Chereads / (how) to be in love / Chapter 15 - Chapter 14

Chapter 15 - Chapter 14

"i fell for you and i still am falling."

- d.j

"cedric, aku pinjam toiletmu."

hari ini adalah hari kamis, artinya kencan palsu harry dan jo sudah dua hari yang lalu. sekarang pukul delapan malam, harry dan matthew sedang melakukan apa yang sudah seperti biasa mereka lakukan, yaitu menginap di rumah salah satu dari ketiganya dan membolos di keesokkan harinya. tapi jika menginap di rumah cedric, kecil kemungkinan untuk bolos—apalagi untuk harry.

"harry." panggil cedric. ia sedang bermain gitar di sofa, sementara harry sedang mencoret-coret kertas gambar milik cedric dengan pensil di sofa.

"ya?"

"kau datang ke prom?" cedric memetik gitar.

harry menoleh sekilas. "sepertinya begitu. kau?"

"ya, datang. kau juga harus datang, bodoh. itu rencana kita—ada pasangan atau tidak ada pasangan." ujar cedric.

"memang kau sudah ada pasangan?" tanya harry. ia tidak tahu apa yang ia gambar, namun kalau dilihat-lihat ia mulai menggambar lingkaran dan entah apa yang akan dibuatnya.

"aku akan mengajak natasha," ucapan cedric membuat harry menoleh, melempar senyum miring untuk menggoda cedric yang memutar matanya. "tapi kurasa matt sudah mengajaknya lebih dulu."

"apa, kau menyerah?" harry mengenali cedric sejak lama, dan ia tahu temannya itu bukan tipe yang mudah menyerah. apalagi jika cedric sudah benar-benar niat dan menyukai apapun yang ia suka, pasti cedric akan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkannya.

cedric mendengus. "tidak."

"kalau begitu tanya saja besok setelah pulang sekolah." harry mengembalikan fokusnya pada kertas, melengkapi gambar yang tahu-tahu membentuk sebuah mata.

saran dari harry hanya diterima dengan dengusan sebal. tapi kemudian itu mengingatkan harry pada jo—seorang gadis yang sudah berhasil membuatnya tergila-gila hingga tanpa ia sadari, harry sedang menggambar matanya. bentuk matanya yang tajam, serta alisnya yang menambah kesan tegas di tatapannya.

"empat tahun kita berteman, dan aku baru tahu kau bisa menggambar." suara cedric membuat harry nyaris meloncat dari duduknya. ia menoleh, mendapatkan cedric yang sudah pindah duduk di sebelahnya. matanya memperhatikan apa yang harry gambar.

"aku juga baru tahu." harry terkekeh sendiri sambil terus menyelesaikan gambarnya.

"terlihat spesifik, mata siapa yang kau gambar?" tanya cedric, masih melihat pada gambar harry.

"bukan siapa-siapa." harry berbohong, tentu saja—meskipun kalau sudah jadi nanti cedric mungkin akan menebak.

cedric kemudian kembali sibuk dengan gitarnya, mencoba sebuah lagu untuk dimainkan. ia memainkan lagu yang tidak harry ketahui, bersamaan dengan keluarnya matthew dari kamar mandi. "aku jadi teringat," kata cedric, menoleh pada harry. "kau tidak mau mengajak jo ke prom?"

harry menerjap, mengalihkan pandangannya pada cedric selama beberapa detik sebelum akhirnya melanjutkan gambarnya lagi. "mungkin."

"apa itu 'mungkin'?" matthew tergelak. "ajak saja. kurasa dia tidak akan menolak."

"aku bahkan tidak tahu apakah dia ingin pergi ke prom atau tidak," balas harry, memutar mata. "jadi lihat saja nanti."

"tentu saja dia mau. kau saja yang kurang peka." matthew berujar, duduk di single sofa di seberang keduanya.

harry melirik matthew. "mungkin."

"memangnya kau tidak sadar, ya?" tanya matthew, kini membuat harry benar-benar mendongakkan kepala untuk melihat padanya. raut wajahnya serius sekali.

