Chereads / My Roselle / Chapter 10 - Melted

Chapter 10 - Melted

"Rose!"

Gadis itu hendak menekan engsel pintu, namun panggilan Julian membuatnya menoleh. Rose terkejut ketika melihat Pria itu sudah berada tepat di belakangnya dan tiba-tiba meraih pinggangnya lalu menciumnya. Matanya terbelalak, namun ada perasaan yang membuat Rose mulai merasa nyaman dengan ciuman itu, bahkan dirinya tak menolak ketika Julian menciumnya semakin dalam dan menggendongnya menuju sofa lalu membaringkannya di sana.

Rose membuka matanya dan berusaha memanggil Julian, "Ju-lian.. Ma-af.." Julian menghentikan ciumannya ketika menyadari Rose hendak bicara.

"Maaf, aku tak bermaksud menyakiti perasaanmu." Rose memalingkan wajahnya setelah bicara, Ia merasa malu karena Julian menatapnya begitu lekat.

"Aku tahu kau tak sungguh-sungguh mengucapakannya." Julian meraih wajah Rose untuk kembali menatapnya, gadis itu begitu memerah karenanya.

"Aku mencintaimu," ucap Julian membuat Rose tak berani menatapnya.

"Masih mau pergi dariku, Rose?"

Rose memberanikan diri untuk membalas tatapan Julian, dan menggeleng.

"Aku tahu kau tidak sungguh-sungguh membenciku. Seiring berjalannya waktu, kau akan menerimaku," ucap Julian lalu kembali menciumnya.

"Aku mencintaimu, Rose.." bisiknya, "Tidakkah kau mencintaiku?"

Rose terdiam, Ia berpikir hal yang membuatnya dalam posisi ini sekarang, tidak mungkin karena dia mencintai seorang Julian Smith, jujur Rose belum dapat merasakan jelas perasaan itu di hatinya.

"Aku tak tahu," jawabnya.

"Kau akan mengatakannya segera." Julian membebahi sedikit rambut Rose yang berantakan kemudian memeluknya.

Setelahnya Julian bangkit menuju meja bar, meraih sebotol minuman untuk mencairkan suasana.

"Hendak minum?" tawarnya pada Rose.

"Apa saja tapi tidak dengan kadar alkohol yang tinggi."

Julian memberikannya segelas minuman lalu mendudukkan dirinya, menopang siku lengannya yang memegang gelas dengan lututnya. Ia memperhatikan Rose dengan intens, seperti sebelumnya Ia menatap gadis itu. Sungguh, wanita ini membuat Julian begitu penasaran.

"Kau bisa menyimpan uangmu, kau tahu aku tak memintamu untuk mengembalikannya."

"Tapi aku sudah-"

"Aku tidak mungkin perhitungan soal uang dengan wanita yang ku cintai, lagipula kini kau sudah benar-benar menjadi kekasihku bukan?"

"Kekasih?"

"Setelah apa yang baru saja kita lakukan, kau masih tak mau memperjelas hubungan kita?"

"Lucu rasanya, menjalin hubungan dengan cara yang tidak biasa." Rose menyeringai.

"Kau adalah kekasihku mulai saat ini. Kau adalah milikku dan begitu pula sebaliknya," tegas pria itu.

Sedikit menggelikan, ketika memilirkan dua orang yang menjalin hubungan setelah mereka berciuman. Seharusnya Julian memikirkan untuk menyiapkan hal-hal yang romantis seperti memberinya bunga, mengajaknya makan malam atau memberinya cincin sebagai tanda hubungan mereka. Tapi lain dengannya, pria ini memang suka sekali menggoda.

"Apa kau begitu marah hingga memintaku untuk pergi?" tanya Rose.

"Ada perasaan kesal setelah mendengar ucapanmu, meski aku tahu kau tidak sungguh-sungguh dengan ucapanmu."

"Tapi aku sungguh-sungguh ketika aku melangkahkan kakiku," ujar Rose menutupi sedikit rasa malunya, jika sebenarnya ucapannya itu hanyalah gertakan saja.

"Itu tidak penting karena kau tak menolak ketika aku membawamu kembali masuk." Julian tertawa lirih.

Rose menghela nafas, "Yang tadi hanya kecelakaan, bukan berarti aku akan dengan begitu mudah luluh dalam godaanmu," ketus Rose.

Julian mengangkat bahu, Ia tentu mengira ucapan Rose hanyalah sebuah omong kosong.

