Chapter 8 - Bab 8

Senin, 17 February 2020

Setasiun televisi berita sedang ramai memuat topik perkembangan virus corona yang masih melanda di Negara China. Dalam berita tersebut mengungkapkan bahwa jumlah korban jiwa sudah mencapai angka seribu enam ratus lebih, dengan kasus positif sebanyak tujuh puluh satu ribu lebih yang mayoritas-nya dialami oleh Negara tersebut.

Tidak sampai di situ saja, pada berita itu juga membeberkan kasus kematian akibat virus corona diluar Negara China yang kini dialami oleh Prancis. Hal tersebut membuat negara Prancis menjadi Negara ke empat atas meninggalnya korban jiwa akibat virus corona yang sebelumnya dialami oleh Finlandia, Hongkong, dan Jepang.

Pada area Hall kantor ini, aku tak cukup menyimak terlalu banyak soal berita tersebut, sebab aku dalam kondisi bekerja, kulihat kantorku juga sudah dalam keadaan ramai akan tamu pengunjung. Rasanya sudah tak ada waktu lagi untuk bersantai.

Pada siang harinya, hujan pun turun dengan amat deras, aku membantu Amir untuk mengepel lantai di luar pintu masuk pengunjung demi meminimalisir noda becek yang masuk di ruangan kantor ini. Hal itu membuatku harus tetap terus stand by berada di sana sampai hujan benar-benar sudah reda.

Sebenarnya sejak awal aku bekerja disini, aku seringkali suka mengamati para pengunjung-pengunjung yang datang disini, entah kenapa seperti ada sesuatu yang memang harus diamati, mulai dari pengunjung yang ramah, pengunjung yang suka komplain, pengunjung yang peduli, bahkan pengunjung yang perilakunya agak jorok.

Aku kerap melihat beberapa pengunjung yang suka usil untuk mengambil beberapa jajan cemilan yang ditaruh di tengah-tengah antrian dengan jumlah yang banyak sampai habis, apalagi kalau ada anak kecil yang terkadang suka coret-coret kursi antrian, dan membuang sampah sembarangan, dan itulah yang berhasil membuat gejolak-gejolak emosi dari hati yang paling dalam ini sedikit kambuh.

Tapi meskipun begitu, aku hanya bisa bersyukur karena hal itu ada pada diriku yang bertugas untuk membersihkan semua yang kotor. Meskipun ada rasa malu tersendiri apabila ada seseorang yang sepantaranku justru berpenampilan lebih eksentrik dariku.

Terkadang Amir kerap memberiku support soal hal-hal yang kuanggap patut untuk kukembangkan, namun terkadang dia juga suka nyinyir apabila hal tersebut itu gagal. Contohnya saja seperti memasak. Aku punya rencana untuk membuka bisnis salad ketika sesudah gajian nanti, dan dia sempat menanyaiku soal resep salad tersebut dan memberikan beberapa tester padanya. Sesekali dia percaya dan mendukungku. Namun saat diriku disuruh membelikan buah blewah pesanan orang dalam, aku malah salah fokus dan membelikannya buah timun mas, sebab bentuk irisan dari kedua buah tersebuh amatlah mirip.

Tetapi Amir ialah salah satu teman di kantor ini yang sangat mengerti akan diriku, dia tau di saat-saat diriku merasa capek dan butuh untuk istirahat, serta tau disaat aku sudah makan atau belum, karena pekerjaan di sini sangat membutuhkan yang namanya kerja sama, sehingga kami saling melengkapi satu sama lain.

Ketika sore hari telah datang, aku dalam posisi di dalam gudang untuk mencari hiasan imlek yang bisa digunakan untuk merias kantor ini. Amir selaku karyawan yang sudah lama bekerja disini tentunya sudah tau betul dimana letak hiasan-hiasan itu disimpan.

Kemudian setelah itu kami berdua merias setiap sisi-sisi ruang hall ini bersama. aku akui Amir sangat jago merias ruangan. Dialah yang naik ke tangga untuk memasang rombe-rombe beserta lampion imlek, sedangkan diriku dengan polosnya hanya berani memegangi tangga itu supaya tidak terpeleset.

Kami hanya butuh waktu setidaknya satu jam untuk menghias ruangan hall ini, dan kemudian aku kembali ke gudang untuk merapikan barang-barang bekas yang hendak Amir jual ke pasar loak besok.

Jujur saja, di kantor sini banyak barang-barang bekas yang tiap bulannya bila dikumpulkan mampu untuk laku dijual di pasar loak, contohnya saja sepeti kardus, kertas-kertas bekas, wadah roll poster yang sudah kadaluarsa. Semua itu bisa laku apabila sudah terkumpul banyak.

Aku sudah dapat setengah dalam membereskan barang-barang itu, dan ditambah hiasan imlek tadi sudah terpasang semua. Mungkin waktunya kami berdua untuk pulang.