"apa?"

matthew melirik cedric yang berhenti memainkan gitarnya untuk mendengarkan. ia juga ingin tahu rupanya. "kau benar-benar tidak sadar? dari caranya memperhatikanmu saat kau bicara, atau bagaimana ia tertawa lepas hanya saat kau mengatakan sesuatu yang sebenarnya tidak lucu-lucu amat?"

saat itu juga, harry terdiam. benarkah jo seperti apa yang dikatakan matthew? maksudnya, harry memang menyukai jo dan suka memperhatikan gerak-geriknya. seperti contohnya kemarin saat akan makan kebab di mobil, kendati warna lampu adalah kuning, ia yakin betul ia sudah membuat pipinya merah karena malu.

kemudian saat keduanya terjatuh di atas lapangan es. harry tidak tahu pasti, namun rasanya seperti jo menatap setiap lekuk di wajahnya dengan saksama, lalu mengaguminya dalam diam karena cukup lama gadis itu terdiam. yang harry ingat hanya waktu-waktu saat jo tersenyum malu dan selebihnya, harry hanya ingat bahwa dirinya lah yang terpesona oleh jo. juga, hal bodoh yang harry lakukan untuk membuatnya terkesan dua hari lalu.

hingga sekarang, kata-katanya masih teringat. "i won't let go." harry pikir, shakespeare mungkin kalah, namun konteksnya yang sangat tidak pas untuk. sejujurnya harry malu karena tidak bisa bermain ice skating, tapi jo membuatnya hal yang wajar dan berada dalam dekapannya adalah favorit harry.

harry juga tidak tahu setan apa yang berhasil menguasainya, meskipun ia tidak menyesal, ia berani mengatakan betapa cantiknya jo malam itu. dari apa yang harry lihat, ia menggunakan makeup dan harry menghargai usahanya dalam kencan palsu ini. tujuannya memang adalah untuk membantu jo, namun senang saja rasanya. atau...ia menggunakan makeup untuknya? ah, tidak mungkin, kan? harry pikir, jo bukan tipe perempuan yang akan melakukan sesuatu untuk membuat seseorang terkesan, karena hanya sekedar bernapas pun harry sudah tergila-gila.

"now he's the one blushing," suara cedric memenuhi gendang telinganya, membuyarkan lamunannya tentang dua hari lalu. "lagipula sebenarnya apa yang kau lakukan dengannya, sih?"

matthew terkekeh. "kalau dia tidak sadar dengan setiap reaksi jo tiap dia berbuat sesuatu, aku rasa dia belum pernah melakukannya. bahkan sepertinya untuk berpegangan tangan saja dia keringat dingin."

harry mendengus, memutar matanya. "kami tidak melakukan apapun yang otak jorokmu katakan."

"kenapa tidak?" tanya cedric dengan entengnya.

"kau serius, cedric?" harry mengangkat alisnya pada cedric. ia tidak tahu apakah teman-temannya memang berpikir serendah itu atau hanya menggodanya, namun harry tidak suka. cedric dan matthew pasti juga dapat melihat kekesalan yang jelas di wajahnya.

melihatnya, matthew hanya terkekeh. kini matanya tertuju pada kertas di pangkuan harry. dengan gerakkan cepat, tangan panjang matthew mengambil kertas tersebut. "wow, mata siapa ini?" matthew bertanya, memandangi gambar harry.

harry menoleh cepat, sedikit gelagapan saat matthew memerhatikan dengan saksama. "bukan siapa-siapa. berikan padaku."

namun, matthew adalah matthew. ia tidak percaya begitu saja, matanya memicing pada harry dan senyuman miringnya tergambar di wajahnya. "ini mata jo, kan?"

"itu jo? pantas saja tampak familiar!" pekik cedric, kini bergabung bersama matthew untuk melihat gambarnya, meninggalkan harry yang sudah memerah malu.

"matthew, berikan padaku." ujar harry. percuma saja ia meminta gambarnya dikembalikan, matthew dan cedric kini sedang bersenang-senang dengan menertawakannya karena tidak berani berkata jujur pada jo. harry memutar mata, mereka mengatainya sudah seperti yang percintaannya berjalan mulus.

di antara ketiganya, belum ada yang berhasil jika soal percintaan. matthew memang memiliki elle, namun menurut sepengetahuan harry, matthew dicampakkan elle karena sudah lelah dengan segala sikap matthew. cedric menyukai natasha, namun tidak tahu apakah natasha merasakan yang sama, pasalnya gadis itu terus memberi pertanda namun mengelak ketika harry bertanya. sementara harry... sibuk mengagumi dan membantu jo menuju impiannya.

harry tidak pernah mengkomentari teman-temannya, tapi kelihatannya mereka suka melakukan itu padanya dan apa boleh buat?

keesokkan harinya, yaitu hari jumat, mereka bertiga memutuskan untuk membolos—termasuk harry. sebenarnya tidak disengaja, harry menyalahkan matthew yang mengajaknya bermain game online dan membuatnya telat bangun. cedric dan matthew bahkan tidak menyangka harry bangun siang, namun membuat mereka senang karena akhirnya, harry ikut bolos sekolah.

pukul sepuluh, harry sudah bangun dan bergegas mandi. sembari menunggu matthew mandi, serta cedric yang sedang diberi tugas oleh ibunya—ia menganggapnya sebagai hukuman karena membolos—harry menuju balkon, dan sedikit terkejut saat ia membuka ponselnya.

