Kami berempat tak berani berlama-lama untuk berbelanja di tempat ini, semenjak peristiwa kasus virus korona pertama yang muncul di Indonesia telah diberitakan. Sebagian besar dari mereka mulai banyak yang menggunakan masker. Barang-barang yang kubeli saat ini bagiku lumayan banyak. Aku membeli beberapa kaleng sardine, beberapa bungkus sosis dan nugget, lalu mie instan, susu beserta roti.
Kami berdua juga menyempatkan diri untuk melihat-lihat aneka barang peralatan dapur, di sana aku melihat parutan kecil yang seketika mengingatkanku pada rencana untuk membuka bisnis salad buahku. Tanpa pikir panjang aku memungut benda tersebut, lalu menambahkan daftar belanjaan berupa keju beserta yogurt untuk kujadikan bahan utama pembuatan produk itu kelak.
Setelah semuanya sudah selesai, Tony membantuku untuk membawakan belajaanku ini, sedangkan Eny dan Andy kulihat mereka menggunakan troly dorong untuk dia gunakan sampai ke parkiran kendaraannya.
Memang keadaan saat ini terlihat sangat tidak biasa, aku mendapati banyak orang yang juga melakukan hal yang sama seperti apa yang kami lakukan. Antrian saat di loket pembayaran pun akhirnya menumpuk oleh pembeli. Sebenarnya ini sudah termasuk sebagai daily rutinku setiap awal bulan, dimana membelanjakan kartu kredit di mall untuk kubuat membeli kebutuhan pokok. Bugget belanjaku juga ku-batasi maksimal tidak boleh lebih dari 600rb, sehingga di bulan selanjutnya aku tak keberatan untuk melunasi semua itu.
Ketika kami meninggalkan hypermart, kami berempat berjalan beriringan sambil membawa belanjaan-belanjaan yang cukup banyak ini. Sesekali saat itu Andy membuat Vlog di saat kami sedang berjalan. Kamera smartphone-nya menyorotiku yang berada di samping Tony. Yang kutau Tony anaknya cukup anti dengan kamera, sehingga itu membuatnya tersenyum sambil merunduk. Kemudian kami berempat juga menyempatkan diri untuk selfie bareng dan bikin boomerang disana. Saat itu Tony dituntut untuk bisa eksis dan segan menuruti perintah-perintah nyeleneh teman-temanku.
"Ayo kak Ton, senyum dong." Kata Andy saat kami sedang selfie, lalu Tony pun tersenyum lebar saat itu. Bagiku senyum Tony nampak sok imut di kamera Andy.
"Hahaha, gak pa pa, lucu-lucu kok." Kata Andy saat melihat hasilnya, dan Tony pun menghirup nafas panjang sambil menahan tawa.
"Maklumin aja yah kak Ton, kalo kumpul sama temen-temen ya ginih, bawaannya harus alay dulu." Kata Andy.
"Oh-iya aku sampe lupa, kamu punya sosial media gak?" Tanya-ku pada Tony, dan dia pun menggeleng.
"Enggak, dulu pernah punya facebook pas masih sekolah, tapi udah lama gak kupake sampe lupa kata sandinya." Kata Tony, sejenak aku mengernyit heran, sambil merasa gak percaya.
"Masa sih kamu gak punya sosial media! kalo instagram? Masa iya gak punya juga?" tanyaku, dan Tony menatapku sambil menunjukkan tangan piece di dekatku.
"Bener Mel, aku sama sekali gak punya, kalo gak percaya liat aja isi Hp-ku, aku aja gak download apl-nya." Kata Tony sambil menyodongkan ponselnya ke diriku. Lantas aku mengambil ponselnya, sembari mengecek isi konten-konten dalam ponsel Tony, dan benar, dia sama sekali tidak mendownload apl sosial media apapun, yang kulihat cuman ada whatsapp. Sejenak aku terpikir untuk membuka WhatsApp-nya, yang terlintas dipikiranku sungguh aku merasa terlalu berlebihan. Isi percakapannya hanya sebatas masalah pekerjaan di kantor, serta dengan mama-nya, dan juga diriku. Lalu tak puas sampai situ aku juga membuka galeri di ponselnya, dan isi galeri foto Tony kebanyakan bergambar pemandangan, serta ada foto dia bersama mama-nya, dan tak luput juga ada fotoku yang bersamanya dulu saat di restaurant seafood, "Oke dehh." Pikirku.
