kepadanya. ia berdiri tepat di belakang jo, melambaikan tangannya pada harry yang mana membuatnya muak sekali. mungkin, jo menyadari harry yang memutar matanya dengan malas, lalu menoleh ke belakang hanya untuk menemukan claire.
"claire?" jo bergumam, namun cukup untuk harry mendengarnya.
dengan gerakan cepat, harry menarik jo agar berada di sampingnya dan memeluk pinggang jo dengan erat. claire mendengus, berjalan mendekat pada keduanya. "posesif. tapi tidak apa, it's cute." kata claire, tersenyum namun harry tahu ia tidak datang untuk berbaik hati.
"ada apa?" tanya harry, menyadari bahwa nadanya begitu dingin.
"tidak ada apa-apa. hanya ingin memberi selamat pada jo, karena berhasil mendapatkanmu—padahal ia bukan siapa-siapa." claire berujar. kata-kata yang keluar dari mulut claire membuatnya merasa seperti sebuah... piala? objek? yang direbutkan.
tapi kemudian, kata-kata jo seolah menyelamatkannya. "ini bukan kompetisi, claire. aku tidak melakukan apa-apa." namun malah membuat claire tersenyum kecut.
"tentu saja kau tidak melakukan apa-apa," claire melipat tangannya di dada, tatapannya berubah seperti orang yang sangat jengkel. "mungkin harry yang tidak punya selera. your loss, harry."
lagi, harry memutar matanya. ia mengubah tubuhnya menjadi menghadap jo, "aku ingin berdansa. kalau kau?" tanya harry yang mana langsung mendapat anggukkan dari jo.
dengan itu, keduanya berjalan menuju lantai dansa yang sudah dipenuhi murid-murid dengan pasangan masing-masing, meninggalkan claire sendiri. "you two are not invited to my party!" claire memekik, membuat jo melirik sekilas sementara harry benar-benar tidak peduli.
harry dapat melihat banyak teman-temannya yang berdansa dengan pasangannya masing-masing, termasuk cedric dan natasha yang sudah larut dalam melodi lambat yang diputar oleh emily. ia kemudian melirik jo, ia tampak gugup seperti biasanya, namun tampak jelas juga bahwa ia ingin berdansa.
jadi, harry mengambil tangan jo dan meletakkannya di dadanya, lalu meletakkan kedua tangannya di pinggang jo, menghapus jarak antara keduanya.
"aku jadi ingat pesta dansa pertamaku," ucap harry begitu kakinya mulai bergerak mengikuti irama, menuntun jo untuk melakukan hal yang sama. "aku malu sekali."
"kenapa begitu?" tanya jo, menengadahkan kepalanya pada harry agar dapat menatap matanya ketika berbicara.
"dulu aku tidak bisa dansa, lalu jeane—namanya—mengejekku, bahkan ia menginjak sepatuku karena aku sangat payah. tapi setelah itu, aku jadi belajar berdansa dan berlatih bersama sepupuku." harry terkekeh sendiri mengingat masa lalunya.
jo tertawa kecil. "dan kurasa pelajaran dansamu itu tidak sia-sia, ya?"
"benar," harry tersenyum. "i like your hair up."
di bawah lampu berwarna merah muda di dalam ruangan, harry dapat melihat wajah jo yang merah merona. gadis itu nyengir, menunjukkan deretan giginya yang putih dan rapih. "terima kasih."
tangan harry bergerak menuju rahang jo, mengusap pipinya dengan lembut sementara matanya menatap jo dalam-dalam. "God, you're so beautiful, dan kupikir aku bisa mabuk karenamu meskipun aku tidak meneguk alkohol dari freddie."
"harry," jo mengeluarkan tawa canggung, matanya berlari kemana-mana karena tersipu. ia terlihat sedang menarik napas, kemudian menghelanya secara perlahan untuk kembali melihat harry. "boleh aku bertanya?"
harry mengangguk. "tentu."