7 missed calls from josie.

J – tidak masuk sekolah?

J – harry?

J – aku tidak melihatmu di lokermu, jadi kupikir kau tidak masuk.

J – sudah bel masuk.

J – aku jadi teringat sesuatu. aku mimpi trailer season 4 stranger things sudah rilis dan kau tahu, rasanya seperti joyce byers akan mati.. :(

J – aku sedang di toilet. tadi bertemu emily dan ia bilang kau bolos bersama cedric dan matthew, ya?

J – lho, sudah diread.

harry tertawa kecil saat status online jo menghilang, berarti gadis itu baru akan mengetik sesuatu namun tidak jadi karena harry yang sudah berada di ruang chat. ia tidak membalas pesannya, melainkan mencoba menekan tombol hijau di ujung kanan atas.

kurang dari sepuluh detik, jo mengangkat teleponnya. "kau bolos?" harry menerjap, sepertinya harus terbiasa dengan jo yang tidak suka berbasa-basi. tangannya menutup pintu balkon cedric, lalu bersender pada pagar.

"um, ya..." harry menggaruk tengkuknya. "aku telat bangun."

"kenapa bisa telat bangun?" suaranya terdengar memantul, harry menebak gadis itu masih berada di toilet.

"kami bermain game online hingga pukul tiga." harry menyengir, meskipun ia tahu jo tidak ada di sana untuk melihatnya, ia juga bisa merasakan jo memutar matanya. "kenapa? kangen, ya?"

"ha???" tanya jo, kemudian tertawa yang dibuat-buat. harry menautkan kedua alisnya, merasakan kecanggungan yang tiba-tiba muncul di antara keduanya. atau mungkin pertanyaannya terlalu vulgar dan jo harus berpura-pura itu adalah hal yang lucu. "biasa saja."

oh, begitu. harry menghela napas pendek. "lalu... kenapa?" harry balik bertanya. mungkin jo ingin membicarakan kencan palsu keempat, dan sejujurnya harry sudah memiliki rencana untuk itu, hanya membutuhkan waktu yang tepat untuk membicarakannya dengan jo.

terdapat jeda sebelum jo menjawab, ia terdengar sedang menghela napasnya. "...tidak ada apa-apa. aku bosan di kelas." kalimat yang jo lontarkan barusan tentu saja membuatnya terkejut. seorang murid dengan misi yang besar tiba-tiba bosan dengan kelas yang sedang ia ambil. "aku tahu apa yang kau pikirkan, tapi aku juga manusia, tahu."

harry terkekeh. "memang pelajaran apa?"

"civics," kata jo. "dari semua pelajaran, hanya civics yang membuatku bosan dan mengantuk."

"jadi kau di kamar mandi?" tanya harry.

"yup."

"wow, jo. bisa kau bayangkan kalau aku mengadu pada mrs. gallagher sekarang? lalu berita tentang jossette dixie yang kabur dari kelasnya akan tersebar karena mulutnya yang tidak bisa dikunci sama sekali."

mendengar jo tertawa membuat harry senang. "aku juga bisa mengadukanmu pada tata usaha, lalu kau dipanggil ibumu dan kau dimarahi." balas jo, membuat harry tertawa kecil. selanjutnya terdengar suara pintu yang terbuka, dan suara tawa yang nyaring. "harry, someone's coming. tunggu sebentar, jangan dimatikan."

"oke."

harry hanya diam saat mendengar suara gaduh dari beberapa gadis yang masuk ke dalam kamar mandi. ia tidak begitu mengetahui pemilik suara-suara itu, tapi harry yakin betul namanya telah disebut. maka dari itu, harry benar-benar menempelkan layar ponselnya di telinga.

"bagaimana kalau kau temani aku mengambil gaun prom, lalu menginap di rumahmu?" tanya sebuah suara kepada temannya.

"boleh. tapi kau harus berjanji dulu," jawab si gadis. "bantu aku bagaimana bertanya pada harry dan agar ia mau mengiyakan ajakkanku. memalukan sekali kalau aku mengajaknya dan dia menolakku."

oh...apa ini?

"chill out, claire. ini seperti bertanya pada cowok-cowok biasa pada umumnya, pasti ia akan menerimamu—ah, lipglossku kemana, ya?" harry menerjapkan mata, tiba-tiba merasa aneh. apa yang salah dengan cowok-cowok lainnya?