"Aku merasa lelah, jadi sebelum aku merasakan efek dari alkohol ini, akan lebih baik jika aku pulang sekarang." Rose meraih tasnya hendak beranjak.

"Kau akan pulang?"

"Ya, mengapa? Hendak mengantarku?" tanyanya tanpa rasa malu, Rose merasa lebih percaya diri setelah pria itu mengatakan jika dirinya kini adalah milik Julian dan begitu pula sebaliknya.

"Mengantar?" Julian tertawa lirih mendengar tawaran Rose, sungguh aneh mendengarnya.

"Tentu Sayang, aku akan mengantarmu pulang," singkatnya.

-

-

"Aku akan menjemputmu besok."

Julian langsung pergi setelah mengantar Rose pulang, padahal wanita itu berharap Julian akan meminta Rose mengijinkanya untuk singgah, pria itu tampak terburu-buru, entah urusan apa yang di milikinya. Rose yang saat ini menjadi kekasihnya bahkan tak tahu apapun tentang Julian, Ia hanya tahu satu hal, Melisa, mantan kekasihnya.

Jika mengingat hal-hal buruk yang sebelumnya Julian lakukan padanya, Rose merasa sedikit kesal. Tapi entah mengapa pertemuannya dengan Julian beberapa kali mampu membuat Rose tertarik padanya. Setidaknya ada sedikit nilai plus dari Julian, yaitu kepeduliannya. Rose tahu di balik sikap menyebalkan dan angkuh itu, sesungguhnya Julian adalah orang yang baik dan peduli pada orang lain.

**

Ceklek!

Terdengar suara pintu terbuka.

"Aku tahu kau akan datang." sebelum wanita itu mempersilahkan masuk, pria yang memencet bel tadi langsung saja menerobos masuk.

"Sudah tidak sabar?" wanita yang tidak lain adalah Melisa menghampiri pria yang tengah meneguk minuman, siapa lagi jika bukan Julian Smith.

"Aku banyak pekerjaan, mengapa terus meneleponku?" gerutunya.

"Kau berbohong, aku menghubungi kantormu tapi mereka mengatakan jika kau sudah pulang."

"Aku pergi karena ada urusan, aku harus menemui seseorang di luar."

"Siapa? Lalu kau akan membiarkanku menunggu di sini sendiri?" oceh Melisa.

"Sebaiknya tak perlu menungguku." Julian tampak kesal dengan drama Melisa di hadapannya.

"Julian..!" rengek Melisa membuat Julian merasa risih.

"Katakan saja apa yang kau inginkan?"

Pria itu mengambil dompetnya dan megeluarkan sebuah kartu, "Kau membutuhkan uang? Ambil sebanyak yang kau inginkan," ujarnya seraya meletakkan kartu itu di atas meja.

"Kau bahkan begitu peduli ketika aku tidak memintanya, Sayang." Lisa menuangkan Julian minuman yang sedang di nikmatinya.

"Tidakkah kau inginkan sesuatu?" goda Lisa seraya bermanja pada pria itu.

"Aku sedang tak menginginkan apapun. Biarkan aku minum dan menenangkan diriku," ujarnya membuat Melisa cemberut.

"Mengapa? Ada hal yang mengganggumu?"

"Kau tak perlu mengetahuinya."

"Apakah ini tentang wanita itu?"

"Bukan urusanmu," singkatnya.

***

Esoknya Julian terbangun dengan kepala yang terasa pusing, Ia melihat tubuhnya tak berbalut pakaian di balik selimut, Julian sedikit berpikir apa yang terjadi tadi malam karena Ia tak mengingatnya.

"Sudah bangun?" gadis berponi itu sedang merias dirinya di depan cermin dengan bathrobe yang membalut tubuhnya.

"Apa yang terjadi semalam?"

"Yang terjadi? Kau terlihat begitu terkejut, bukankah kita biasa melakukannya?"

Julian mencoba mengingat yang terjadi semalam, tapi Ia sungguh tak dapat mengingatnya dengan jelas. Ia hanya ingat ketika dirinya minum begitu banyak dan memilih untuk tidur di sofa. Lalu mengapa Ia terbangun di atas ranjang?

Julian terperanjat ketika mengingat janjinya semalam, mengantar Rose bekerja. Segera Julian meraih pakaiannya yang berhamburan di lantai dan segera memakainya.

"Mau kemana, Sayang?" tanya Melisa heran.

"Ada urusan," singkat Julian.

"Lalu bagaimana denganku?"

