Chapter 7 - Bab 7

Minggu, 16 February 2020.

Andy sedang mengadakan siaran langsung pada instastory-nya. Saat itu kami kebetulan berada di taman wisata mangrove yang kini dalam keadaan ramai oleh pengunjung.

Dengan penuh gaya dan ekspresi kami bertiga, diriku mampu tampil nyentrik dengan style baju hip-hop dan rambut bergelombang ini. Meski di tengah keramaian pengunjung, Andy tetap asyik live di Instagramnya.

"Oke teman, sekarang aku lagi bersama dengan kedua saudaraku yang sangat aku cintai ini nih, dan mereka mau ku-kasih pertanyaan seputar kisah mereka, jadi jangan ke mana-mana dulu yahh." Kata Andy yang terdengar amat nyeleneh. Aku dan Eny hanya senyum sambil menghadap ke kameranya.

"Kalian siap ya dengan pertanyaannya?" Tanya Andy, "Entar kalau gak berani jawab, mereka berdua harus makan buah durian yang sudah aku siapin di sini guys." Katanya sambil menunjukkan buah Durian tersebut.

"Oke, pertanyaan pertama adalah, Amel, seandainya kamu punya pacar, kamu lebih pilih hang-out bareng kita apa hang-out bareng pacar? Pilih salah satu." Kata Andy, lantas diriku tersenyum lebar.

"Itu sih pertanyaan yang mudah banget, karena aku masih belum punya pacar, jelas aku milih hang-out sama kalian, tapi kalau aku sudah punya pacar, why not? Ya jelas lah aku hang-out sama pacar aku." Jawab diriku, Eny langsung meresponnya dengan tepuk tangan.

"Oke sekarang giliran Eny, kalau semisal kamu deket sama Bastian si supervisor itu, coba jelaskan mengenai kepribadiannya yang kamu suka sampai yang gak kamu suka." Kata Andy, lantas Eny seketika langsung mengernyit.

"Apaan sih! Aku masih belum jadian kale, ya-mana kutau?" Kata Eny, kemudian Andy membalas.

"Tapi setidaknya kamu sudah tau karakternya kan, udah tinggal jelasin aja karakter dia mana yang kamu suka sampai yang gak kamu suka." Kata Andy.

"Aduhh gimana ya?..... Kayaknya yang aku suka dari dia itu baik, sopan, terus mapan jugak. Ehmm mungkin yang agak kurang itu gemuk-nya kali yahh, tapi gak papa jugak sihh, aku suka cowok gemuk kok, udah itu ajah." Kata Eny.

"Baik lah, sekarang giliran Amel, diumur 19 tahun ini, sudah berapa banyak mantan yang kamu punya dan sebutkan siapa saja namanya, dan katakan siapa yang paling buruk sifatnya." Kata Andy.

"Kok gitu amat ya pertanyaannya? Emm yang jelas sih aku belum pernah pacaran." Kata-ku, lalu Andy dan Eny pun kompak berseru.

"Jangan boong, harus wajib dijawab, kalau nggak mau jawab harus makan duren." Kata Andy.

"Aduhh, siapa yah? Masa sih aku harus sebutin semua? Okelah dia namanya..... Emmm, gak tau ahh gak mau nyebut, aku makan durennya aja dehh." Kata-ku sambil tertawa, lalu kuambil segenggam duren tersebut dan kumakan saat itu juga, sontak mereka berdua langsung bersorak, dan kepalaku terasa pusing.

"Hahaha, yeeey, gak apa Mel, enak incipin duren yah timbang bahas kelakuan mantan." Kata Andy.

"Dasar kurang ajar kamu An." Ules-ku.

"Oke kembali ke Eny, ini harus dipilih salah satu ya, dan pertanyannya yaitu, kamu punya dua adik, yaitu Apan dan Nauval, diantara mereka siapa yang paling kamu sayang." Kata Andy.

"Haahh? Ya aku sayang kedua-duanya lah, gimana sih pertanyaannya?" kata Eny.

"Harus tetep pilih salah satu En." Kata Andy.

"Enggak deh, aku gak bisa milih mereka salah satu, mending aku makan duren aja yah." Kata Eny, lalu segenggam duren itu Eny makan di saat itu juga.

"Gimana sih? Gitu aja udah nyerah, yaudah guys kita sampai sini dulu ya siaran live-nya, thank you udah mau liat, bye." Tutup Andy pada live story-nya. Dan kami bertiga kemudian memakan duren tersebut bareng-bareng di tepian pohon yang rindang dan sejuk ini, sambil berlesehan di rerumputan liar.

"Kamu tau gak sih kalau sekarang itu ramai soal berita korona." Kata Andy sambil santai makan duren dan melihat hp.

"Halah, gak usah didengerin." Jawab santai Eny sambil menikmati angin sepoi-sepoi.

"Yang penting kan gak sampai masuk ke Indonesia." Kataku sambil membujurkan kaki.

"Cuacanya hari ini cerah ya, angin-nya seger." Kata Eny.