"ya ampun, ariana! harry itu tidak sama dengan cowok-cowok biasa lainnya," gadis yang harry tebak adalah claire itu mendengus kencang. "he's a demigod. kau tahu demigod? manusia setengah dewa! kau harus membedakannya dengan cowok-cowok lain. dan aku menginginkannya."

percaya atau tidak, bulu kuduk harry merinding mendengar kalimat terakhir claire.

"kenapa, agar masa terakhir sekolahmu tidak terlupakan?" tanya ariana.

"ya. kalau bisa, dan sudah pasti—dia akan menyukaiku, lalu aku akan menciumnya saat kami berdansa, mengajaknya ke afterparty, lalu...well, kau tahu. sex."

harry terbelalak kaget. ia mengernyit jijik, terutama saat selintas terbayang dirinya dan claire melakukan hubungan badan. harry memegang perutnya, menahan rasa mual yang ada. bisa-bisanya claire dengan percaya diri berpikir bahwa harry mau melakukan itu padanya. bukannya ia sombong, harry hanya tidak mau melakukan seks tanpa ada perasaan yang terlibat diantara kedua pihak.

ia meringis saat mengingat fakta bahwa jo berada di sana, di ruangan yang sama, harus mendengar percakapan itu. setelah ini, harry harus membawa dirinya dan jo ke gereja, lalu meminta pada pastor untuk mensucikan lagi telinganya yang ternodai. dan yang paling terpenting, harry berharap jo tidak berpikir macam-macam soal ini—apalagi kalau ia berpikir harry akan menyetujui ajakkan claire.

selanjutnya yang terdengar adalah suara tawa dan obrolan yang tidak jelas. mereka membicarakan gaun prom, lalu mengatur skenario tentang bagaimana claire akan bertanya pada harry, dan segala macamnya yang harry harap cepat berakhir agar ia bisa berbicara pada jo.

sekitar tujuh menit kemudian, claire dan ariana terdengar meninggalkan kamar mandi dan helaan napas panjang jo terdengar. begitu juga harry.

"jo—"

"looks like you've got a date to prom," ujar jo, memotong kalimat harry. baru saja ia berharap agar jo tidak berpikir macam-macam, namun ternyata sudah terjadi dan harry harus memperbaikinya.

"claire tidak serius." bantah harry, namun segera menyesali kalimatnya yang payah sekali.

jo mengeluarkan suara tawa yang dipaksakan. jelas sekali gadisnya sudah berpikir bahwa ia akan melakukan seks dengan claire. "dia tidak terdengar bercanda saat berencana melakukan seks denganmu."

"dan kau pikir aku akan menyetujui ajakkannya?"

"sejujurnya, aku tidak tahu. aku harus kembali ke kelas. see you soon." dengan begitu saja, jo mematikan sambungannya, meninggalkan harry yang berusaha tenang meskipun rasa panik nyaris menguasainya. ia harus bertemu jo hari ini.

harry menarik napas, lalu menghelanya dengan berat. apa ini, pertengkaran pertama dengan jo, bahkan keduanya belum resmi menjadi sepasang kekasih. ia menatap layar ponselnya, berpikir keras bagaimana bertemu jo hari ini.

pintu di belakangnya terbuka, membuat harry menoleh dan menemukan matthew sudah selesai mandi serta bepakaian. ia terlihat bingung, lantaran melihat wajah harry yang memerah karena panik.

"kau kenapa?" tanya matthew bingung.

"tidak apa-apa." harry melangkah masuk, mengambil tasnya dan memasukkan beberapa barang yang memang miliknya.

"wow, buru-buru sekali," matthew berdiri, memperhatikan gerak-gerik harry yang mirip seperti maling yang akan dikejar massa. "kau mau kemana?"

"pulang."

matthew mengangkat kedua alisnya. "pulang?? kau lupa, ya?"

ia melihat sekilas pada matthew, kemudian tetap merapihkan barang-barangnya. "apa?"

"kita tetap di sini sampai jam sekolah usai, lalu menjemput natasha dan emily, kemudian membeli es krim dan pergi ke primrose hill. bahkan kau yang semangat untuk pergi."

kemudian, harry terdiam. sebuah ide terlintas di kepalanya untuk mengajak jo berkumpul bersama mereka.

"matthew."

cowok itu baru akan mengambil ponselnya yang sedang discharge, lalu menoleh. "apa?"

"aku boleh mengajak jo?"

matthew menerjap, sedikit terkejut dengan pertanyaan harry namun tentu saja ia tidak keberatan, karena setelahnya ia mengangguk. "ya, apapun yang harus kau lakukan untuk mendapatkan hatinya."

"well..."

