Chereads / The Loneliest CEO / Chapter 9 - Rindu Yang Terbalaskan

Chapter 9 - Rindu Yang Terbalaskan

Suara petir menggema, hujan turun dengan derasnya. Saat itu Vita terjebak di depan minimarket dekat kantornya setelah pulang kantor. Vita tidak bisa pergi kemana – mana karena ia tidak membawa payung. Ia mulai kedinginan dan kecipratan air hujan. Tiba – tiba seseorang menyelimutinya dengan jasnya. Vita menoleh dan pria itu ternyata Grando. Vita terkejut melihat Grando yang berada di sampingnya tiba – tiba. Grando yang sikapnya dingin tapi romantis itu membuat jantung Vita berdebar.

"Loh,, Bapak kok disini?". Tanya Vita.

"Memangnya kenapa? Gak boleh?". Tanya Grando.

"Tadi pas aku keluar kantor kan bapak masih di ruangan". Kata Vita.

"Ya itu kan tadi, sekarang beda lagi". Kata Grando.

Grando meraih rintik hujan di teras mini market dengan tangannya, mata nya memandangi langit yang mulai gelap. Vita terus memandangi Grando sambil tersenyum. Grando menoleh dan mebalas senyuman Vita. Grando mengusap rambut Vita yang basah itu dengan sangat romantis.Vita berbicara didalam hati, "Aku harap waktu berhenti saat ini". Grando mendengarnya, lalu ia menghentikan waktu. Semua orang disekitarnya terdiam, jam dinding pun berhenti berdetak, dan air hujan yang turun seolah membeku tiada bergerak. Vita menyentuh air hujan di teras minimarket, dan waktu pun kembali berputar.

Hujan mulai berhenti. Vita mengembalikan jas Grando tetapi Grando menolak untuk memakainya. Ia mengatakan bahwa ia akan mengantarkan Vita hingga ke apartemennya. Jika sudah sampai di depan apartemen, dia akan mengambil jas nya. Mereka berdua menunggu bis bersama, kemudian menaikinya bersama. Di sepanjang perjalanan, Vita mengingat saat pertama kali ia bertemu dengan Grando. Mungkin semua itu memang sudah takdir. Tiba lah mereka di perhentian halte depan apartemen Vita.

"Ini Jas bapak, nanti sampai rumah jangan lupa minum vitamin supaya bapak gak sakit". Kata Vita.

"Aku tidak pernah sakit, kau tak perlu khawatir". Kata Grando.

"Huuu,, Gusti Patih ini,, sombong sekali,, awas ya kalau besok sampai flu. Yasudah aku masuk ya, sampai besok". Vita berpamitan.

"Tunggu Vita". Grando memanggil.

"Ya pak, kenapa?". Tanya Vita.

"Kalau kita berdua saja, tolong jangan panggil saya bapak, panggil saja Grando". Pinta Grando.

"Oh,, Ok Grandoku yang tampan, sampai besok!". Vita melambaikan tangannya lalu masuk ke apartemennya.

Grando masih mengamati Vita lalu ia berbicara dalam hati, "Grandoku katanya,, hihihihi". Tiba – tiba seseorang memukul pundak Grando. Ia terkejut dan menoleh, ternyata yang memukul pundaknya adalah Bambang.

"Haduh Bambang, apa yang kau lakukan disini". Kata Grando.

"Kau pasti menyimpan perasaan dengan wanita itu". Kata Bambang.

"Hei, kenapa bicaramu tidak sopan padaku?". Tanya Grando.

"Kau masih saja sombong meski sedang menerima hukuman, kupastikan kali ini air mata itu menjadi milikmu". Kata Bambang.

"Hah, siapa kau?". Tanya Grando.

Grando menduga bahwa Dewa Langit telah merasuki tubuh Bambang. Tiba – Tiba Bambang Pingsan. Tidak lama kemudian Bambang membuka matanya.