"kau akan kemana setelah ini?" suara jo sebenarnya terdengar tomboy, namun untuk malam ini, gendang telinga harry mengubahnya menjadi begitu lembut.
"um... aku berencana mengajakmu ke drive-in, ada film tahun 70an yang sedang diputar ulang. tapi sebelumnya, kita harus pergi ke drive through mcdonald untuk membeli chicken nugget, atau taco bell kalau kau ingin. keduanya juga tidak masalah." ia menurunkan tangannya ke pinggang jo. "bagaimana menurutmu?"
"harry, itu ide yang bagus." jo menerjap, namun tidak menghilangkan senyumnya. "tapi... pertanyaanku bukan seperti itu."
"...lantas?"
jo menghela napas. "maksudku, setelah sekolah usai. kau tahu? minggu depan adalah ujian, lalu upacara kelulusan dan setelahnya... liburan musim panas." harry menahan senyumnya, tahu ke mana arah pembicaraan ini. untuk tipikal gadis yang memiliki gengsi tinggi, jo cukup berani menanyakan hal ini. "tapi setelah liburan musim panas, kau akan ke mana? kita tetap teman, kan?"
dulu, sebelum mengerti arti di balik setiap perkataan jo, harry akan merasa hatinya terenyuk. namun kini, harry hanya tersenyum, meremas pinggang jo pelan dan menggeleng. "kau tidak perlu khawatir soal itu, aku sudah memikirkannya matang-matang." harry tersenyum.
"oh ya?" jo memiringkan kepalanya.
"yup," ia mengangguk mantap.
"itu artinya kita masih bisa berhubungan setelah ini?" harry tidak mengerti mengapa jo bertanya seperti itu, mungkin untuk memastikan, tapi harry mengangguk sebagai jawaban.
"bahkan lebih dari sekedar berhubungan, jo." harry bergumam.
jo tersenyum kecil. "bagus kalau begitu."
uh, harry tidak yakin itu respon yang ia inginkan dari jo. maksudnya, harry baru saja mengatakan bahwa keduanya bisa lebih dari sekedar berteman. tidakkah dia senang? atau jo hanya menyembunyikan rasa senangnya?
"aku tidak tahu kau termasuk calon king prom." ucap jo.
ia terkekeh. "aku juga baru tahu beberapa hari lalu. padahal aku tidak mendaftar, mungkin claire."
"dia terobsesi padamu." jo menggigit bibirnya.
"mungkin," harry mengangkat bahunya. "aku tidak peduli. hey, ini sudah sepuluh menit dan kau belum menginjak kakiku."
harry hanya berusaha mengganti topik pembicaraannya, dan sepertinya berhasil karena jo tertawa pelan. "emily mengajariku sebentar tadi."
"di salon?"
jo mengangguk. "i'm gonna miss both of them."
"ya, aku juga. sayang sekali emily akan kembali ke italy setelah liburan musim panas nanti." harry menghela napas. "lalu natasha akan pergi ke australia bersama cedric, matthew—aku tidak tahu pasti dengan matthew. sementara kau akan berada di amerika, mengejar impianmu."
"bagaimana denganmu?" tanya jo.
"aku sudah terpikir sesuatu, tapi masih belum tahu." harry menggeleng. dalam hati, ia mengutuk diri sendiri karena—mengapa sulit sekali untuk tidak selalu melirik pada bibir jo?
kedua alisnya bertautan. "tidak tahu...?"
ia mengangguk. "ya, aku belum tahu harus ke mana. berbicara pada kedua orangtuaku saja belum berani."
harry jadi teringat. tadi sebelum berangkat ke acara prom ini, ia sedang diberi 'pencerahan' oleh ibunya mengenai apa itu bisnis, dan bisnis macam apa yang dimiliki oleh orangtuanya. sepanjang ia bersiap-siap, ibunya tidak mau berhenti bicara dan harry hanya bisa mengiyakan saja.
jo menerjap. "lho, tapi—"
"GOOD EVENING!"
mendengar itu, keduanya—bukan hanya mereka, melainkan semua orang yang ada di ruangan itu—melompat terkejut. mereka menoleh ke arah panggung, melihat adik kelas jasmine piers dan tom kendra sebagai pembawa acara untuk malam ini. tentu saja, karena mereka sangat berisik dan dianggap pandai menjadi pembawa acara.
