"Saya cuma butuh pembantu dan asisten selama satu bulan saja, setelah satu bulan kamu bisa kembali bekerja lagi"
Menyesal!
Itulah kira-kira yang Laras rasakan saat ini, jika saja dia tau kalau ini pekerjaan yang di tawarkan oleh Seno managernya, pastilah dia akan menolak mentah-mentah dan takkan pernah mau menerimanya.
Gaji dua kali lipat lebih besar ?
Bahkan di gaji sepuluh kali lipat pun dia gak akan mau terima pekerjaan ini, Sial sekali sih hidupmu Laras.
"Bagaimana ?"
Laras hanya bisa menunduk di hadapan Rafan, dia bahkan tidak bisa menolak dari saat pertama kali Seno menyuruhnya masuk kedalam ruangan Bosnya itu, Laras benar-benar merasa di jebak oleh Seno, setelah makan siang Laras memutuskan untuk langsung keruangan Seno dan seperti menunggu kedatangannya, Seno duduk di ruangannya dan begitu ia melihat Laras datang, secepat kilat Seno langsung mengajak Laras ke suatu ruangan yang tak lain adalah ruangan Rafan, awalnya Laras bingung, namun Seno menyuruhnya untuk masuk dulu dan… inilah yang terjadi. Sial!
Seno menyenggol-nyenggol lengan Laras, membuat wanita itu meliriknya, ia melihat mata Seno melirik kearah Rafan lalu kembali melihat Laras, memberikan isyarat agar Laras segera menjawab pertanyaan bosnya itu.
"Atau kamu mau gaji tigas kali lipat lebih tinggi ? atau berapa ? sebutkan saja ?"
Enggak! Mau gaji seratus kali lipat pun dia gak mau!
"Laras ?"
Rafan menunggu jawaban Laras, terdengar helaan nafas dari gadis itu yang sontak membuat dirinya tersinggung. "Kalau kamu gak mau juga gak apa-apa" ucapnya dengan dingin memandang kearah lain.
Namun anehnya gadis itu tetap diam, hingga Rafan yang kali ini gantian menghelah nafas. "Jadi kamu mau tidak ? kalau tidak, keluar dari ruangan saya sekarang, saya masih harus kerja"
Seno semakin menyenggol Laras yang kini masih terdiam bagaikan patung yang terpajang di ruangan tersebut.
Kak, Kalo ada uang gue minjem dulu ya, buat bayar kuliah, akhir bulan kalo udah gajian gua ganti.
Tadi ada penagih hutang, kayaknya Kakakmu nunggak lagi.
Bapak kamu di pecat karena Bosnya mau pindah keluar negeri, mamah gak tau bulan ini mau makan pakai uang apa.
Laras kembali teringat masalah keluarganya, sepertinya memang ini jalan keluarnya.
"Baik Pak, saya bersedia" jawab Laras pada akhirnya.
Seno bersorak dalam hatinya, sementara Rafan hanya terdiam ditempatnya dengan Laras yang terus melihat ke lantai.
Orang susah mana bisa memilih sih, sepertinya kamu mulai lupa soal itu Laras.
"Oke kalau kamu memang bersedia, mulai hari ini kamu bisa langsung mulai kerja"
Laras langsung menegakkan kepalanya, bukan hanya Laras tapi Seno juga yang merasa kaget dan menatap Bosnya itu.
"Bawa barang-barang kamu sekarang juga, kebetulan saya harus mengetik laporan jadi cepat bawa keperluan kamu kesini"
Laras menatap Seno, namun pria itu segera menyuruhnya pergi dan membawa semua barang-barang miliknya.
"Bapak yakin mau langsung terima Laras ?" tanya Seno begitu Laras keluar dari ruangannya.
"Iyalah, tadi kamu kan dengar saya ngomong apa" jawab Rafan.
"Maksud saya bapak gak mau interview dulu atau apa gitu" Seno kembali bicara, pasalnya ini adalah momen langka yang jarang dia liat, biasanya Rafan adalah orang yang sangat teliti, dia bukan orang yang suka bertindak sembarang, apalagi ketika ia memilih sesuatu, tapi… bagaimana sekarang dia bisa semudah itu memutuskan, bahkan ini untuk asisten pribadinya yang biasanya sangat ia teliti.
