Sesampainya di apartemen milik Rose, Julian masih saja mengikuti gadis itu hingga ke depan pintu.
"Kau tidak akan pulang?" tanya Rose berniat mengusirnya.
"Pulang? Kau lupa perjanjiannya?" Julian dengan percaya diri mengatakan seolah jika apartemen Rose kini juga miliknya.
"Perjanjian? Astaga, perhitungan sekali."
Julian mengangkat kedua alisnya, gadis itu tak akan bisa mengusirnya karena sekarang Ia punya kuasa untuk tetap tinggal di apartemen Rose.
"Boleh aku tidur di sini malam ini, Rose?" tanyanya santai membuat gadis itu memercingkan matanya.
"Tidak! Kau bisa datang kapanpun, tapi tidak untuk menginap di apartemenku!" tegasnya.
"Mengapa? Bukankah ini sudah menjadi apartemenku juga?"
Rose memutar bola matanya, lagi-lagi Ia menemukan orang menyebalkan yang suka sekali berdebat.
"Apa yang akan kau lakukan? Membersihkan dirimu?" tanyanya ketika melihat Rose memasuki kamarnya.
"Bisakkah hentikan rasa ingin tahumu itu!" jawabnya ketus.
"Aku hanya bertanya, tidakkah kau lihat aku juga baru saja pulang dari bekerja, kurasa aku harus membersihkan diri."
"Kau sendiri yang datang menjemputku. Jika ingin membersihkan diri sebaiknya pulang saja ke apartemenmu!" usir Rose lagi.
"Bagaimana jika aku-"
Brag!!
Rose menutup pintu kamarnya dengan keras sebelum pria itu melanjutkan ucapannya, Rose yakin pria itu akan mengatakan hal-hal aneh dan menyebalkan.
"Dasar pria mesum! Menyebalkan!"
Julian cukup terkejut dengan yang baru saja Rose lakukan, tapi tidak apa untuknya, Ia sangat yakin jika lama-kelamaan wanita itu pasti akan luluh padanya.
Julian melepas jasnya dan melonggarkan dasinya, lalu merebahkan dirinya di sofa. Ia memeriksa ponsel di sakunya dan mendapati sebuah pesan dari seseorang, seketika raut wajah pria itu berubah serius. Julian menarik nafas panjang, meletakan ponselnya seraya mengacak rambutnya.
"Sial!" ujarnya. Julian segera beranjak dan pergi dari sana tanpa berpamitan pada Rose lebih dulu.
Sementara Rose keluar dari kamarnya dan tak mendapati Julian di sana. Kemana gerangan perginya pria mesum dan menyebalkan itu? Julian tiba-tiba saja pergi tanpa mengucapkan apapun, apakah ada hubungannya dengan Melisa? Biarlah, setidaknya pria itu tak mengacau di apartemennya, meski sebenarnya Rose sedikit ingin tahu.
Dapat Ia lihat jas pria itu yang tergeletak di sofa, tampaknya Julian pergi dengan terburu-buru hingga melupakan jas miliknya. Rose meraihnya dan menggantungnya, dapat Ia hirup aroma khas dari jas milik Julian, seketika mengingatkan Rose akan pesona pria itu.
Rose sadari Julian memang pandai menghipnotis wanita dengan caranya, dan Ia harus berhati-hati dengan itu. Entah takdir apa yang membuat Rose harus berurusan dengan pria sepertinya.
***
"Selamat pagi.." mobil sport hitam itu menghampiri Rose yang tengah berjalan menuju perhentian bus.
"Astaga!" celetuk Rose tanpa menoleh.
"Naiklah!" ajak Julian.
"Aku naik bus saja," jawabnya.
"Aku akan mengantarmu, jadi jangan menolaknya."
"Di pagi hari seperti ini, apakah tidak ada pekerjaan lain yang lebih penting selain menggangguku?" Rose berkacak pinggang dengan ekspresi wajah marah.