"well, acara sudah dimulai." gumam jo.
jasmine dan tom mulai berbicara hal-hal yang harry tidak pedulikan, seperti menyambut kepala sekolah, guru-guru, staff, bintang tamu yang tidak harry kenal dan seluruh murid angkatan terakhir di everest school. yang harry pedulikan adalah jo, yang masih meletakkan tangannya di dada, tidak bergeser sedikit pun meski sedang mendengarkan mereka yang berbicara di depan.
matanya fokus ke depan, sesekali tertawa karena bercandaan yang dilontarkan. harry boleh jadi tidak yakin dengan pendidikan yang selanjutnya akan ia jalani, tapi ia begitu yakin dengan jo—gadis yang ia sukai entah sejak kapan.
hingga tiba saatnya mereka membicarakan prom king dan queen. mereka menyebutkan siapa-siapa saja yang merupakan calonnya, termasuk harry. semua orang bertepuk tangan tiap satu nama disebut, namun harry benar-benar biasa saja karena sebenarnya ia tidak terlalu tertarik. atau, mungkin ia akan tertarik kalau jo masuk ke dalam daftar calon prom queen.
"menurutmu kau akan menang?" tanya jo tanpa memalingkan wajahnya dari panggung.
"tidak."
kini, gadis itu menoleh cepat. raut wajahnya begitu heran. "wow, sangat optimis. kenapa begitu?"
"aku tidak tertarik." jawab harry, simpel.
"bukankah itu jadi impian semua orang?" ia bertanya lagi.
"tidak untukku," harry menggeleng. ini sedikit lucu baginya, karena harry harus menunduk untuk melihat wajah jo. "prom king dan queen hanya penghargaan untuk wajah dan kepopuleranmu. yang paling populer yang menang. tidak penting bagiku."
harry tersenyum begitu melihat jo tersenyum. "kau populer."
"tidak juga. masih ada david dan henry." ucap harry selagi tangannya berjalan ke belakang pinggangnya, mengaitkannya ke satu sama lain. "lagipula untuk apa jadi prom king kalau kau bukan prom queennya?"
"sssh, shut up." jo memutar matanya, lalu tertawa kecil.
harry hanya tertawa, kemudian keduanya menoleh lagi ke arah panggung karena tahu-tahu, mereka sudah akan mengumumkan siapa prom kingnya.
"our prom king of two thousand and twenty is..." keduanya menggantung kalimat tersebut, ditambah dengan drum roll agar menambah kesan. jo melihat ke sekitarnya di mana semua orang tampak serius, penasaran dan takut akan siapa yang menjadi pemenangnya. "henry mcphees!!"
tepat setelah itu, semua orang di dalam ruangan bertepuk tangan dengan riuh. jo menengadah untuk melihat harry yang hanya melihat kepada henry yang kini sedang berjalan dengan bangga ke panggung. ia menerima sebuah mahkota, lalu berjabat tangan dengan jasmine dan tom.
kini, giliran untuk prom queen. di tengah-tengah sana, dapat terlihat claire yang sedang bersiap-siap jalan ke panggung, seolah ia yakin dan tahu bahwa dirinya akan menang. dan ia tidak salah.