"Iya, sekali-sekali kita jalan-jalan di tempat terbuka seperti ini, dari pada di mall terus, cepet abis uang-ku." Kata Andy.

"Oh iya guys, kalian tau gak sih restorant seafood di jalan manyar? disana itu tempatnya bagus banget dan dalemnya itu banyak spot-spot foto yang kece-kece gitu, aku jamin kamu pasti sukak deh An." Kataku,

"Kita belum pernah ke sana sih, emang kamu pernah?" kata Andy.

"Ya pernah lah kemaren pas hari Jum'at, kalau belum pernah ngapain aku ngomong kayak gini, tapi kayaknya itu gak mungkin deh, soalnya harga makanan-nya mahal banget." Kataku, kemudian diriku membuka ponsel, lalu kutunjukkan fotoku saat diriku berada di restoran itu.

"Nih aku punya fotonya." Kataku, dan mereka berdua melihat foto-ku tersebut. Kemudian Eny langsung menatapku.

"Itu kamu kesana sama siapa Mel?" Tanya Eny.

"Sama temen kantor, jadi kejadiannya kemaren itu aku nemuin dompet temen aku yang ketinggalan di toilet, sumpah, dia itu orangnya ceroboh banget, masa iya sih dia itu ninggalin dompet di toilet sampe dua kali? Untung aja aku yang nemuin, coba kalo orang lain pasti udah lenyap tuh dompet." Kataku.

"Oh ya? Emang pas kamu liat isi duit dalam dompetnya berapa Mel?" Tanya Eny.

"Aku gak sempet liat terlalu pasti sih, mungkin sekitar tiga ratus ribuan." Kataku.

"Cukup banyak juga ya Mel, tapi kenapa gak kamu ambil aja sekalian duitnya, kan lumayan." Kata Andy.

"Ngawur, ya jangan lah, kan itu masih di ruang lingkup Perusahaan, yang tau malah entar kena kamera cctv langsung panjang urusannya." Sahut Eny.

"Tapi aku orangnya gak gitu sih, lagian Pas aku berikan ke anaknya, ehh seketika aku langsung diajak makan di restoran itu." Kataku.

"Yah wajar aja lah Mel, dia udah dua kali ninggalin dompetnya, dan ditambah kamu yang udah dua kali nemuin dompetnya, itu sih kamu layak dapet giveaway." Kata Andy, lalu Eny pun tersenyum.

"Iya juga sih, tapi aku yakin dia itu orang baik kok." Kataku.

"Emang orangnya cewek atau cowok sih Mel?" Tanya Eny sambil bersandar di pohon.

"Cowok, masih muda sih, umur dua puluh dua tahun, dan kamu tau? Dia masih belum punya pacar." Kataku.

"Oh ya? bagus dong, kamu baikin aja Mel anak-nya, siapa tau lama-lama bakal nembak kamu." Kata Eny, lantas saat itu aku mengangkat alis.

"Nembak? Masa sih bakalan nembak?" kataku.

"Bisa jadi kan? Lagian kalau menurut aku ya Mel, kamu ini anaknya cantik lho, terus polos, baik, dan feminim, banyak tau cowok-cowok yang suka sama tipe-tipe kayak kamu gini." Kata Eny. Kemudian aku tersenyum mendengar itu.

"Owhh makasi ya pujiannya, lebih tepatnya kita bertiga juga cantik kok." Kataku. Lalu Eny dan Andy merespon dengan senyuman, dan saat itulah aku teringat sesuatu.

"Ehh tunggu sebentar deh, kayaknya dia gak mungkin kalo gak punya pacar." Kataku sambil mengingat sesuatu. "Soalnya pas aku lihat isi dompetnya itu kayak ada surat kecil yang tulisannya seperti mengharapkan seseorang gitu." Imbuh-ku, lantas Andy dan Eny pun mengernyit.

"Entahlah, masih sulit untuk dijelaskan." Kataku.

"Yasudah Mel gak pa pa, toh gak ada salahnya kan kalo kamu tetep baikin dia? Kalo emang jodoh gak bakal kemana kok." Kata Andy.

"Btw emang nama cowok itu siapa sih?" Tanya Eny, ketika diriku mendengar pertanyaan itu, entah kenapa seketika ada sesuatu yang menggelitik hatiku, seolah diriku tak mau menjawabnya, namun rasanya ingin untuk mengungkapkannya. Entahlah, kenapa percakapan ini malah mengarah sampai ke situ? Hingga dengan kusengaja akhirnya terucap juga dari mulutku.

"Namanya Tony." Kataku.

"Amel dan Tony," kata Andy sambil memejamkan mata.

"Kayaknya cocok banget kok Mel, aku bayanginnya di surat undangan Marriage, Amel dan Tony, udah deh siip." Kata Andy.

"Kamu ini ngomong apaan si An, lebay banget." Kata Eny, dan aku pun tertawa mendengar itu.