***

harry beruntung ia membawa mobilnya sendiri. tadinya cedric mengusulkan untuk menggunakan mobil harry saja, karena masih muat untuk tiga orang di belakang. namun setelah matthew mengatakan harry akan mengajak jo, cedric memutuskan untuk memakai mobil matthew saja. lagipula, itu bisa membuatnya berduaan dengan natasha di jok belakang.

mereka berada di parkiran, natasha dan emily sudah berada di sana dan kini mereka—minus harry—sedang mengobrol bersama seorang murid bernama julian fell, teman matthew yang merupakan satu team sepak bola di sekolah. sementara harry berdiri di belakang mobil, matanya memperhatikan orang-orang yang hendak keluar dari gedung sekolah.

sesekali, harry mendengar namanya disebut dalam percakapan mereka, namun ia tidak peduli. hingga akhirnya, mata harry menangkap jo yang baru saja keluar dari gedung sekolah. dengan cepat, ia berjalan menghampiri jo.

"jo!"

yang dipanggil menerjap kaget, berbalik badan dan mendapati harry sedang berjalan ke arahnya. ia terlihat terkejut namun juga bingung. "apa yang kau lakukan di sini?" tanya jo begitu harry sudah mendekat.

"menjemput natasha dan emily," jawabnya. "dan kau."

jo menerjapkan matanya. "aku? mau kemana?"

"primrose hill. kau mau ikut, kan?" tanya harry, lebih terdengar seperti memohon. "maksudku, kau berjanji untuk mau berbaur dengan teman-temanku..."

"ya, memang..." jo membuang wajahnya ke arah parkiran, melihat teman-teman harry dan tampak berpikir. kalaupun jo menolak, harry akan tetap menawarkannya untuk mengantarkannya pulang dan membicarakan apa yang harus ia bicarakan dengan jo.

"jadi?"

jo kembali menoleh pada harry, memandanginya dengan tatapan yang membuat harry teringat kembali bagaimana jo sangat mengintimidasinya. ia tidak tahu, namun jelas sekali jo terlihat masih kesal dan...kecewa? "ada rencana apa ke primrose?"

harry menggeleng. "tidak ada rencana khusus atau lainnya. hanya berkumpul—yang kami lakukan seperti biasanya, aku pernah menceritakannya padamu, kan?" jelas harry. "ikut...ya?"

harry tidak tahu apakah wajah memohonnya akan bekerja atau justru menjijikkan, namun ia berharap jo akan mengiyakan. ia tidak bisa membiarkan jo berpikir seperti itu hingga seterusnya.

"aku...tidak tahu." kata jo, namun harry tidak menyerah.

"jo, please?"

"harry, aku harus belajar untuk finals." jo beralasan, dan harry yakin sekali itu hanya usaha jo untuk menghindarinya. ujian akhir memang akan diadakan dua minggu lagi, dan berkumpul dengan teman-teman selama beberapa jam tidak akan mengubah apapun, kan?

"sebentar saja. please?" harry meraih lengan jo, menggenggamnya. "sekarang jam empat, aku akan mengantarmu pulang jam enam. setelah itu kau bisa belajar untuk finals dan aku tidak akan mengganggu dengan mengirim pesan atau meneleponmu. aku janji."

gadis di hadapannya menghela napas. "fine."

setelah itu, harry dan jo melangkah menuju parkiran. julian fell sudah tidak terlihat, hanya teman-teman harry yang sedang menunggu mereka.

"hey, jo." sapa emily, tersenyum. harry melirik jo yang membalas senyum emily.

"kita berangkat sekarang." cedric berdiri tegap, lalu hendak berjalan menuju pintu mobil matthew saat natasha bersuara.

"aku punya ide. bagaimana kalau," natasha berjalan ke pintu mobil harry, lalu memandang teman-temannya bergantian. menurut perasaannya, ia tidak akan menyukai ide natasha, dan perasaan itu semakin besar saat natasha melihat padanya dengan senyum. "aku membawa mobilmu, jadi kau bisa bergabung dengan matthew dan cedric, sementara kami para perempuan berada di satu mobil."

benar, kan, perasaannya.

tentu saja hal ini tidak disetujui cedric yang ingin protes, terutama harry yang memiliki niat lebih dari sekedar mengajak jo jalan-jalan. namun, apa yang keluar dari mulut jo mematahkan semangat harry.

"aku setuju." ucap jo yang kini berpindah di sebelah natasha, dan sekarang semua mata menuju pada emily. jo bahkan tidak melirik harry sekalipun.

gadis itu menautkan alis. "mengapa melihat padaku? tentu saja aku setuju!"

kalau sudah begini, tidak ada lagi yang bisa harry lakukan. ia memberikan kunci mobilnya pada natasha, lalu dengan malasnya masuk ke dalam mobil matthew. para gadis itu terlihat senang, tak terkecuali dengan jo.