Saat itu aku sempat mendengar bahwa ada sesi wawancara dalam sebuah stasiun televisi berita yang membahas soal topik virus corona, dalam sesi wawancara itu mengatakan kalau virus tersebut seperti virus sars dengan gejala mirip seperti pneumonia, flu, dan demam.

Kabar baik dari berita itu cukup membuatku tenang, yaitu Indonesia masih negativ soal paparan virus tersebut, tapi saat itu aku tiba-tiba dipanggil oleh seorang petinggi perusahaan, dan dia menyuruhku untuk masuk kedalam kantornya.

"Namamu Amel anak baru itu ya?" Kata Pak Hamid selaku kepala manager kantor ini.

"Iya Pak, ada yang bisa saya bantu Pak Hamid?" kataku.

"Mel, kamu bisa carikan saya stok masker dan handsinitizer untuk persediaan kantor ini?" kata Pak Hamid, lantas aku tersenyum dan mengangguk.

"Bisa lah Pak, emangnya Bapak mau beli berapa?" kataku dengan santainya.

"Bagus, saya mau kamu beli dua pack untuk masker, lima botol untuk handsinitizer, sama kalau ada tolong carikan sarung tangan medis juga, saya butuh dua pack yang all size." Katanya, lantas Pak Hamid mencatat hasil pesanannya itu di kertas.

"Ini aku kasih catatan ya Mel, supaya kamu gak salah paham, oh iya aku kasih kamu uang satu juta buat beli semua itu, uangnya saya transfer saja yah ke rekeningmu? Boleh Bapak minta nomor Rekeningmu?" katanya dengan nada yang cukup serius, kemudian aku mengernyit untuk membalas pertanyaan itu.

"Maaf pak, apa gak kebanyakan uangnya segitu?" kataku.

"Buat jaga-jaga aja kalau nantinya uangnya kurang." Katanya, lantas dalam benakku ini bisa jadi makanan empuk bagi Amir. Dengan santainya diriku mengiyakan perkataan Pak Hamid.

"Iya Pak, nomor Rekening saya, akan saya kirim ke wa Bapak yahh?" tanyaku, dan Pak Burhan tersenyum lebar kearahku.

Sore ini menjadi waktu yang super sibuk bagiku, dan setelah diriku merapikan gudang, aku mulai pulang dan meninggalkan kantor ini. Sebenarnya aku ingin berbicara soal apa yang disuruh Pak Hamid tadi kepada Amir, namun pikirku lebih baik kusampaikan nanti saja, atau setidaknya besok, rencanaku ingin mencari barang-barang itu sendiri di sore ini sepulang diriku bekerja. Aku akan mampir di apotik sebentar, dan singgah ke Royal sebab diriku sangat ingin mengajak Eny dan Andy untuk hang-out malam ini.

Shine kukendarai sampai menuju di sebuah apotik, dan disana nampak ramai oleh pengunjung, sesekali aku menyerobot beberapa orang untuk sampai ke petugas apotik tersebut.

"Kak, ada masker sama handsinitizer?" tanyaku, dengan cepat penjual di apotik itu membalas.

"Kosong." Kemudian aku mengernyit dan merasa kesal. Tak menyerah sampai di situ, aku mencari di apotik sebelah, dan dengan santainya aku bertanya soal masker dan handsinitizer, namun jawaban mereka pun tak beda dengan toko apotik yang pertama tadi yaitu "Kosong."

Lagi-lagi aku tak mau menyerah. Aku terus mencari toko apotik lain yang barang kali masih menjual barang-barang itu di tokonya, dan jangankan diriku bertanya pada si penjual, dari depan apotik-nya saja sudah tertulis.

"Maaf, Masker dan Handsinitizer Kosong."

Pada saat itu aku mulai menyerah dan merasa capek, mungkin aku perlu mencari toko apotik besar seperti kimia farma mungkin? Atau gerai apotik lainnya yang mempunyai kelengkapan yang bagus. Kemudian aku menghubungi Eny saat itu juga dan mengajak mereka untuk pergi ke Royal malam ini.

"Hallo En? Kamu sekarang posisi dimana?" tanyaku padanya.

"Aku mau otw pulang nihh, kenapa sore-sore gini telpon? Mau ngajak hang-out yahh?" Tanya Eny.

"Iya nihh, kita ke royal yukk, ada yang mau kuomongin nihh." Kataku, lalu Eny pun terdengar tertawa sedang.

"Oke lah, bentar ya aku ngajak Andy dulu." Katanya.

"Oke, aku tunggu di food court seperti tempat yang biasanya yahh?" tanyaku.

"Yup." Jawabnya, dan sambungan kami selesai.