"Tidakkah seharusnya kau berterima kasih karena aku hanya ingin mengantarmu supaya kau tidak perlu susah payah menunggu bus. Ck!" Julian yang tidak cukup sabar, terlihat kesal menghadapi sifat keras kepala Rose, gadis itu sama sekali tidak bisa di ajak bicara baik-baik.
"Naiklah atau kau akan terlambat!" Julian turun dari mobilnya dan membukakkan pintu untuk Rose.
Rose tahu perdebatan ini tidak akan selesai jika Ia terus bersikeras untuk berangkat kerja dengan menaiki bus sehingga Ia memilih untuk menurut saja dan masuk ke mobil Julian.
"Baiklah.. Kita bisa sarapan bersama terlebih dahulu," ujar pria itu di dalam mobil.
"Sarapan? Tidak! Aku harus segera pergi bekerja."
"Siapa atasanmu? Aku akan bicara padanya."
"Jangan seenaknya! Aku tak suka kau mengaturku apalagi ikut campur tentang pekerjaanku."
Julian tertawa, Rose benar-benar mudah tersulut emosi, "Baiklah Nona.." kali ini Julian mencoba untuk mengalah.
Sejenak keduanya terdiam, namun suara ponsel Julian yang beberapa kali berdering sangat mengganggu.
"Ponselmu berdering," peringat Rose.
"Aku tahu, biarkan saja."
"Kau sudah bicara pada Melisa?"
"Bukankah kau bilang tidak perlu, atau kau berubah pikiran?"
Gadis itu mengangkat bahu, sebenarnya Rose hanya berbasa-basi saja, Ia tak sungguh-sungguh peduli tentang wanita itu.
"Lalu mengapa semalam kau tiba-tiba menghilang?"
"Kau mencariku, Sayang?"
Panggilan Julian membuat Rose geli mendengarnya.
"Sama sekali tidak, hanya bertanya dan tolong jangan panggil aku dengan sebutan itu," ujarnya.
Julian terkekeh, "Ada pekerjaan yang harus ku selesaikan."
"Pekerjaan? Ngomong-ngomong apa pekerjaanmu?"
"Aku? Hmm.. Hanya seorang karyawan," gurau Julian.
Rose menyeringai, tidak bisakkah Julian bersikap serius sebentar saja, pria itu terus saja berkata hal konyol.
"Aku akan menjemputmu malam nanti," ujarnya setelah membukakan pintu untuk Rose yang tampak tak peduli.
Sementara di dalam restoran beberapa orang memperhatikan Rose dan Julian. Bagaimana tidak, bagi mereka pasangan itu terlihat aneh.
"Kau tahu siapa dia?" tanya Josh pada Ivy.
"Hanya seorang pelanggan, Rose dan pria itu bertemu beberapa hari lalu, tapi tiba-tiba saja mereka terlihat begitu dekat."
"Apakah pria itu kekasih Rose?"
"Mengapa tidak kau tanyakan sendiri, Josh?" kesal Ivy.
"Sangat aneh melihat Rose dengan mudah jalan bersama pria itu, apakah sebenarnya Rose pandai merayu," lanjut Ivy dengan sengaja mengatakannya di hadapan Josh.
**
"Honey.." panggilan manja seorang wanita yang memasuki ruang kerja Julian.
Mengetahui siapa yang datang, Julian tampak tak peduli.
"Mengapa tidak menghubungiku Tuan Smith sayangku?" tanya wanita itu yang ternyata adalah Melisa. Wanita itu kemudian mendudukkan dirinya di depan meja pria itu seraya memainkan papan nama bertuliskan Julian Smith.
"Kau masih marah padaku? Kau tidak mau memaafkanku? Bukankah sudah ku katakan aku dan Dom sama sekali tak memiliki hubungan apapun, aku bahkan tak melakukan apapun dengannya," jelas wanita itu membela diri.
Julian seolah tak menghiraukan perkataan Melisa dan tetap sibuk memperhatikan layar laptopnya.