***

sepanjang perjalanan, cedric tiada henti-hentinya mengeluh karena kini natasha terlihat seperti sedang menghindarinya yang entah untuk alasan apa. begitu juga dengan harry, ia nyaris setuju dengan semua keluhan cedric, namun tentu saja ia tidak menyuarakannya. lalu matthew hanya bisa memberikan tepukkan bahu prihatin pada cedric.

lima belas menit kemudian, matthew dan natasha memarkirkan mobil di tempat di dekat harry dan jo parkir dua minggu lalu. kencan palsu pertama mereka. begitu turun dari mobil, matanya langsung tertuju pada jo yang juga baru turun dari mobil. mata keduanya bertemu, namun jo segera membuang wajahnya pada natasha yang turun dari mobil.

setelah semua turun dan berkumpul di satu titik, emily menjadi yang paling semangat. "time for ice cream shopping!" katanya seraya memasuki gelupo—toko es krim yang sedang mereka datangi.

harry, matthew dan cedric duduk di kursi yang sudah disediakan, sementara natasha, emily dan jo memesan es krim.

"kau sedang ada masalah, ya?" tanya cedric kepada harry yang kemudian menoleh, memberikan tatapan bingung. "dengan jo. aku memperhatikan kalian berdua tadi. kalian bertengkar?"

dalam hati, harry menahan diri untuk tidak mengutuk cedric karena menanyakan hal itu di sini. bisa saja mereka mendengar meskipun jaraknya yang cukup jauh. "tidak." dan tentu saja kedua temannya tidak percaya.

"sungguh?" cedric memastikan.

"ya." harry membuang wajahnya pada menu-menu es krim yang sudah ia ingat di luar kepala. mengingat pelajaran memang sulit, namun mengingat menu makanan sebuah tempat makan adalah mudah.

"kau pembohong yang buruk, harry." timpal matthew.

"lihat saja wajahmu yang tertekuk daritadi—tidak mungkin kau sedang tidak mood, kau tidak akan ada di sini. jadi aku menebak dan aku yakin seratus persen kau sedang bertengkar dengan jo." ujar cedric dengan kepercaya diriannya. "kau mengelaknya, hanya semakin membuktikan perkataanku."

mendengus, harry memutar matanya jengkel. ia menggeleng. "bukan urusanmu, tahu."

"belum pacaran saja sudah bertengkar—bagaimana kalau pacaran?" tawa matthew geli yang kemudian disusul oleh cedric. keduanya puas sekali tertawa, sampai-sampai natasha, emily dan jo yang sedang menunggu pesanan jadi menoleh. "omong-omong, minggu depan adalah prom. kau harus cepat-cepat mengajak jo sebelum orang lain yang mengajaknya."

"atau sebelum claire yang mengajakmu duluan. bayangkan kalau jo melihatnya, mungkin pertengkaran merebutkan harry akan terjadi." ujar cedric yang benar-benar menguji kesabaran harry.

pasalnya kini mereka berdua menyadari raut wajah harry yang cemberut, tidak suka pembicaraan yang menyangkut hubungannya dengan jo yang sebenarnya...memang tidak bisa dijelaskan. keduanya adalah teman, tapi sepertinya bertepuk sebelah tangan.

"cedric, jo ada di sana saat claire menggoda harry soal prom!" pekik matthew, namun masih dalam batas kewajaran atau jo akan menoleh ketika namanya disebut.

keduanya saling menoleh, lalu berpandangan seolah baru saja menyadari sesuatu. harry mendengus menerima fakta bahwa tebakkan mereka mungkin saja benar. secara bersamaan, matthew dan cedric menoleh ke arahnya.

"harry?" panggil matthew.

"apa?" harry balas bertanya dengan malas.

"kau dan jo," cedric berdeham. "bertengkar karena claire menggodamu dua hari lalu...kan?"

lagi, harry mendengus. ia tidak bisa mengelak, bisa-bisa mereka melakukan yang lebih parah alias bertanya langsung pada jo. jadi, harry mengangguk. "ya."

tangan matthew mengepal, gemas dengan harry—namun ia justru bingung. "lalu kau tahu mengapa ia marah?"

harry tertegun.

benar juga. sejak pukul sepuluh tadi, harry tidak bisa berhenti memikirkan bagaimana cara meyakinkan jo kalau ia tidak seperti yang dipikirkannya. selama di jalan, ia juga takut jika harus menerima kenyataan jo akan menjauhinya hanya karena ajakkan claire. tapi tidak terpikir olehnya mengapa jo bisa seperti ini

.