"Sayang banget kak Ton kalo gak bikin akun sosmed, padahal kakak itu ganteng lho." Kata Andy.
"Udah gak pa pa, mending kayak gitu daripada bikin akun entar ketularan jadi alay." Kataku, lantas Eny tertawa sedang.
"Bukannya gitu Mel, sejak dulu aku memang gak suka sama sosmed, kalo Cuma sekedar foto-foto sih ya gak pa pa lah." Katanya, lalu aku terdiam menatapnya sembari berusaha untuk percaya akan ucapan Tony tersebut.
"Eh kamu sadar gak si kalau mereka yang borong belanjaan tadi itu kebanyakan orang China-china semua!" kata Eny, lalu Andy menanggapi.
"Udah biasa lah En, mereka itu kebanyakan takut sama korona, dan kebanyakan pasti juga mikir kalo entar ada kebijakan lockdown." Kata Andy.
"Moga-moga aja jangan sampe gitu lahh, udah cukup dua kasus aja." Ules Eny.
"Emang kamu yakin cuman bakal segitu? Kita tinggal tunggu aja lah entar kabar barunya kek gimana." kata Andy.
"Gak tau deh, tuh virus asalnya dari China, yang repot malah kita-kita, jangan sampe tadi stok belanjaan di sana abis karena mereka juga." Kata Eny.
"Haha, troublemaker banget sumpah mereka." kata Andy, dan aku sedikit melirik kearah Tony yang nampaknya dia juga ikut mendengar pembicaraan kedua temanku itu, namun Tony hanya diam saja sambil fokus berjalan di dekatku. Andai saja Eny dan Andy tau, kalau ada seseorang yang tersindir akan ucapan mereka.
Pada sosial media-ku yang selama ini kuikuti, terdapat akun gossip yang mengupdate tentang isu korona, dan kebanyakan di sana netizen menyerang dan membawa sebutan kata China sebagai objek kesalahan, dengan kata-kata mereka yang berbau sindiran keras, bahkan mengarah ke unsur rasis, aku sadar kalau diriku sendiri setuju soal pendapat mereka. Namun melihat Tony, aku seakan beranggapan bahwa tak semua apa yang mereka katakan itu benar. Aku hanya menaruh rasa simpatik saja terhadap Tony dan keluarganya, yang baik dan peduli, dimana dari mata mereka terdapat darah keturunan China.
"Kita langsung pulang aja ya Mel, udah malem soalnya." Kata Eny saat kami sudah dekat menuju ke parkiran kendaraan.
"Ya tentu lah En." Sahutku.
"Kamu bareng sama Tony kan ya?" Tanya Andy, aku mengangguk, lalu dari belakang mereka berdua, sepintas aku terkejut saat melihat pemuda yang mirip banget seperti Bastian, di luar parkiran motor sana aku melihat orang itu sedang memarkirkan kendaraan, berboncengan bersama seorang laki-laki. Sontak aku langsung menegur Eny di depanku.
"Ehh En, itu kan Bastian!" Kataku di depannya sambil menunjukkan kearah belakang Eny, spontan Eny langsung berbalik arah, begitu pula dengan Andy. Dan kami semua melihat Bastian sedang jalan bersama seorang laki-laki dan hendak memasuki mall ini lewat pintu masuk. Sejenak aku mengernyit, mencoba untuk mengoreksi barang kali itu bukan orangnya.
Namun postur tubuh-nya, serta tinggi badannya, ditambah gambaran wajahnya saat dia melintas di seberang sana, sudah kupastikan kalau itu memang benar orangnya, yang berjalan dengan seorang laki-laki, dan mereka bergandengan tangan, lalu mereka saling berangkulan satu sama lain. Ekspresiku hanya diam dan khawatir soal kondisi Eny, lalu sejenak Andy berkata.