"Hah dimana aku?" Tanya Bambang.

"Siapa kau, kau pasti dewa langit. Cepat keluar dari tubuh Bambang!". Teriak Grando.

"Eh,, ini aku,, ini aku,,, aku bukan dewa langit,, ampun!!!". Teriak Bambang yang nyaris mau dipukul Grando.

"Huhhh,, syukurlah dia sudah pergi".

Grando menghela nafasnya, kemudian ia mengajak Bambang untuk pergi.

Sementara itu Vita sedang menceritakan kepada Alya mengenai tingkah Grando yang begitu romantis hari ini. Alya sudah menduga bahwa mereka akan saling menyukai satu sama lain.

"Hari ini spesial sekali,, karena aku bisa memanggil namanya langsung, tanpa harus memanggilnya bapak". Kata Vita.

"Ah, sudah ku duga. Awalnya benci lama – lama cinta.. kaya drama korea deh kalian". Kata Alya.

"Haduhhh,, aku maluuu".

"Sudah,, tidur – tidur,,".

"Aku takut mimpiin dia". Kata Vita.

"Ah kamu mah lebay". Kata Alya.

Ke esokan harinya, Grando bangun kesiangan. Ia bersin – bersin saat bangun tidur. Sepertinya Grando terkena flu karena kedinginan dan masuk angin. Tetapi ia mengingat kata – katanya yang sombong ke Vita. Ia tidak boleh sakit. Grando langsung bergegas menuju kantor. Sesampainya di kantor, Bambang memberitahunya bahwa ada seorang tamu di ruangannya.

"Siapa sih pagi – pagi begini udah ganggu?". Tanya Grando.

"Ampun Gusti, katanya dia dari Canggu". Kata Bambang.

"Hah,, Canggu?". Tanya Grando.

"Ia katanya dia dari Canggu, mau ketemu gusti".

"Siapa sih, ah palingan sales door to door". Kata Grando.

Grando masuk ke dalam ruangannya. Ia melihat seorang pria menghadap ke meja kerja nya, kemudian Grando memanggilnya. "Permisi, Saya Grando. Ada perlu apa?". Pria itu menoleh, dan dia adalah Agung.

"Paman Patih, lama tidak berjumpa". Kata Agung sambil tersenyum dan mata berkaca – kaca.

Grando tidak bisa menahan kerinduannya kepada raja yang ia tunggu sepanjang hidupnya. Grando memeluk Agung dengan erat dan matanya juga berkaca – kaca.

"Syukurlah paduka mengenali hamba, hamba sangat merindukan gusti prabu". Kata Grando.

"Maafkan saya yang lambat mengenali paman patih". Kata Agung.

"Tidak apa – apa gusti, saya bersyukur bisa menemukan anda setelah 700 ratus tahun saya menunggu anda". Grando menepuk – nepuk Pundak Agung.

"Apakah paman baik – baik saja, hidup selama itu pasti sangat menyakitkan?". Tanya Agung.

"Kesakitan saya tentu tiada artinya dibanding kesakitan gusti prabu 700 tahun yang lalu". Kata Grando yang menunduk dan meneteskan air matanya.

"Saya sudah melupakan itu semua, kini semua sudah menjadi masa lalu saya, dan saya pun sudah hidup sebagai Agung, saya harap paman juga bisa menikmati hidup paman sebagai Grando, seorang pemilik usaha biro jodoh yang sukses". Agung sambil memegang Pundak Grando yang sepertinya begitu banyak beban.

Kemudian Grando pun tersenyum. Ia menceritakan pada Agung bahwa ia mendirikan biro jodoh itu untuk menemukan Agung. Ia juga sudah mempersatukan banyak pasangan demi menebus dosanya dimasa lalu. Setelah selesai berbincang – bincang, Agung pamit untuk pergi ke kantornya. Nanti setelah pulang kerja Agung berjanji akan menemui Grando kembali. Grando terlihat sangat senang karena akhirnya ia menemukan Raja yang selama ini ia tunggu. 700 tahun bukan lah waktu yang singkat. Ia hidup dalam penantian, ia juga tidak bisa memiliki dirinya sendiri karena hidupnya hanya untuk menunggu.