"harry, kau sadar tidak?" harry melihat pada cedric, menggeleng tidak mengerti.

teman.

ia dan jo memang selalu mengatakan pada satu sama lain bahwa mereka hanya berteman, meskipun harry selalu berharap lebih—sekeras apapun ia berusaha untuk tidak berharap, nyatanya ia memang menginginkan lebih dengan jo. jo juga selalu setuju dengan ide itu, gadis itu percaya keduanya hanya teman.

well, pertemanan antara perempuan dan laki-laki. seorang teman tidak akan marah jika orang lain mengajak temannya untuk melakukan hubungan intim. mungkin ia akan tidak suka—seperti halnya natasha dan emily yang tidak suka dengan claire apalagi jika sampai harry kencan dengannya, namun mereka berdua tidak akan sampai semarah ini. tapi berbeda dengan jo. gadis itu...

apa, cemburu?

jo cemburu?

harry menerjapkan matanya, berpikir keras tentang apa yang barusan terlintas di pikirannya. ia melihat pada cedric dan matthew yang memandanginya dengan senyuman miring, lalu melihat pada menu dan perasaan resah serta gelisah itu perlahan berubah menjadi perasaan senang.

sebuah senyuman terukir di wajah harry, namun segera menghilang saat ia mengangkat wajah—bertemu dengan wajah jo yang masih saja mengintimidasi.

"sudah selesai. kita harus cepat sebelum esnya mencair." kata natasha, lalu keluar lebih dulu bersama emily dan jo.

harry, matthew dan cedric berdiri setelah mereka keluar lalu berjalan di belakang para gadis. satu hal yang harry senangi hari ini, jo terlihat akrab dengan natasha dan emily. mungkin di perjalanan tadi mereka membicarakan sesuatu yang seru, atau bisa jadi membicarakannya—tapi itu namanya terlalu percaya diri.

mereka sampai di primrose hill jam setengah lima dan mendapatkan spot terbaik di sana. seperti biasanya, primrose hill cukup ramai di sore hari. tidak jarang juga harry melihat murid-murid dari sekolah yang sama dengannya.

natasha memberikan masing-masing es krim, lalu matthew mengeluarkan gitar milik cedric yang ia bawa sejak tadi.

satu jam setengah berikutnya tidak seperti yang harry bayangkan. ia pikir, ia bisa berbicara berdua dengan jo, namun nyatanya jo terlihat asyik memakan es krimnya dan mengobrol dengan teman-temannya. harry tidak merasa tertinggal karena ia tetap menimpali obrolan, justru ia senang karena jo terlihat menikmati suasana—ditambah lagi dengan kemungkinan yang jo juga menyukainya. harry yakin setelah ini, kesan teman-temannya terhadap jo akan berubah.

saat matthew memainkan gitar, mereka bernyanyi, membuat lelucon yang tentunya tanpa harus melukai perasaan orang lain, lalu natasha yang memalu merah karena cedric menggodanya, serta emily yang bercerita bahwa ia masih memikirkan orientasi seksualnya.

pukul enam, harry dan jo pamit untuk pulang lebih dulu. harry berencana untuk kembali lagi, namun ternyata pukul tujuh pun mereka sudah akan pulang. jadi kini, keduanya sudah berada dalam mobil dan harry sedang menyalakan mesin mobilnya. begitu mesin menyala, harry segera menyetir menuju rumah jo.

tidak ada yang berbicara, hanya suara berisik dari luar yang terdengar. lagi, harry merasa terintimidasi oleh jo yang benar-benar diam membisu. tatapannya lurus ke depan, bahkan berbasa-basi saja tidak.

tapi kemudian harry berdeham. sekali, dua kali, jo tidak memberikan respon sama sekali. ya, ampun. harry tidak suka silent treatment, namun jo sangat acuh dan baru menoleh saat harry sudah berdeham beberapa kali. wajahnya terlihat sebal, terganggu dengan harry.

"sakit?"

harry menerjap, menoleh sekilas pada jo. "tidak."

"lalu?" jo menautkan alisnya, heran.

"mendapat perhatianmu." harry dapat merasakan mata jo yang terputar karena jengkel. tentu saja hal itu tidak membuatnya menyerah. masalah ini harus selesai sekarang juga. "jo."

"apa?" balasnya setelah kembali menatap lurus ke depan.

"kau marah padaku?"

jo kembali menoleh, memandangi harry dari atas hingga bawah, lalu menghadap depan. "tidak. untuk apa?"

"claire."

"ha," ia mengeluarkan tawa yang terpaksa, dan sejujurnya hal itu membuat nyali harry menjadi ciut. "tidak."

"jo, aku serius." harry menghentikan mobilnya di lampu merah, lalu menghadap pada jo setelah memastikan hitungan detik lampu merah masih cukup lama. "aku tidak ingin kau salah paham, dan dari sikapmu padaku hari ini terlihat jelas kau salah paham."