"Tadi benarkan dia bilangnya suspek ketemuan sama klien?" kemudian Eny tertawa sedang.
"Udah deh biarin, yuk kita pulang aja ya." Kata Eny, lalu saat itu kami mulai pulang, dimana diriku masih menyisahkan perasaan khawatir pada Eny, pikirku aku akan bahas ini nanti saja, karena aku tau saat ini kondisi-nya sangat tidak memungkinkan.
Ketika aku sudah berada di dalam mobil Tony, aku sangat merasa bersyukur karena aku diantar olehnya menggunakan mobil. Dengan begitu barang belanjaanku ini akan lebih mudah dibawa sampai ke kantor.
"Mulai besok, kamu aku anter kerja ya Mel?." Tiba-tiba Tanya Tony saat mobilnya telah berjalan.
"Tapi kamu juga harus nganterin adikku sekolah juga." Balas-ku, dan Tony tersenyum.
"Pasti dong, pokoknya mulai saat ini aku siap jadi supir-mu Mel." Kata Tony. "dan aku ingin selalu dekat sama kamu." Imbuhnya, dan aku menatapnya, sekaligus baru sadar kalau dilihat dari samping dia rupanya tetap manis.
"Sama kok, aku juga." Balasku. Kemudian mobil Tony melaju pelan dan santai, dan itu membuatku seolah enggan mengakhiri perjalanan ini.
"Ton." Kataku. lalu dia menatapku sejenak.
"Boleh enggak aku pegang tanganmu?" Kataku, dan dia tersenyum, lalu tangan kirinya melepas pegangan stir mobil untuk mendarat tepat di sampingku.
"Peganglah." Balasnya, maka kupegang tangan Tony saat itu, selagi dia menyetir mobil ini dengan pelan di jalan yang amat lengang ini.
Sesampai di kantor, dia tetap membantu dan mengantarkanku sampai ke parkiran motor dengan membawa barang belanjaanku. Disana Tony merapikan barang-barang itu untuk bisa tertata rapi di Shine. Sungguh bentuk perhatiannya tak jauh beda dengan bentuk perhatian ibu padaku, bahkan melebihi itu.
"Terima kasih ya Ton." Kataku, dia nampak terengah-engah saat selesai merapikan semua itu, dan aku melihat tetes keringat di dahinya karena kelelahan menuruti semua kehidupanku ini.
"Aku jadi banyak ngerepotin kamu nih." Kataku.
"Ngomong apa sih, udah deh, aku malah khawatir kalau nanti ada apa-apa dijalan karena barang-barangmu natanya kurang rapi." Katanya. lalu aku memasang slayer beserta helm. Saat itu juga dia meniatkan diri untuk ikut memasangkan helm ini, hingga aku ada rasa grogi tepat di saat itu.
Suasana sepi dan sudah malam, nampaknya aku kesulitan untuk menyatukan tali pengerat helem-ku ini, sampai pada saat itu Tony juga ikut turun tangan untuk membenarkannya, dan dia berhasil menyatukan pengerat itu. Namun lagi-lagi grogi itu muncul, dan seketika itu aku langsung cepat-cepat menyalakan Shine. Lampu depan motoku menyala terang, dan aku berpamit padanya.
Ya"Aku pulang ya!" kataku.
"Entar kalo udah sampe rumah kabari yah." Katanya, dan aku mengangguk. Kemudian Shine kukendarai sambil kutengok Tony lewat kaca spion, dan dia masih tetap berdiri memantau diriku sampai lajuku menjauhinya.
Sesampai aku di rumah nenek, Jojo langsung kusuruh untuk istirahat dan tidur. Setidaknya dalam seharian ini dia sama sekali tidak mengajakku berbicara, mungkin dia masih ngambek kepadaku. Saat itu aku memeluknya dari belakang ketika kami berdua rebahan di atas ranjang, dan kucium kepalanya.