Waktu hari mingguku saat ini habis sudah untuk kujalani bersama Eny dan Andy, ibuku pasti sedang menungguku di rumah agar supaya bisa cepat-cepat pulang untuk mengantarkan masakan yang telah di pesan nenek-ku.

Akhirnya aku sampai di rumah kontrakan ibuku tepat pada pukul enam sore. Di sana kudapati semuanya sudah siap, seperti seragam sekolah Jojo, serta makanan nenek berupa sup dan perkedel yang sudah terbungkus oleh rantang dan hanya tinggal dibawa saja.

"Lebih baik segera cepat pulang keburu kemalaman dan hujan." Kata ibuku.

"Diluar cuacanya cerah, gak mungkin hujan." Kataku. lalu ibuku menatapku sambil cemberut, dan mulai membawakan sebagian barang-barang itu untuk ditaruh ke Shine. Lalu kami bertiga keluar untuk menata semua itu bersama-sama.

Dan saat kami berada pada halaman depan kontrakan ibuku, seorang laki-laki yang pernah diceritakan ibu dulu itu kulihat sedang keluar dari rumahnya.

"Oke, pelan-pelan kalau menaruh seragamnya, entar tas kreseknya jebol." Kataku.

"Ibu sudah tau, sini berikan yang satunya." Kata Ibu, dan kuberikan barang itu padanya untuk ditata di depan sepeda motor matik-ku. Ibuku orangnya begitu perhatian soal seragam-seragam itu, dimana nantinya akan dipakai Jojo untuk sekolah.

Setelah semuanya sudah tertata rapi, mulailah aku untuk menuntun Shine hingga ke depan gapura gang perkampungan ini. Sebab di dalam kampung tempat ibu-ku mengontrak ini dilarang menyalakan sepeda motor karena diwajikan untuk turun.

Saat itu kulihat lelaki itu juga ikut berjalan tepat di samping kami bertiga, namun dengan jarak yang lumayan berjauhan. Aku benci menuntun Shine, sebab banyak terisi barang yang membuatnya terasa berat.

Sejenak aku menduga kalau lelaki itu menatap kearah kami, dan sesuai dugaanku, kalau ibuku mulai menyapanya.

"Mau kemana?" Tanya ibuku.

"Oh tante, mau cari makan diluar." Katanya. Ibuku adalah tipikal orang yang penyapa, dia tak bisa bersikap cuek terhadap orang sekitar yang sengaja dia lintasi. Pasti selalu ada saja yang dibuat pertanyaan atau hanya cuman sekedar ucapan permisi. Berbeda jauh dengan diriku yang cenderung cuek dan tak peduli dengan orang sekitar yang kulintasi. Namun kalau diperkampungan ini, mau tak mau aku harus mengikuti sifat ibuku.

"Buat makan malam ya?" Tanya ibuku.

"Iya tante." Jawabnya, "Itu anak tante ya?" Tanya lelaki itu.

"Iya, dua anak ini ialah anak tante, yang nuntun sepeda itu anak pertama, dan yang masih kecil ini anak kedua." Jawab ibuku, lantas diriku mencoba untuk tetap fokus menuntun Shine sampai ke depan gapura.

"Oh gitu, masih sekolah semua ya?" Tanya laki-laki itu, lantas sejenak diriku dari belakang di senggol sedikit oleh ibu-ku.

"Itu lho Mel, ditanyain." Bisiknya, dan seketika kujawab.

"Oh enggak, aku udah lulus dan udah kerja, kalau adikku ini yang masih sekolah kelas empat Sd." Kataku yang sambil fokus menatap ke-depan.

"Dia barusan lulus Sma, dan alhamdulilah sudah dapat pekerjaan." Kata ibuku.

"Wah, syukurlah, sudah bisa bantu orang tua ya?" Kata lelaki itu.

"Iyah, pokoknya dijalani saja, yang penting dapat pengalamannya." Kata ibuku. Kemudian tak terasa kami sudah berada pada gapura depan perkampungan ini, dimana saat-nya Shine boleh untuk dinyalakan.

"Mel, ngomong-ngomong dia ini lho yang pernah ibu ceritain ke kamu kalau sering bantu bawain belanjaan ibu di pasar." Kata ibuku pada akhirnya yang membahas soal lelaki itu. Kemudian ekspresiku seketika tersenyum, membalas tegur ibuku untuknya.

"Ini yang namanya Amel, dan adiknya ini namanya Jojo, kenalan dulu gih Mel." Ucap Ibuku, dan sepintas itu, aku mulai berkenalan padanya.

"Amel," kataku sambil tersenyum tipis, dan dia menjawab.

"Dio." Kami sambil menatap satu sama lain.

"Anak tante cantik ya." Katanya, lantas ibuku tertawa sedang, seolah terenyuh dengan perkataan Dio.

"Ya iya dong, anak tante gitu lho." Kata Ibuku, lalu sejenak diriku juga ikut tersenyum mendengar pujian dari lelaki itu.

Bersambung....

Berlanjut ke Chapter 8...