Chapter 4 - Bab 4

Kamis, 13 Februari 2020

Aku duduk sambil memandang tembok kamarku yang telah kuhias dengan rombe-rombe sebagai banckground pembuatan video vlog-ku. Hidup ini seperti tak ada arah apabila tanpa kamera.

Rasanya aku ingin membongkar saja hiasan-hiasan itu supaya kamarku terlihat bersih. Namun malam ini aku sangat capek karena barusan pulang menjemput Jojo dari kontrakan Ibu-ku.

Kurasa dari pertama diriku datang di rumah ini terasa sepi, biasanya Nino ada di ruang tamu sedang ramai bersama kedua orang tuanya.

Aku melepas jaket dan setelah itu berjalan ke ruang dapur untuk menemukan makanan yang bisa dimakan untuk malam ini. Dan tak kusangka, di sana aku menemukan nenek yang sedang duduk di meja makan, dia kulihat sedang merenung.

"Lho, kenapa nek?" tanyaku, nenek menoleh menatapku.

"Sudah datang kamu rupanya." Kata nenek.

"Iya, barusan aku dan Jojo sudah datang kok, nenek kenapa?" kataku di dekat-nya supaya suaraku terdengar.

"Aku pikir kamu malam ini bakal menginap di ibu-mu, syukurlah kalau begitu aku ada temannya." Katanya.

"Endak, aku gak nginep di sana, lagian besok aku kan masih kerja." Jawab diriku di sampingnya.

"Tadi Farid pergi ngajak Anik sama Nino gak tau kemana, mereka pergi gak pamit aku, dan gak balas pertanyaanku." Ucap nenek.

"Mungkin mereka udah pamit, tapi nenek gak kedengeran kali." Kata-ku.

"Enggak, mereka pergi begitu saja kok dikata pamit! mereka itu gak pamit sama sekali." Gumam-nya.

"Tapi ini sekarang ada aku kan? udah gak usah banyak mikir!" Kataku.

"Mel! di rumah gak ada makanan apa-apa, aku gak tau, kamu udah makan apa belum?" Tanya nenek.

"Belum sih, ini mau buat telur sama nasi goreng." Kataku.

"Yaudah kamu buat sekarang ya? kalo bisa nenek buatin juga tapi jangan pedas-pedas." Kata-nya, lantas aku tersenyum dan mengangguk.

Selisih beberapa jam saat kami bertiga makan di dapur, suara pintu terdobrak cukup keras dan bunyi suara Nino beserta kedua orang tuanya itu terdengar dari kejauhan.

"Assalamualaikum." Kata Tante Anik. Aku melihat mereka bertiga sepertinya telah pergi jalan-jalan, kulihat mereka membawa banyak barang-barang.

"Heyy Nino kamu beli apa itu?" Tanya Jojo yang langsung menghampiri Nino.

"Ohh ini aku dibelikan mobil remot sama bongkar pasang sama ayahku." Kata Nino.

"Nino nanti belajar sama mas Jojo ya bikin bongkar pasang-nya?" Kata Paman Farid.

"Gak mau ahh, aku mau mainan sendiri aja." Kata Nino.

"Lho kok gitu sih? kan enak main bareng-bareng." Kata tante Anik, lalu Jojo bermain bongkar pasang itu untuk menemani Nino. Tapi kelihatannya Nino tidak suka dengan permainan itu, dia memilih bermain dengan motor remot-nya yang baru.

"Wihh bagus banget mainannya, beli di mana itu?" Tanya nenek saat selesai makan.

"Hmm." Ucap cuek tante Anik, lalu pergi ke dapur.

"Tadi keluar ke pasar malem sebentar." Jawab paman Farid.

"Kemana?" Tanya nenek.

"Ke pasar malaaaammm." Teriak tante Anik di dapur. Dia mengambil piring serta gelas lalu di taruh di kamarnya.

"Wihh, beli makanan apa itu?" Tanya nenek.

"Bakso nek, mau ta?" Jawab paman Farid agak kencang.

"Ohh enggak, udah makan aku dibuatin Amel nasi goreng." Jawab nenek.

"Yaudah kalau gak mau." Endus tante Anik. Mereka berdua sangat sering bila pergi kemana-mana membawa makanan, dan entah kenapa makannya selalu dimakan di dalam kamar. Terkadang tak dipungkiri ada semut-semut merah muncul pada dinding-dinding dan atap rumah. Aku sangat khawatir kalau itu akan merambat ke dapur.

"Kak, kalau punya uang aku belikan bongkar pasang kayak punya Nino ya?" teriak Jojo di ruang tamu.

"Ini makan-mu habisin dulu Jojo." Teriak diriku.