Setelah Agung keluar dari ruangan Grando, tidak lama kemudian Vita datang menemui Grando. Ia melihat wajah Grando yang berseri – seri, matanya bercahaya dihiasi senyuman manis dibibirnya sehingga ia terlihat semakin tampan.

"Waduh, Pak Grando hari ini senyumnya manis sekali". Kata Vita.

"Sudah ku bilang jangan panggil bapak,, Hachiimm". Kata Grando.

"Ihh ini kan di kantor, nanti ada yang nguping,,". Vita sambil berbisik.

"Hachiimmm". Grando terus bersin – bersin.

"Apa ku bilang kan kemarin, pasti flu, bandel sih". Kata Vita.

"Ini bukan masalah buatku, hachim,,".

"Tunggu sebentar, saya buatkan jahe merah biar hangat". Vita keluar menuju pantry.

Grando senang sekali karena di perhatikan oleh Vita. Saat Vita berada di pantry Bambang masuk ke ruang CEO. Ia membawakan minuman jahe merah hangat.

"Apa itu?". Tanya Grando.

"Jahe merah Gusti". Jawab Bambang.

"Oh simpan saja disitu". Kata Grando.

Setelah meletakan minuman jahe merah, Bambang langsung kembali ke meja nya. Kemudian Grando menyembunyikan air jahe itu di kolong meja nya karena Vita sedang membuatkan jahe merah juga untuknya.

Vita masuk ke ruangan CEO. Ia meletakan cangkir berisi jahe merah di meja kerja Grando dan mempersilahkan Grando untuk meminumnya. Grando tersenyum grogi, lalu meneguk jahe merah itu.

"Gimana? Hangat kan?". Tanya Vita.

"Iya, terima kasih ya". Jawab Grando.

"Yasudah, aku cumin mau ambil dokumen yang kemarin aku serahkan". Kata Vita.

"Oh yang ini?". Tanya Grando.

"Betul, yasudah jangan lupa dihabiskan ya". Kata Vita.

"I.. iya". Grando senyum malu – malu meong.

Vita keluar ruangan.

"Iya sayang". Kata Grando pelan – pelan sambil ketawa kecil.

"Hah sayang?". Bambang terkejut karena ia mendengar Grando saat memasuki ruangan Grando.

"Haduh, bukan kamu Bambang! Apa lagi sih?". Tanya Grando.

"Ngomong – ngomong kok ini cangkirnya beda?". Bambang merasa cangkir di meja Grando berbeda dari cangkir yang tadi ia simpan di situ.

"Ah masa? Sama ah". Grando memakai sihirnya dan menukar cangkirnya dengan cangkir yang dibawakan Bambang.

"Hah,, kok berubah, gak beres nih si bos". Bambang terkejut arena cangkirnya sudah berubah.

"Sudah sana kembali ke meja mu, ganggu mood ku saja". Teriak Grando.

Sungguh Bambang dan Grando seperti kucing dan anjing yang selalu bertengkar.

