Chereads / My Roselle / Chapter 11 - Temptation

Chapter 11 - Temptation

Rose memijat kaki dan tangannya yang terasa pegal, hari ini benar-benar melelahkan karena Ia kedatangan banyak pelanggan.

"Minumlah, ini dapat menyegarkanmu." Josh menghampirinya dengan segelas minuman dingin di tangannya.

"Terimakasih." Rose memang sedang merasa haus sehingga Ia menerima minuman pemberian pria itu.

"Hari ini begitu ramai." Josh mencoba mencari topik pembicaraan, namun tampaknya gadis itu tak tertarik untuk bicara dengannya, Rose hanya mengangguk sejenak.

"Rose.."

"Ya?"

"Siapa pria yang datang denganmu pagi tadi?" akhirnya Josh memberanikan diri untuk bertanya.

Rose menaikkan sudut bibirnya, "Temanku."

"Teman?"

"Ya, aku tak sengaja bertemu dengannya di jalan dan dia mengeluh sakit di kepalanya sehingga ku tawarkan dia untuk membuatkannya minuman hangat," jelas Rose, berbohong.

Josh tentu tak percaya begitu saja dengan penjelasan gadis itu.

"Sudah waktunya, mari kita pulang!" teriak Ed membuat Rose meninggalkan Josh yang masih memperhatikannya.

Gadis itu tampak tak peduli pada Josh dan sibuk berbenah restoran sebelum Ia pulang.

Drrttt!

Ponselnya Rose bergetar, dapat Ia tebak dengan mudah pesan dari siapa yang Ia terima.

Aku tak bisa menjemputmu, aku akan menemui nanti di apartemen. Love you..

Rose mengangkat bahu dan menghela nafas, bukannya Ia kesal Julian tak menemuinya, tapi bukankah Rose tak perlu menunggu bus jika Julian datang menjemputnya pulang.

"Rose, mau ku antar pulang?" pertanyaan yang selalu Josh lontarkan padanya setiap jam pulang bekerja.

Rose terdiam sejenak, kemudian menganggukan kepala tanda setuju. Lumayan, Ia bisa cepat sampai ke apartemen dan tak perlu berlelah-lelah menunggu bus.

Josh yang selalu ingin mendapat jawaban 'Ya' dari Rose merasa senang dan dengan segera mengajak Rose menuju mobilnya. Sedikit canggung berada satu mobil lagi bersama Josh setelah semua yang mereka lalui, sehingga Rose tak banyak bicara di mobil, membuat Josh harus terus mencari topik pembahasan agar suasana tidak menjadi canggung.

Setelah sampai di apartemen Rose, Josh tak menyangka Rose akan menawarkannya untuk mampir ke apartemen gadis itu, tentu Rose hanya berbasa-basi saja, tapi Josh sama sekali tak menolak tawarannya.

Tak banyak yang mereka bicarakan, hanya terkadang membicarakan hal-hal lucu yang pernah mereka alami saat masih berpacaran. Sebenarnya Rose sangat malas membahas hal yang sudah menjadi masa lalunya namun tampaknya Josh menikmati bahasan itu dan dengan asik tertawa ria.

"Kau tidak ingin mencoba membuka hatimu kembali?" tiba-tiba saja Josh menanyakan hal yang serius.

"Ya? Maksudmu?"

"Kau tidak pernah terlihat bersama pria selain lelaki pagi tadi," ujar Josh terang-terangan.

"Sudahlah, jangan membahasnya," tolak Rose merasa risih dengan pembahasan itu.

"Sayang sekali Rose."

"Itu sudah menjadi masa lalu," ungkap Rose.

Josh menyadari Rose mulai merasa terganggu dengan pertanyannya dan memutuskan untuk pulang. Namun ketika keluar dari apartemen Rose, Josh melihat seorang pria yang baru saja datang, pria yang pagi tadi mengantar Rose bekerja.