Rambut Jojo terasa harum di hidungku, ibu merawat adikku ini dengan penuh kasih sayang, dan aku sendiri masih merasa bersalah soal kemaren yang tidak membawanya pulang ke sini.
"Kamu masih marah ya Jo?" kataku yang berada di belakangnya sambil mengelus-elus kepala Jojo. Lantas Jojo diam saja.
"Kok gak dijawab sih?" tanyaku.
"Pokoknya belikan aku Hp dulu, baru kakak aku maafin." Katanya, kemudian aku sedikit mengernyit.
"Iya deh kakak belikan besok, tapi Hp android yang biasa aja yah, jangan yang bagus-bagus, entar malah dirampas sama gurumu." Kataku, dan dia Cuma mengangguk saja, seperti tidak ada niat untuk antusias dengan jawabanku. Kemudian diriku mencoba berganti ke topik yang lain.
"Jo, mulai besok, kamu kakak kenalin ke seseorang ya?" tanyaku sambil masih mengelus-elus rambutnya.
"Dia itu temen kakak, anaknya baiiik banget, dan mulai besok kita berangkatnya dianter sama dia, kamu mau kan?" kataku, dan lagi-lagi Jojo hanya diam saja.
"Orangnya baik dan asyik kok, kamu pasti betah kalo main-main sama orangnya," kataku. sejenak diriku penasaran terhadap ekspresi adikku tersebut, yang tidak ada respon sama sekali, maka saat itu juga aku beranjak menengoknya sejenak, dan rupanya dia sudah tertidur pulas.
"Astaga, teganya diriku mengganggu anak sedang tidur." kataku dalam hati, sampai saat itu diriku lupa untuk kasih kabar ke Tony kalau aku sudah sampai rumah dan sedang tidur bersama Jojo. Kemudian kuambil poselku, dan langsung ku-ketik pesan whatsapp untuknya dengan kata.
"Aku udah sampai rumah nihh, capek banget, aku tidur dulu yahh." Kataku, dan secepat kilat dia langsung membalasku.
"Iya sayang, mimpi yang indah ya." Dengan emoticon love.
Aku tersenyum dan tidak sabar menunggu besok pagi.
Saat di pagi harinya itu, bunyi pekok ayam tetanggaku bergeming begitu kencang, tentunya aku sudah bangun lebih awal dan memasak segala masakan. Nenekku sampai melihatiku dan dia bertanya padaku.
"Kamu masak banyak banget Mel." Katanya.
"Iya Nek buat bekalku sama Jojo, ini aku juga masakin buat nenek juga kok." Kataku.
"Kamu kemaren abis belanja apa aja Mel?" Tanya Nenek.
"Macem-macem sih, buat stok sampe sebulan." Kataku, lalu nenek sejenak sambil mencicipin masakanku. "Emm Enak." Katanya sambil tersenyum.
"Nek tau gak si kalau pagi ini aku bakal dianter Tony untuk nganter Jojo ke sekolah, sekaligus nganterin aku berangkat kerja juga." Kataku di dekatnya supaya nenekku kedengaran.
"Oh-ya? Siip, nenek kangen lho sama dia, kemaren ketemunya cuman sebentar aja sih." Kata Nenek, dan aku begitu senang mendengar jawabannya.
"Hehe, selagi dia menawarkan diri untuk jadi sopir pribadiku, makanya Nek aku masak banyak buat bawain bekal dia jugak." Kataku, dan nenekku tersenyum lebar saat itu.
"So sweet banget kamu Mel," katanya.
"Iya dong, Ehh ngomong-ngomong tadi pas nenek incipin rasanya enak kan?" tanyaku.
"Enak Kok Mel, rasanya pas banget." Jawab Nenek.
Lantas saat itu juga kami berdua mendengar deru suara mobil mendekati rumah ini. dan jantungku seketika berdebar.
"Tiin, Tin~~." Bunyi klakson dari mobil itu.
"Nah itu pasti dia." Sahut nenek.
Bersambung..
Berlanjut ke Chapter 18...