"Enggak, gak mau udah kenyang." Katanya, sangat kebiasaan anak itu kalau makan gak pernah habis dan belepotan. Aku membereskan piring-piring itu bekas nasi goreng untuk kucuci di washtafel.

"Bu aku bikinin susu dong," rintih Nino yang sambil bermain mobil remot. Jujur, suara dari mobil remot itu mengganggu telingaku.

"Iya bentar ibu makan bakso dulu." Kata tante Anik.

"Yank bikinin dulu dong susu-nya kasian Nino." Kata paman Farid.

"Halah ganggu orang makan aja kamu Nino. Yaudah dehh bentar." Kata tante Anik, lalu dia menuju ke dapur dan berada di sampingku yang sedang mencuci piring.

"Duhh air panas di termosnya abis lagi." Katanya.

"Masak air aja yank yang banyak, aku juga mau bikin kopi." Teriak paman Farid. Kemudian kompor dinyalakan oleh tante Anik untuk memasak air, namun ternyata.

"Yahh kompornya juga abis, gimana ini yah?" teriak tante Anik. Saat itu aku sudah selesai mencuci piring, dan pikirku aku mau masuk ke dalam kamar untuk istirahat.

"Masa sih?" Tanya paman Farid.

"Ini lho liat, beli gihh, lalu pasangin." Kata tante Anik.

"Duh malam-malam begini beli gas, yaudah deh bentar." Kata paman Farid.

"Itu pasti undah abis dibuat Amel masak nasi goreng tadi pastinya." Singgung tante Anik, dan saat itu aku masih dalam keadaan hendak mau masuk ke kamar. Namun aku mendengar singgungan itu tepat di telingaku.

"Iya, tadi aku masak nasi goreng untuk malam ini aja kok, lagian yang makek tiap hari kan situ." Kataku.

"Ya kalo bisa bikinnya jangan malam-malam dong Mel, kalo abis kayak gini kan susah nyari-nya." Kata tante Anik.

"Yah terserah aku dong mau masak atau beli, lagian mana tau aku kalau kompor itu mau abis." Kataku.

"Tuh kan yah, dibilangin malah kek gitu." Ules tante Anik ke paman Farid.

"Udah-udah gini aja kok dibikin rame, bentar, aku keluar beli gas dulu, barang kali ada toko yang masih buka." Kata paman Farid, lalu keluar rumah sambil memakai jaket.

"Uhh dasar bikin repot orang aja." Singgung-nya.

"Ngomong apa an si! Lagian kalo ada apa-apa kamu juga gak pernah ngapa-ngapain kan? Pake bilang sok repot segalak." Kataku.

"Emang iya kok, kamu yang selalu ngerepotin paman-mu dari dulu." Katanya, sontak saat itu aku hendak naik darah. Namun suara panggilan nenek seketika mengecohkan suasana.

"Amel, Mel, adikmu ingin diambilin meja belajar-nya, tolong ambilin ya." Kata nenek di ruang tamu. Saat itu aku muak melanjutkan pembicaraanku dengan tante Anik.

Aku langsung masuk ke kamar dan mengambil meja belajar Jojo untuk kubawa ke ruang tamu. Dia terlihat asyik sedang bermain gambar bongkar pasang itu. Nino memainkan mobil remotnya di samping nenek, lalu tante Anik menghampiri.

"Sayang, kok gak main bongkar pasang sama mas Jojo sih?" kata tante Anik.

"Aku gak suka mainan itu, sebenarnya tadi diganti robot aja, lebih bagus dan keren." Jawab Nino.

"Lho kan di bongkar pasang itu ada gambar buah, huruf, dan angka, jadi Nino bisa belajar sambil bermain sama mas Jojo." Kata Tante Anik.

"Aku suka belajar-nya lewat Hp ajah." Ucap Nino.

"Yaudah kalau Nino gak mau biar bongkar pasang ini buat Jojo aja ya tante?" kata Jojo. Lantas tante Anik tersenyum.

"Ohh Jojo mau?"

"Ya mau lah tante, boleh ya?" Tanya Jojo.

"Iya deh, itu buat Jojo aja." Jawab tante Anik. Aku terdiam di tengah perbincangan mereka, seolah ada sesuatu yang memukul perasaanku. Dari dulu sebenarnya sikap mereka kepada adikku memang tak seburuk yang aku pikirkan. Tapi seiring berjalannya waktu, aku tak bisa menerima perlakuan itu, sesuatu yang bagiku tidaklah pantas. Seakan seperti sindiran dimana itu ditujukan padaku.

Tak berselang waktu lama, tiba-tiba paman Farid sudah datang dan masuk ke dalam rumah sambil membawa tabung gas. Dia langsung memasangkan gas itu ke dalam kompor supaya bisa digunakan untuk memasak air.