Josh dapat menebak jika keduanya sedang dekat, bahkan pria itu tahu di mana Rose tinggal dan datang tanpa mengabari Rose lebih dulu, dan itu akan menghambat dirinya untuk kembali lagi pada Rose.

Julian yang melihat Josh keluar dari apartemen Rose tampak terkejut, apalagi ketika Josh tampak mengusap bibirnya. Pria itu menatap Josh dengan curiga.

"Kau..?" sama halnya dengan Rose yang sedikit terkejut melihat kedatangan Julian di sana.

Pria itu sampai lebih dulu dihadapan Josh dan juga Rose dengan wajah penasaran, mengapa mantan tunangan Rose ada di sini.

"Kenalkan, dia adalah Josh teman satu kerjaku," ucap Rose pada Julian.

Josh menjulurkan tangan mengajak Julian untuk berjabat tangan, tapi tampaknya Julian tak menanggapinya dengan ramah.

"Kau sudah makan malam?" tanyanya pada Rose, mengabaikan uluran tangan Josh.

Sebelum gadis itu menjawab, Josh berpamitan pulang.

"Baiklah Rose, aku pergi," ucap Jaehyun meninggalkan keduanya.

Sedangkan Julian menatap Rose dengan penuh intimidasi hingga wanita itu merasa aneh dengan tatapannya. Belum sempat Rose mengajaknya masuk, pria itu sudah berjalan melewatinya dan dengan santai mendudukkan dirinya di sofa seraya meletakan makanan yang Ia bawa.

"Kau belum makan kan?" tanya Julian sedikit melemah.

Rose mengangguk kemudian memperhatikan makanan yang cukup banyak di atas meja.

"Bagaimana jika aku tak membawakanmu makan malam? Apa yang akan kau makan?"

"Aku bisa memasak ramen," singkatnya.

"Jangan terlalu banyak memakan ramen, tidak sehat."

Rose mengangkat alisnya, tampak seperti pria yang mementingkan kesehatannya.

"Apa yang dia lakukan di sini?" tanyanya pada Rose yang tengah mengambil beberapa mangkuk dan piring.

"Dia mampir setelah mengantarku pulang."

"Mengantarmu pulang?"

"Ya, bukankah kau tak bisa menjemputku? Sedangkan aku merasa begitu lelah hingga Josh menawarkan tumpangan padaku, lalu mengapa aku harus menolaknya," jelas Rose santai.

"Lalu apa yang kalian lakukan?" Julian memperhatikan bibir Rose, pasalnya Ia teringat akan Josh yang mengusap bibirnya, Ia mengira Rose dan pria itu berciuman.

"Apa? Apa maksud pertanyaanmu?"

"Kalian tidak berciuman? Dia tidak menciummu?"

"Berciuman? Kau mengira kami berciuman? Kau pikir aku dapat melakukannya dengan siapapun?" Rose sedikit meninggikan suaranya.

"Aku hanya bertanya, mengapa kau terlihat kesal."

"Pertanyaan konyol, kau bisa menciumku bukan berarti semua pria dapat melakukannya seperti-"

"Eumph!" Julian menciumnya sebelum gadis itu selesai bicara.

"Apa yang kau lakukan?" teriaknya sembari memukul bahu Julian.

"Hanya memastikan jika bibirmu tidak disentuh olehnya."

"Gila!" ketus Rose membuat Julian tertawa.

"Jauhi dia," tampaknya Julian masih serius membahas soal Josh yang Ia tahu adalah mantan tunangan Rose.

"Jauhi? Untuk apa aku menjauhinya?"

"Ah tidak, jauhi semua pria yang dekat denganmu, aku tak mengizinkanmu memiliki teman seorang pria."

"Kau ini siapa mengaturku? Lagi pula Josh adalah teman kerjaku, aku tidak mungkin menjaga jarak dengannya."

"Aku tak memintamu menjaga jarak dengannya jika itu urusan pekerjaan, tapi tidak untuk mengantarmu pulang, atau bertukar nomor ponsel. Bukankah dia-" Julian ingin sekali mengatakan jika Josh adalah mantan tunangan Rose namun tentu Rose akan bertanya dari mana Ia tahu hal itu.