Hari menjelang siang. Lisa sedang duduk di taman tempat lokasi syuting FTV nya yang terbaru. Saat itu ia sedang istirahat. Tiba – tiba seorang nenek duduk disampingnya. Lisa terkejut, tetapi nenek itu mengatakan bahwa ia salah satu fans nya Lisa. Kemudian nenek itu bertanya pada Lisa, apakah Lisa percaya dengan adanya reinkarnasi. Lisa mengatakan bahwa ia tidak mempercayainya. Setelah itu, nenek itu pun bertanya apakah Lisa pernah merasakan seperti dejavu saat mengunjungi wilayah tertentu. Lalu Lisa mengingat saat ia syuting di sebuah candi yang mana dahulunya adalah bekas istana Kerajaan Jawa. Ia bercerita kepada si nenek, jika ia merasa seolah – olah pernah berada ditempat itu, kemudian ia mendengar suara yang memanggilnya dengan sebutan Gusti Putri. Nenek itu menyarankannya untuk mengunjungi sebuah pura di Jawa Timur. Di sana Lisa akan dapat mengetahui kebenaran mengenai dirinya di masa lalu. Saat Lisa ingin bertanya lebih lanjut, nenek itu telah menghilang. Nenek itu adalah Dewi Bulan. Dewi Bulan memang yang memberikan hukuman pada Grando. Tetapi dibalik itu semua, ia sangat menyayangi Grando. Karena Dewi Bulan adalah Ibu dari semua manusia di muka bumi ini.

Lisa sangat penasaran dengan apa yang di ceritakan oleh nenek itu. setelah syuting selesai, Lisa langsung googling mengenai Pura di Jawa Timur yang diceritakan oleh nenek yang merupakan Dewi Bulan itu. Dan ketemu, Lisa menghubungi manajernya dan meminta manajernya untuk mengosongkan jadwalnya besok, karena ia akan berangkat ke Jawa Timur.

Hari mulai gelap, Vita sedang mengumpulkan beberapa dokumen kemudian ia menuju ruangan CEO. Saat ia sampai di pintu ruangan Grando, Vita terpeleset karena ia terlalu terburu – buru. Kertas – kertas yang ia bawa berterbangan di udara. Dengan cepat Grando menangkap Vita dengan tujuan agar Vita tidak terjatuh. Saat Grando menangkap Vita, tidak sengaja ia menatap mata Vita dan melihat masa lalu Vita. Ia melihat Perang Canggu di mata Vita. Grando terkejut lalu melepaskan tangannya. Vita pun terjatuh.

"Aduh jahat banget sih, kirain mau ditolongin". Kata Vita.

"Maaf, Aku .. aku". Grando Gugup.

"Aku apa? Sebal". Kata Vita.

Grando membantu Vita bangun. Kemudian ia membantu membereskan kertas – kertas yang berserakan yang sebelumnya dibawa oleh Vita.

Dengan pincang – pincang Vita berjalan dan meletakan kertas – kertas yang sudah ia kumpulkan ke meja Grando. Grando berniat untuk memapahnya tetapi Vita menolak karena ia tidak mau ada gosip di kantor. Kemudian Grando memanggil Bambang. Grando meminta Bambang untuk mengantar Vita pulang ke rumahnya. Saat Vita dan Bambang sudah keluar dari ruangannya, Grando duduk dan berpikir keras. Ia memikirkan siapa Vita dimasa lalu. Mengapa ia ada di Perang Canggu. Apakah ia adalah reinkarnasi dari dayang nya Putri Cendrawati? jika dia dulunya seorang dayang maka ia tidak bisa menikahi Vita karena beda kasta. Meskipun jaman sekarang kasta sudah tidak berlaku, Grando masih menjalani masa lalunya dimana perbedaan kasta masih berlaku untuknya.

Bambang memapah Vita hingga di depan pintu apartemen Vita. Vita memberikan kunci apartemennya pada Bambang. Bambang membukakan kuncinya. Setelah masuk ke dalam apartemennya, bambang memijat kaki Vita yang terkilir. Tidak lama kemudian Alya pulang. Ia terkejut melihat Bambang berada di Apartemennya.

"Loh mas yang waktu itu?". Tanya Alya.

"Eh,, mba nya kok disini?". Tanya Bambang.

"Ini apartemenku berdua Vita". Kata Alya.

"Loh, kalian udah saling kenal? Kok aku gak tahu ya". Kata Vita.

"Oh itu Vit, ada insiden, aku menjatuhkan HP Alya". Kata Bambang.