"our prom queen of two thousand and twenty is..." mereka menggantung kalimatnya lagi, menambahkan drum roll. "claire davis!!"
dengan pengumuman prom queen itu, seluruh ruangan lagi-lagi bertepuk tangan riuh. claire sudah berjalan menuju panggung, menerima mahkotanya dan berjabat tangan dengan jasmine dan tom. setelahnya, prom king dan queen dipersilahkan untuk berbicara.
harry tidak berbohong ketika ia mengatakan bahwa calon prom king dan queen adalah penghargaan untuk wajah dan kepopuleran saja, karena pidato yang keduanya berikan sama sekali tidak masuk akal. namun karena mereka, well, populer, semua orang bertepuk tangan untuk meramaikan. namun, jo adalah seseorang yang berbeda—ia menertawakan mereka.
"apa yang lucu?" harry menautkan kedua alisnya.
"mereka," ia menoleh pada harry dengan cengiran di wajahnya. "lucu saja, mereka mengatakan sesuatu yang kurasa—mereka juga tidak mengerti."
"betul." harry tersenyum. "omong-omong," ia melirik henry dan claire yang masih berbicara di depan. "aku serius soal drive through mcdonald dan drive in untuk menonton film 70an."
jo mengangguk. "good idea to spend the night."
"well, aku sudah berjanji akan memperlakukanmu dengan baik dan memberikan kenangan terbaik untukmu." ujar harry. ia mulai bergerak lagi saat alunan musik yang lambat mulai terdengar kembali.
"apa yang lainnya akan ikut?" tanya jo.
"tidak. untuk apa?"
"ya, lagipula mereka hanya akan mengganggu," harry terkekeh. "kau akan pergi ke mana liburan musim panas nanti?"
"dua minggu pertama aku akan ada di rumah saja. baru setelah itu berangkat ke amerika." satu hal yang harry tidak mengerti, mengapa jo ingin sekali bertemu ayahnya? bukankah pria itu menyebalkan? tapi tentu saja, harry tidak akan mempertanyakan hal tersebut. "kau tahu, berat sekali meninggalkan mom dan marianne."
"mereka tidak diajak? untuk berlibur saja." harry mengangkat bahunya.
jo menggeleng. "tidak, ayahku hanya membeli satu tiket dan itu adalah untukku. lagipula, apa yang akan dikatakan rose nantinya?"
"who cares about rose?" canda harry yang disusul oleh tawa dari keduanya. "ah, aku akan sendiri musim panas ini."
"memangnya gemma tidak pulang?"
"ya, dia akan pulang. lalu kami akan pergi ke manchester, menemui keluarga ibuku. aku juga berpikir untuk mencari part time di sana. mungkin jadi barista di sebuah kafe?" ujar harry.
jo tertawa kecil sembari membawa tangannya terkait di belakang leher harry. "ide bagus, mungkin aku juga akan mencari part time di sana."
"jo, kau tidak datang ke amerika hanya untuk menjadi barista, oke?" harry mencubit hidung jo dengan gemas, membuatnya tertawa geli—dan tanpa sengaja, menarik wajah jo menjadi lebih dekat. "kau akan menjadi seseorang yang hebat, namamu akan terkenal di mana-mana, tiap orang yang kutanyai akan mengetahui nama serta karya-karyamu."
"harry," jo menatap harry tepat di manik mata, memberikan cengiran lebar namun sangat menarik hati. "terima kasih."
"aku hanya membantu sebagian—sisanya adalah dirimu." balas harry, melirik bibir jo yang jaraknya sangat dekat.
"i'm gonna miss you." kedua sudut bibir jo melengkung ke bawah sembari matanya menyusuri tiap lekuk wajah harry.
"i'm gonna miss you, too," harry mengusap punggung jo dengan lembut, lalu melempar senyum padanya. "tapi siapa tahu kalau aku akan memberimu kejutan? aku datang ke harvard untukmu."
"apakah saat itu kau sudah bisa menentukan apa maumu?" tanya jo. dari gerak-geriknya, harry yakin ia sedang berusaha untuk tidak melihat ke arah lain selain matanya.
"mungkin."
jo menghela napas. "berjanjilah padaku."
mata harry menyipit, kemudian mengaduh dan tertawa karena jo mencubit pundaknya.