Di ruang tamu ini aku mendengar suara bisik-bisik mereka berdua. Rasanya sungguh tidak nyaman berada di dalam sini. Aku tidak mau membuat suasana semakin bertambah tak tanang dikala diriku mendengar bisikan mereka soal diriku. Akhirnya aku memutuskan untuk keluar di halaman rumah sejenak untuk mencari udara segar.

"Huuuufft." Aku menghembuskan nafas setelah menghirup udara yang dingin ini di malam hari. Sebenarnya aku benci dengan angin malam, sebab rasa dinginnya mampu menembus sampai ke tulang rusukku.

"Malam-malam begini masih belum tidur?" kata seseorang yang seketika mengagetkanku, aku mengarah ke samping, dan dari kejauhan sana aku melihat Sandro yang sedang bersantai di halaman rumahnya.

"Ohh, iya nihh, sedang gak bisa tidur." Jawab-ku. kemudian sejenak Sandro berdiri dan berjalan sampai di ujung pembatas halaman rumah kami yang terpisahkan oleh pot-pot tanaman.

"Lagi mikir apaan sih, kok sampe cemberut gitu." Katanya.

"Cemberut? Enggak, aku gak mikir apa-apa kok." Kataku.

"Wajahmu kelihatan kayak orang lagi bingung." Ucap Sandro.

"Hmm, aku cuman keingat Almarhum ayahku aja." Kataku pada akhirnya, dan Sandro terdiam.

"Dulu pas masih ada di sini, tiap hari aku tak sadar soal masalah kehidupan-nya." Kataku.

"Apakah kamu berbicara soal masa kecil?" Tanya Sandro.

"Mungkin, entahlah, aku cuman merindukan sesuatu aja." Kataku.

"Coba deh ceritain soal masalahmu, barang kali aku bisa bantu." Kata Sandro. Lantas sejenak aku tersenyum.

"Gak usah, itu hal sepele kok, gak patut di omongin." Kataku.

"Pasti masalah keluarga ya?" Tanya Sandro, dan aku terdiam sejenak.

"Udah lah Mel, suatu hari nanti pasti bakal ada seseorang dimana seseorang itu tau soal perasaanmu." Kata Sandro.

"Harapanku sih gitu, tapi mana ada di jaman sekarang yang masih saling mengerti?" Tanya diriku, lalu Sandro mengangguk

"Ya ada lah, dunia itu harus seimbang, ada yang jahat dan ada yang baik, kalau orang baik-nya gak ada semua pasti sudah muncul kiamat di dunia ini." Kata Sandro. Lantas aku tertawa saat mendengar perkataannya.

"Iya juga ya! Tapi ngomong-ngomong kamu pernah gak si merasa gak nyaman saat berada di rumah?" Tanya diriku.

"Itu sih tergantung dari mananya dulu. Asal kamu tau ya Mel, aku udah hampir dua bulan gak keluar rumah karena nganggur, rasanya itu gak enak banget." Katanya.

"Aduh, maaf lho San, aku gak bermaksud menyindir.." kataku.

"Gak apa, emang kenyataan-nya begitu kok, mending kamu bersyukur ajah karena masih punya pekerjaan dan masih bisa keluar rumah." Kata Sandro.

"Iya San, kamu benar, maaf ya soal pertanyaanku tadi, aku jadi gak enak." Kataku.

"Lupain aja, lagian aku juga masih nunggu hasil tes-ku untuk masuk di perguruan tinggi." Kata Sandro.

"Semoga tes-mu lulus ya San, dan ucapanmu tadi benar, setidaknya aku perlu lebih bersyukur." Ucap diriku.

"Gitu dong, semua juga pasti punya masalah kok, dibuat selow aja lah." Kata Sandro, dan aku tersenyum simpul, sambil sejenak melihat jam pada ponselku, dan rupanya sekarang sudah pukul sebelas malam.

"Eh udah jam sebelas ternyata, kayak-nya aku mulai ngantuk dehh." Kataku.

"Iya Mel, lebih baik kamu tidur aja, emang kamu besok gak kerja apa?" Tanya Sandro.

"Kerja lah, yaudah aku masuk ke dalam dulu yah."

"Oke Mel."

Saat aku masuk ke dalam rumah, aku melihat Jojo masih bermain di ruang tamu dengan meja belajarnya. Nampaknya tante Anik dan paman Farid sudah berada di dalam kamarnya.

Aku tidak melihat batang hidung-nya sama sekali, hatiku sejenak kubuat tanang dan tak memikirkan soal pertikaian tadi. Diriku langsung beranjak ke dalam kamar dan kurapikan kasur tempat tidurku.

"Jojo, ayo tidur, besok pagi berangkat sekolah." Kataku padanya.

Bersambung...

Berlanjut ke Chapter 5...