"Iya beberapa hari yang lalu vit". Sambung Alya.

"HHmmm,, aku rasa hp mu baik – baik saja". Vita sambil melirik Alya yang sedang memegang HP nya.

"Ini aku pinjam bos ku".

"Hmmmmm…. Begitu ya".

Setelah Bambang selesai mengurut Vita, Bambang mengajak Alya untuk pergi ke toko hand phone untuk membelikannya hand phone baru. Sementara itu Vita beristirahat di kamarnya. Sepertinya Bambang dan Vita mulai tertarik satu sama lain.

Hari mulai gelap, Agung duduk di balkon rumahnya sambil memandangi langit yang bertabur bintang di malam itu. Seakan membawanya kepada kenangan di tahun 1290 Saka saat ia masih menjadi Raja di Kerajaan Jawa. Ia mengingat saya ia menderita saat kehilangan Putri Cendrawati.

FLASH BACK

Hari itu peringatan 40 hari kematian Putri Cendrawati. Prabu Rumbaka sedang berdoa untuk sang putri. Saat ia hendak kembali ke singgah sana, Mahawira sudah ada didepan nya untuk menyampaikan pesan dari Ibu Suri Maheswari yang meminta Prabu Rumbaka untuk segera datang menemuinya. Prabu Rumbaka pun bergegas menemui Ibu nya. Sesampainya di Istana Ibu Suri, Ia melihat seorang Putri Cantik. Dia adalah Putri Sudewi, anak dari Adipati Aryakusuma. Rupanya Ibu Suri hendak menjodohkannya dengan Putri Sudewi. Ia tentu ingin menolak keinginan Ibundanya itu, namun demi kepentingan politik, Ibu Suri Maheswari mendesak sang Raja untuk menerima apa yang sudah direncanakan olehnya.

Sang Raja duduk melamun di sebuah pendopo di dalam Istananya. Ia tidak mampu melangsungkan pernikahan itu. Bukan hanya karena ia tidak mencintai Putri Sudewi, tetapi juga karena ia belum bisa menerima kenyataan bahwa Putri Cendrawati sudah meninggal dunia. Melihat Rajanya yang sedang melamun hingga meneteskan airmata, Mahawira datang menemui Rajanya.

"Apa saya boleh menemani gusti prabu?". Tanya Mahawira.

"Ah paman, Silahkan duduk".

"Terima kasih gusti, ngomong – ngomong ada apa dengan gusti hari ini, apakah ada masalah di tanah jawa ini? Jika diperkenankan, saya bisa menerima perintah gusti prabu". Kata Mahawira.

"Jasad Putri Cendrawati mungkin belum habis terurai, tetapi Ibunda Maheswari sudah meminta saya untuk menerima Putri Sudewi sebagai Ratu. Saya belum mampu untuk membuka hati untuk perempuan lain". Ucap Prabu Rumbaka.

"Ampun Gusti Prabu, Hamba pantas mati ditangan gusti. Keserakahan hamba yang menginginkan perluasan kekuasaan telah membuat anda sengsara, Hamba akan menebusnya dengan nyawa hamba". Mahawira bersujud dihadapan Rajanya itu.

"Bangunlah paman, sudah sewajarnya sebagai patih anda mengutamakan urusan negara ketimbang urusan pribadi, mungkin saya lah yang terlalu lemah".

----

Agung tersadar dari lamunannya. Terdengar suara handphone nya berbunyi, menandakan panggilan masuk. Ternyata panggilan itu dari Lisa. Lisa mengatakan bahwa ia besok akan pergi ke Jawa Timur untuk mencari Pura yang diceritakan oleh seorang nenek. Mendengar certa Lisa, Agung memohon untuk bisa mengantar Lisa. Ia mengatakan bahwa ia mengunjungi Pura itu beberapa hari yang lalu. Lisa pun dengan senang hati menerima tawaran Agung.