"Aku tak bisa menemanimu." tanpa berpamitan pria itu bergegas meraih kunci mobil dan pergi meninggalkan Melisa yang menggerutu.

**

Rose menunggu kedatangan pria yang berjanji mengantarnya bekerja hari ini, namun sudah hampir terlambat tapi sosok yang Ia tunggu tak kunjung datang. Karena tak ingin terlambat, Rose memutuskan untuk berjalan menuju tempat pemberhentian bus dan menunggu di sana. Tiba-tiba mobil hitam yang cukup Ia kenal berhenti di sebelah halte, Julian keluar dan menghampiri Rose.

"Menunggu lama?"

"Lumayan."

"Baiklah aku akan segera mengantarmu."

Rose sedikit kesal meski tak Ia perlihatkan itu di hadapan Julian. Di dalam mobil, Ia perhatikan Julian terlihat kurang sehat, bahkan Ia dapat mencium bau alkohol yang kuat dari tubuh pria itu.

"Kau minum banyak semalam?"

"Tidak banyak."

"Apa yang membuatmu minum? Kau tampak tidak sehat," cecar Rose tak percaya.

"Hanya lelah dengan pekerjaanku saja," elak pria itu.

"Kau tidak terlihat baik-baik saja." Rose sedikit mengkhawatirkannya.

"Hanya sedikit pusing, Rose. Aku akan lebih baik sebentar lagi."

"Jika begitu mampirlah sebentar, aku akan membuatkanmu minuman hangat."

"Tidak perlu, aku hanya akan merepotkanmu saja."

"Tidak masalah, kau bisa singgah sebentar saja," yakin Rose membuat Julian mengiyakan permintaannya.

Sesampainya di restoran, Rose segera membuatkan Julian minuman hangat untuk meringankan sakit kepalanya. Rose tak dapat menemani Julian karena wanita itu sudah cukup sibuk dengan pekerjaannya.

Julian memperhatikan Rose yang tampak begitu sibuk, wanita ini memang berbeda, meski terkesan cuek, tapi Rose cukup perhatian. Dari luar wanita itu terlihat lemah, tapi nyatanya Julian akui jika Ia cukup kesulitan untuk menaklukannya. Menariknya lagi, Rose begitu mandiri, tidak pernah Julian menemukan wanita yang benar-benar menerimanya, semua hanyalah soal uang dan uang.

Ketika sedang memandangi Rose, Julian melihat seorang pria dengan seragam koki mendekatinya dan entah bicara apa dengannya. Julian melihat keduanya tampak begitu akrab.

"Joshua.." suara itu membuat Julian mengalihkan pandangannya.

"Ya?"

"Dia adalah mantan kekasih Rose, lebih tepatnya lagi Josh adalah mantan tunangannya karena mereka sudah sempat bertunangan," jelas seorang wanita yang ternyata adalah Ivy.

"Benarkah?"

"Jika kau tidak percaya, bisa kau tanyakan sendiri padanya," ucap Ivy.

Julian mengangkat bahu, "Tidak masalah jika dia hanyalah mantan tunangan Rose.

"Mungkin tidak masalah untukmu, tapi Josh masih sangat mengharapkan Rose kembali padanya." Ivy terus mencoba mengompori Julian.

Julian menatap serius pada wanita yang saat ini mengajaknya bicara, "Begitukah.." sekilas Ia lemparkan lagi pandangannya pada Rose yang masih tak menghiraukannya di sana.

"Katakan pada Rose, aku harus segera pergi," ujar Julian kemudian, dan pria itu beranjak meninggalkan kursinya, namun siapa sangka dengan berani tangan Ivy tiba-tiba memegang tangannya.

"Boleh ku pinjam ponselmu?"

"Ponsel?"

Awalnya Julian sedikit kebingungan, namun Ia mengerti jika wanita ini hendak mengajaknya berkenalan, dengan senang hati Julian akan meminjamkan ponselnya bukan. Lalu tampak Ivy mengetikan nomor teleponnya di ponsel Julian kemudian memberikannya kembali sembari mengedipkan satu matanya, mencoba untuk menggoda Julian.

"Ivy.." ucapnya.

Julian hanya tersenyum dan mengangguk lalu pria itu pergi tanpa berpamitan pada Rose.

Ivy merasa rencananya berhasil, Ia yakin pria yang tidak Ia ketahui namanya itu akan segera menghubunginya.

**

"Tuan Smith.." panggil seorang sekretarisnya di kantor.

"Ya? Ada hal penting?"

"Nyonya Isabel menunggu anda diruangan."

"Isabel?"

***