"aku serius. aku juga ingin kau sukses, harry. dengan caramu atau mengikuti cara orangtuamu." raut wajahnya serius, harry mengerti namun ia tak kuasa untuk tersenyum gemas.
"ya, jo. aku janji." jo tersenyum hingga matanya menangkap sesuatu di belakang harry. ekspresi wajahnya berubah menjadi terkejut, mulutnya terbuka lebar karena apa yang ia lihat.
"kau lihat apa?" tanya harry, bingung.
"cedric. dan natasha," katanya, membuat harry menoleh cepat ke arah mata jo. dan benar saja, harry sama terkejutnya dengan jo. bagaimana tidak? cedric dan natasha akhirnya melakukan hal yang sudah cedric inginkan sejak lama; bibir saling bertautan, tangan memeluk satu sama lain. "oh, akhirnya."
harry terkekeh melihatnya, bangga dengan cedric karena ia telah berhasil mendapat gadis impiannya. ia kembali melihat pada jo yang masih berbinar-binar melihat sepasang kekasih baru. well, tidak hanya mereka yang akan menjadi pasangan baru malam ini.
"jo." panggil harry.
gadis itu mengembalikan pandangannya pada harry, lagi-lagi terkejut karena jarak wajahnya dengan harry begitu dekat. ia menerjap. "ya?"
harry menelan ludah selagi tangannya bergerak menuju pinggang jo, meremasnya pelan. "boleh aku bertanya?"
"s-sure." harry tahu ia jadi gugup, tapi begitu juga dengan harry. dia akan melakukan hal yang gila jika ia tidak meminta izin.
"can i kiss you?"
dari apa yang harry lihat, jelas sekali bahwa jo sangat terkejut, namun berusaha keras untuk menahan dirinya. ia menelan ludahnya, menatap harry dan bibir merahnya secara bergantian. jo terdiam cukup lama hingga akhirnya, gadis pujaannya mengangguk sebagai jawaban.
harry tersenyum, menatap mata jo sekilas sebelum akhirnya, keduanya sama-sama memejamkan mata dan harry menekan bibirnya pada bibir jo. harry mengekspetasikan hal ini, namun ia tetap saja terkejut bercampur senang saat jo membalasnya.
beberapa detik pertama, tidak terjadi apa-apa. hingga akhirnya harry berinisiatif untuk melumat bibir jo dengan pelan dan lembut, sementara tangannya bergerak naik untuk merangkup rahang jo, mengusap pipinya pelan. seperti yang harry ketahui, jo adalah tipe yang cepat belajar—karena kini jo sedang membalas lumatannya.
kedua tangan jo meremas jas harry, dan ia menganggap bahwa jo pun juga menyukai ciuman pertama mereka seperti dirinya. harry tersenyum, merasakan sensasi aneh dalam dirinya, namun terasa menyenangkan sehingga mendorong harry untuk memperdalam ciumannya.
tapi sayang, hal itu tidak berlangsung lama karena jo dengan cepat menarik dirinya dari harry. bibirnya tampak basah, namun bukan itu yang membuat harry jadi bingung. raut wajahnya.
harry berharap, apa yang dilakukannya akan membuat jo senang karena perasaan yang saling terbalaskan. namun seperti biasanya, realita yang jarang sekali sesuai dengan harapan manusia—raut wajah jo tidak senang, ia terlihat bingung; panik; menyesal?
"jo?" panggil harry, berusaha meraih tangan jo namun gadis itu justru menepisnya. ia menerjap. "hey—"
"no, harry." jo melangkah mundur, tubuhnya gemetar dan harry tidak mengerti karena kini jo ingin menangis. harry melirik orang-orang sekitar yang mulai memperhatikan. "stay. away." isaknya ketika harry kembali mendekat.