"Sebaliknya, kau malah sengaja mencium wanita itu dihadapanku. Kau sungguh-sungguh tak memikirkan perasaanku? Atau kau sengaja membuatku merasa cemburu?" Melisa menatap Julian yang tak bergeming, Ia beranjak mendekati pria itu dan mendudukkan dirinya di pangkuan Julian.
"Apa yang kau lakukan?? Seseorang bisa melihat kita." Julian berusaha menyingkirkan gadis itu dari hadapannya.
"Mengapa? Kau tidak pernah menolakku atau mengkhawatirkan siapa saja yang masuk saat kita sedang berdua di ruangan ini." Melisa dengan sigap mengalungkan kedua tangannya di leher Julian, menolak untuk menjauh.
"Melisa, tolong jangan ganggu aku, aku tak peduli dengan siapa kau pergi dan apa yang kau lakukan, kau bisa melakukannya."
"Tidak, aku tak pernah berniat mengkhianatimu, aku tak sungguh-sungguh memiliki hubungan dengan Dominic." Melisa semakin mendekatkan wajah mereka, membuat Julian harus menghentikan aktivitasnya.
"Melisa!" hardik Julian.
"Dengar, aku akan melakukan apapun untukmu, tapi tolong maafkan aku." Melisa berbisik tepat di telinga Julian.
Julian terdiam dan membuat gadis itu kembali menatapnya.
"Bagaimana? Kau mau memaafkanku?"
Julian menyeringai, "Apa jaminannya kau tidak akan melakukannya lagi?"
"Karena dia tidak lebih menarik darimu," godanya sembari mengecup bibir Julian.
"Tapi aku sudah menemukan wanita yang lebih menarik darimu, bagaimana?" ucap Julian membuat Melisa memercingkan matanya.
"Siapa? Wanita kemarin itu? Apa yang dia bisa? Memuaskanmu?" selorohnya.
"Tidak penting kau mengetahuinya." Julian berusaha menyingkirkan Melisa dari pangkuannya.
"Julian! Kau masih melihat wanita lain di saat aku sudah memberikan segalanya untukmu, apa yang kurang dari diriku sehingga sekarang kau lebih memilih wanita itu?" oceh Melisa.
"Aku tak pernah memintanya, kau yang memberikannya padaku secara cuma-cuma," jawab Julian.
Cuma-cuma? Tentu tidak, Julian memang senang menggoda, tapi dirinya tidak pernah menyangka wanita-wanita yang di godanya akan menyerahkan diri mereka begitu saja. Dan tentu dia tahu alasan mereka melakukan itu, semua tidak lain adalah karena uang, meski dirinya tak pernah menganggap wanita-wanitanya menjual diri, Julian tak pernah kurang-kurang memberikan mereka uang.
"Lalu sekarang kau akan mengabaikanku? Kau selalu bersikap begitu jika mendapatkan wanita baru," gadis itu bicara seraya menunjukkan wajah muram.
Julian mengelus lengan wanita itu, "Aku hanya bergurau, tak ada wanita yang lebih darimu."
Dirinya tahu Lisa adalah wanita yang berani dan cukup nekat, Ia tak mau jika Melisa melakukan hal-hal yang akan menyulitkan Roselle.
"Sungguh? Lalu bagaimana dengan wanita itu?"
"Tentu aku menciumnya hanya untuk membuatmu cemburu." bohong Julian.
Cup!
Melisa mengecup lagi bibir Julian dengan lembut.
"Aku tahu itu." Wanita itu berniat mencium Julian kembali, tapi segera Julian menolaknya.
"Jangan sekarang, tidakkah kau lihat aku sedang sangat sibuk."
"Baiklah, kali ini akan ku biarkan kau dengan kesibukanmu, tapi malam ini aku ingin bersamamu di tempat biasa," ujarnya kemudian beranjak dan melambaikan tangan dengan manja pada Julian.
**