"Jangan mengaturku, aku tidak suka kau mengatur hidupku, Ck!" Rose berdecak kesal.

"Lakukan saja, atau--"

"Apa? Kau akan meninggalkanku? Tidak masalah, pergi saja sana!" Rose sudah sangat lelah menjalani masalah hidupnya, dan pria ini datang untuk mengatur hidupnya. Ia tak suka jika Julian mengekangnya dan menambah beban pikirannya.

"Baiklah, aku tak suka wanita yang tidak mau menurut padaku," ujar Julian lalu beranjak dari duduknya dan pergi keluar melewati pintu, membuat Rose menganga. Ia pikir Julian akan mengalah padanya, nyatanya pria itu tetap menginginkan Rose mengikuti kehendaknya dan benar-benar pergi.

Lagi-lagi Rose merasa bersalah setelah berani mengusir Julian. Sebenarnya Ia bukanlah gadis yang kasar apalagi bicara seberani itu pada orang lain, namun Rose merasa sudah cukup sering di khianati, hingga rasanya lelah membuka hati untuk pria lain apalagi untuk pria keras kepala seperti Julian.

**

"Menunggu lama?"

Julian merasakan tangan seorang wanita yang meraba pundaknya.

"Hai.." sapanya.

"Aku tahu kau pasti akan menghubungiku," wanita itu dengan gemulai mendudukkan dirinya di kursi sebelah Julian.

"Julian.." Julian menjulurkan tangannya dan dengan senang hati wanita itu menjabat tangannya.

"Ivy.." bisiknya di telinga Julian.

"Aku sudah tahu namamu, Ivy. Mau pesan sesuatu?" tawar Julian dengan manis.

"Kau bisa pilihkan untukku," ujar Ivy.

"Baiklah.." seperti permintaannya, Julian memesankan minuman untuk Ivy dengan kadar alkohol yang rendah.

"Jadi benarkah kau adalah kekasih Rose?" tanya Ivy.

"Bagaimana menurutmu?"

Ivy mengangkat bahu, "Bukankah malam itu kalian baru bertemu, aneh mendengar jika dalam beberapa hari saja dia menjadi kekasihmu," ungkap Ivy.

Julian hanya tertawa mendengar ucapannya.

"Mengapa kau disini?" tanya Ivy.

"Menghilangkan penat, terimakasih karena sudah datang."

"Kau adalah pria yang baik dari penampilanmu, lalu apa yang kau pikirkan?"

Julian menyeringai, "Bukan berarti tidak ada yang aku pikirkan."

"Kau bahkan bisa mendapatkan wanita manapun yang kau mau," godanya, tangan wanita itu tak tinggal diam, jari-jarinya bermain di lengan kekar pria itu.

"Termasuk dirimu?" kini Julian balik menggodanya.

Ivy tertawa, "Jujur, kurasa kau benar."

Julian dengan sengaja meraih tangan Ivy dan mengecupnya, wanita itu semakin gila di buatnya.

"Apakah tidak masalah jika aku memilikimu malam ini?" tanya Julian lagi-lagi menggodanya.

"Jangan khawatir, aku bahkan tak suka pada Rose jadi bukan masalah jika kau memilikiku malam ini, karena aku juga mengunginkanmu," jawab Ivy begitu bergairah.

Pria itu hanya tersenyum, "Beri minuman lagi," ujarnya.

"Lalu, kemana kau akan membawaku malam ini?"

"Aku akan memikirkannya, nikmati saja dulu malam ini."

Ivy tersenyum bahagia dan tentu merasa menang karena menurutnya Ia berhasil menaklukkan Julian, pria yang kini tengah dekat dengan Rose. Tampaknya tidak terlalu sulit untuk memancing Julian masuk dalam perangkapnya itu, dan malam ini dirinya pasti akan memiliki Julian.