"tidak, hey." kata harry, berhasil meraih kedua tangan jo yang bergetar hebat. "jo, baby, look at me, look at me."
jo menelan ludahnya, sulit namun tetap berusaha melihat pada harry. "what?" di saat itu juga, air mata mulai turun dari matanya. melihat ini terjadi, tentu saja membuat harry benar-benar bingung. lima menit yang lalu, keduanya terlihat baik-baik saja dan siap untuk memulai sesuatu yang baru, sekarang rasanya seperti harry telah melakukan sesuatu yang buruk dan jahat pada jo.
alih-alih menjawab pertanyaan jo, harry segera merangkulnya dan membawa jo keluar dari aula—ke tempat yang lebih sepi dan tenang dibandingkan di dalam yang berisik dan terlihat banyak orang.
sesampainya di parkiran, harry membantu jo untuk masuk ke dalam mobil, baru setelahnya ia menyusul dan memberikan jas yang ia kenakan padanya.
selain melihat ibunya menangis, rupanya pemandangan jo yang menangis juga membuat dadanya nyeri. ditambah lagi dengan kemungkinan bahwa dialah yang membuat jo menangis seperti ini, tanpa ia mengerti apa yang telah ia lakukan. atau jo tidak nyaman? harry tidak tahu, ia hanya menunggu jo hingga ia merasa lebih tenang.
akan tetapi, jo tidak tenang hingga sepuluh menit berikutnya. menghela napas, harry menyentuh lengan jo. "jo."
jo tidak menoleh, hanya melirik harry dari sudut matanya.
"kau baik-baik saja?" tanya harry.
lagi, ia tidak menjawab. "apa yang kau lakukan padaku?"
benar dugaannya, jo merasa tidak nyaman, kan? "jo, i kissed you. we kissed." harry menjawab yang segera ia sesali karena jo kembali terisak, seperti mereka baru saja melakukan hal buruk.
jo menoleh membuat semua rasa bersalah dalam dirinya berkumpul. "harry?" suaranya begitu parau.
"ya?"
"why'd you kiss me?"
harry menerjap, menelan ludahnya karena gugup. "karena aku menyukaimu." jawabannya langsung tertuju pada poin utama, namun lagi-lagi reaksi jo membuat harry seolah baru saja melakukan kejahatan. ia menepis tangan harry yang berada di lengannya sebagai reaksi terkejut.
"tidak bisa." ucap jo, bergantian membuat harry terkejut.
"apa? tidak bisa apa?" ia merasakan kepanikan yang menjalar di tubuhnya. "jo?"
"kau tidak bisa," jo mundur, menghindar dari harry.
"tidak bisa apa?" tanya harry, berusaha mengambil tangan jo agar ia dapat tenang meskipun gadis itu terus berontak. "jo, katakan padaku." ia masih melawan, dan harry tidak ingin melakukannya, namun ia harus. "jo—"
"tidak bisa—"
"katakan padaku, jo!" harry bersumpah ia tidak bermaksud untuk meninggikan suaranya pada jo, tapi setidaknya kini ia mau bersikap tenang.
jo menggeleng kuat begitu matanya dan harry bertemu. "kau tidak bisa," ia menangis. "kau tidak bisa menyukaiku, meskipun aku merasakan yang sama—tidak bisa. kita tidak bisa."
secara refleks, harry melepaskan tangannya dari jo. ibarat jantungnya baru saja ditarik keluar, harry merasakan rasa sakit yang luar bisa begitu jo mengatakan apapun yang ia katakan barusan. mungkin tidak ada kata-kata yang dapat mendeskripsikan perasaannya saat ini.
apakah jo baru saja menolaknya? tapi kenapa?
"but," harry bahkan tidak bisa mendengar suaranya sendiri. "why?" jo menoleh. "even if you feel the same, why can't we?"
"aku minta maaf, harry. tapi aku benar-benar tidak bisa."
itulah yang menjadi kata-kata terakhir jo, sebelum akhirnya melesat keluar dari mobil harry, meninggalkannya sendirian bersama pikiran-pikirannya yang kini berteriak di telinga.
what did i do wrong?
- the end -