"salah paham apanya?" jo balik bertanya, namun enggan untuk menatap harry.

"kau pikir aku akan mengiyakan ajakkan gila claire." harry mengambil tangan jo, menariknya pelan agar mau menghadapnya. "dan aku ingin kau tahu kalau claire benar-benar mengajakku, aku akan menolaknya."

terdapat jeda cukup panjang hingga akhirnya jo menoleh pada harry, mempertemukan kedua matanya dengan milik harry. "oke, lalu?" tanya jo. "harry, aku tidak peduli dengan claire apalagi jika ia mengajakmu pergi ke prom, pergi ke afterparty lalu melakukan seks. aku tidak peduli, aku hanya temanmu. jadi kalau kau melakukan hal-hal itu dengannya, pegi saja. kutekankan lagi, aku tidak peduli."

harry terdiam.

"kau tidak peduli?" tanya harry pelan, ia nyaris tidak bisa mendengar suaranya sendiri.

"tidak. aku tidak punya hak apapun untuk marah." ucap jo, kemudian menghadap ke depan.

harry menatap jo dari samping, kemudian tersenyum kecut dan kembali menghadap depan. bersamaan dengan lampu merah berakhir, harry kembali menyetir—kali ini dengan menambah sedikit kecepatan.

setelah itu, tidak ada lagi yang berbicara. harry maupun jo, sama-sama tenggelam dalam pemikiran rumitnya masing-masing.

entahlah, ia merasa kecewa. bukan pada jo, yang dikatakannya memang benar—mereka hanya teman. jika jo mulai mengubah pandangannya terhadap definisi teman, maka harry yang mulai membencinya. harry kecewa pada ekspetasinya sendiri. pikirnya jo cemburu karena akan mengartikan ia menyukai harry, namun nyatanya tidak.

ia juga menyalahkan matthew dan cedric karena mereka yang menimbulkan harapannya. ah, tidak. tidak. dirinya yang terlalu membawa perasaan. bukan salah matthew dan cedric, bukan salah jo, tapi salah dirinya.

sesampainya di depan rumah jo, harry tidak mematikan mesinnya. ia menoleh pada jo yang tengah melepas seatbeltnya, kemudian terdiam.

"melupakan sesuatu?" tanya harry.

jo menoleh. "tidak. aku ingin terima kasih. i had fun."

"sama-sama, jo." harry tersenyum tipis.

baru kemudian jo keluar dari mobil. ia tidak menoleh sama sekali, dan langsung berjalan lurus menuju pintu rumahnya. harry menghela napas saat jo sudah masuk ke dalam rumah, menutup pintu tanpa melirik sekali pun pada harry.

menghadap depan, harry dibuat terkejut oleh sosok mrs. dixie yang berdiri di depan mobilnya. ia menelan ludah, membuka jendela saat wanita itu menghampirinya dengan senyum sumringah.

"mrs. dixie?"

"hey, harry. mengantar jo pulang, ya?" tanya mrs. dixie. ia terlihat membawa tas dan paperbag berisi kotak-kotak kue.

harry tersenyum. "ya, kami baru dari primrose bersama teman-temanku yang lain."

"oh, begitu. terima kasih, ya, sudah mengantar jo selamat sampai di rumah." katanya, lalu mengeluarkan satu kotak berisikan biskuit yang harry makan saat bertamu kemarin. "kau mau tidak? ini kotak terakhir hari ini, mungkin mau kau berikan pada ibumu?"

harry tersenyum, karena sejujurnya kue buatan mrs. dixie memang sangat enak. jadi dengan senang hati, ia menerima kotak kue tersebut sambil berharap ibunya nanti mau berlangganan. "terima kasih, mrs. dixie. nanti kuberikan pada ibuku agar ia mencoba kue buatanmu."

"tentu saja. kabari aku melalui jo, ya!"

"baiklah, nanti aku beri kabar."

"oh, ya. besok aku akan membuat kue baru, dan sepertinya baru akan matang hari minggu sore. mungin kau mau datang untuk mencicipi? daripada memberi kabar melalui jo, anak itu suka malu-malu kalau ditanya tentangmu."

harry secara spontan tersenyum. "tentu. aku akan datang hari minggu nanti."

"baiklah. aku tunggu. hati-hati di jalan, ya!"

"terima kasih, mrs. dixie." harry mengangkat kotak kuenya sekali lagi, kemudian tersenyum sambil menutup kaca mobilnya dan menyetir menuju rumah.

well, untungnya harry tidak ada niatan untuk menyerah dengan jo.

***