Saat kami sampai di Royal, singgahan kami ialah di istana es food court yang menjual minum-minuman segar dengan porsi yang besar dan harga yang ekonomis. Kali ini Eny nampak membawa seseorang selain Andy untuk diajak nongkrong di sini. Kami berempat pun akhirnya duduk di sebuah tempat yang berpapasan langsung dengan jendela luar.

"Kita duduk di sini aja yahh." Kata Eny sambil tersenyum.

"Mel, nihh kenalin, yang selama ini kita bicarakan itu tuhh." Kata Andy, akupun terkejut dan tersenyum, pipi Eny seketika memerah.

"Ohh jadi ini yang namanya Bastian? Bener kan?" tanyaku, Eny sekejap nampak bahagia sambil senyum-senyum, lalu tangan dari cowok itu mengulur ke diriku untuk berkenalan.

"Iya, aku Bastian, ehh temen-nya Eny sama Andy," katanya dengan suara yang agak polos.

"Aku Amel, lagian gak usah pake malu-malu kale, hehe," kata-ku.

"Iya Mel, mereka masih berteman, anggota grup kita nambah satu lagi yahh, Fix sama Bastian mulai sekarang." Kata Andy. Kemudian diriku menepis.

"Iya dehh teman, btw kalau pacaran juga gak masalah kok." Kataku. Kemudian minuman es pesanan kami pun datang.

"Ayo teman-teman, saat nya kita serbu es-nya." Kata Eny, "Umm enak nih." dan dia mengambil dua mangkuk kecil.

"Ini yank aku ambilkan, mau pake topping?" Tanya Eny pada Bastian, dan diriku tersenyum mendengar kata "yank." Dari mulut Eny tersebut.

"So sweet banget si kalian berdua ini, aku jadi speechless lho." Sahut diriku saat itu juga.

"Amel juga mau aku ambilin?" Tanya Eny, lalu Bastian tersenyum. Kurasa Bastian dan Eny memiliki wajah yang agak mirip, serta postur tubuh yang sama-sama gendut, namun Bastian orangnya cukup tinggi.

"Aku ambil sendiri aja En, oh iya, kamu sama Bastian sudah kenalan berapa tahun si?" tanyaku. Mereka berdua mikir-mikir.

"Kayaknya satu tahun ini ya?" kata Eny sambil menatap Bastian.

"Iya bener, setahun Mel kita udah saling kenal," jawabnya.

"Asli orang mana?" tanyaku, sambil minum es.

"Em Surabaya juga, kita sama-sama Surabaya semua kan?" kata Bastian. Andy mengangguk.

"Iya sih, kalo aku liat-liat itu yahh, kalian itu cocok banget lho, aku sampai gak abis pikir kalau kamu ngajak Bastian kesini En, aku jadi ikut seneng." Kataku,

"Ohh Amel cintaku, makasih banget yahh, Oh iya yank, aku lupa, Amel ini udah jadi teman lama aku lho, soalnya dulu kita duduk di bangku Sma bareng." Kata Eny, Bastian pun mengangkat alis.

"Oh ya? Kalau hang-out sama Eny terus pasti suka makan-makan juga ya? Awas entar jadi gemuk lo!" Kata Bastian.

"Hehe, sebenernya macem-macem sih. kita tuhh ya kalau hang-out itu suka belanja-belanja, foto-foto sambil bikin video, sama makan-makan gitu dehh." Kataku.

"Yank, Amel sama Andy ini pinter bikin vlog lho, dan mereka juga yutuber yang suka bilang Hi guuuysss, haha." Seru Eny pada Bastian, dan aku pun tersenyum.

"Wah bagus tuh, kenapa gak buat podcast aja?" Tanya Bastian.

"Gak ada dananya, perlu modal buat bikin konten." Kataku.

"Selain itu juga siapa yang mau diajak colab?" sahut Andy.

"Oh iya, niat aku kesini itu sekalian sama mau ngomong soal masker sama handsinitizer, aku itu bingung tau gak si nyarinya dimana?" kataku pada akhinya yang membahas topik masker.

"Waduuh, kamu cari buat apa Mel." Tanya Bastian.

"Buat kantor, tadi aku sempat disuruh bos-ku buat beli itu, tapi pas aku nyarik di apotik, banyak yang kosong." Kataku.

"Iya Mel, sekarang masker sama handsinitizer itu langkah banget." Kata Bastian.

"Masa sih yank? Padahal korona masih belum masuk di Indonesia lho."Kata Eny.

"Gini aja deh Mel, besok coba aku tanyain ke temenku, barang kali temenku bisa bantu, dia itu punya usaha toko kimia, yah mudah-mudahan saja masih ada stoknya." Kata Bastian. Lantas diriku merasa lega. Kemudian saat itu juga kuberi nomor telfonku kepadanya, berharap supaya dia bisa mengabariku apabila barangnya masih ada.

Bersambung…

Berlanjut ke Chapter 9...