"Dia Laras yang tadi ruang rapat kan ?"
Seno mengangguk. "Iya Pak"
"Berarti dia karyawan yang sering kamu bangunin sewaktu lembur ?"
Seno mengangguk lagi. "Iya Pak, anda benar"
"Kalau gitu buat apa di interview lagi ? Saya tau dia Laras, meski saya lupa wajahnya seperti apa, Dia yang selalu presentasi, bergadang lembur setiap malam, tidak ada yang perlu di interview, dari sana saya sudah bisa menilai" ucap Rafan panjang lebar.
Seno hanya mengangguk-anggukan kepala, meski dia masih merasa kalau ini sangat mustahil untuk di lakukan bosnya.
"Dari pada kamu diam sambil liattin saya, lebih baik pindahkan bangku yang ada di hadapan saya ke samping saya untuk nanti Laras duduk"
Bagaimana Rafan bisa tau kalau dirinya sedang memperhatikannya ? benar-benar orang yang tidak bisa di tebak.
Sesuai perintah Seno menarik kursi beroda yang ada di hadapan Rafan dan menaruhnya tepat di samping kursi bosnya itu.
"Mulai besok kamu bisa bekerja seperti biasanya, gak perlu datang ke rumah saya lagi, semua akan di handle Laras mulai hari ini" ucap Rafan yang membuat Seno senang bukan main, akhirnya dia bisa bangun agak siang setelah kemarin-kemarin harus bangun subuh-subuh untuk berangkat menjemput Rafan di rumahnya.
"Oh iya, Baik Pak" jawab Seno.
Ditengah obrolan keduanya, tiba-tiba pintu ruangan bosnya kembali di ketuk seseorang. "Itu pasti dia" ucap Rafan lalu menyuruh orang tersebut untuk langsung masuk saja.
Laras membawa tas miliknya beserta dengan tas bekal dan beberapa lembar kertas penting, membuat ia terlihat kesulitan karena kedua tangannya penuh membawa barang.
"Taruh barang-barangmu di sofa aja" perintah Seno yang langsung di turuti oleh Laras.
"Yasudah Seno, kamu boleh kembali bekerja" ucap Rafan. "Laras, silakan duduk, kita harus mulai mengetik laporan" sambung Rafan sambil menunjuk kursi di sebelahnya.
Laras terdiam sejenak, matanya membuat takkala mendengar ucapan Rafan dan kursi yang ada di sebelah pria itu.
Dia harus di duduk sana ?!
Laras seketika melihat kearah Seno, tapi pria itu hanya mengepalkan tangannya dengan senyum "Semangat!" itulah kira-kira maksud gerakan bibir Seno sebelum akhirnya pria itu pamit undur diri berjalan keluar ruangan meninggalkan Rafan dan Laras.
Gila! Bagaimana bisa dia duduk tepat di sebelah bosnya.
"Laras cepat! Waktu saya gak banyak"
Canggung, namun Dia sama sekali tidak bisa kabur ataupun lari dari sini.
Tenang Laras, tinggak Duduk, bikin laporan dan selesai.
"B..baik Pak"
Dengan perasaan tidak tenang bukan main bercampur dengan rasa terpaksa, akhirnya Laras duduk tepat di sebelah Rafan, bosnya.
"Ambil laptonya" titah Rafan begitu Laras duduk di sebelahnya.
Laras mengambil laptop yang kini berada di hadapan Rafan, menggeser kehadapannya, samar-samar Laras bisa mencium wangi parfum yang sangat kuat, khas parfum pria.
"Sudah ?" tanya Rafan.
"Sudah Pak"
Rafan mengangguk singkat, lalu ia merubah posisi dengan kaki kiri yang menopang kaki kanan, sambil memegang pulpen mahal milik.
"Oke sekarang kamu ketik apa yang saya ucapkan"
Keduanya pun saling fokus dengan tugasnya, Rafan sibuk berbicara sementara Laras fokus menyimak semua ucapan Rafan, di dalam ruang kerja Rafan yang besar, hanya suara Rafan yang terdengar dan entah kapan ini akan selesai karena jujur jantungnya benar-benar tak berhenti berdegub kencang semenjak ia duduk di samping bosnya.