Chereads / Anti Sosial / Chapter 8 - Sarapan Pagi

Chapter 8 - Sarapan Pagi

"Kamu siapa ?"

Laras ingin menjawab, tapi entah kenapa lidahnya kelu apalagi ia ketakutan melihat tatapan dua orang asing yang ada di depannya ini.

"Kamu kenapa bisa ada di kamar ini ?"

Lagi, pria tua di hadapan Laras kembali bertanya, sambil terus melihat Laras dengan pandangan menyudutkan.

"Laras, saya sudah selesai mandi!"

Ketiga orang itu langsung kaget begitu mendengar suara teriak Rafan yang memanggil Laras.

Kenapa harus di saat begini sih dia selesai mandi ?!

Laras semakin gelagapan dan tidak tau harus berbuat apa, badannya bergerak gelisah, sementara dua orang di hadapannya itu terus melihat kearahnya, apalagi setelah mendengar suara Rafan, tatapannya semakin menaruh curiga pada Laras.

"Mmmm…Maaf, permisi"

Laras langsung menutup pintu kamar itu kembali, Dia benar-benar tidak tau harus berbuat apa, jadilah Dia hanya kembali menutup pintu itu, dan berjalan kearah kamar mandi.

Dia akan bilang ke Rafan saja, biar dia saja yang jelaskan nanti kepada dua orang itu, lagian dia baru tau kalau Bosnya itu ternyata sudah punya istri.

Tapi kenapa gak sekamar ya ?

Cklek…

Laras membuka pintu kamar mandi itu setelah mengetuknya terlebih dahulu, ia melihat Rafan yang kini tengah berdiri dengan handuk kimono yang Dia pakai dengan sangat tidak rapih, membuat Laras maju dan langsung merapikan handuk itu agar menutupi badan Rafan dengan benar.

"Kamu dari mana aja sih, kok lama banget datengnya?!" protes Rafan tepat di telinga Laras yang kini sedang merapikan handuk yang ia pakai.

"Maaf Pak, tadi soalnya pintu kamar bapak di ketuk orang, jadi saya cek dulu tadi"

Ucapan Laras membuat Rafan langsung terdiam, pandangannya menunjukkan sedikit keterkejutan. "Siapa ?" tanya Rafan akhirnya setelah diam beberapa saat.

"Saya gak tau Pak, tapi tadi ada perempuan sama bapak-bapak gitu"

Rafan kembali terlihat santai, ia hanya mengangguk sesaat. "Oh, yaudah cepet bawa saya keluar, kamu udah siapin baju saya kan ?"

Oh iya! Astagfirullah… Dia lupa!

"Hmmmm… Saya…"

"Belum kan ?"

Laras hanya bisa tersenyum malu sambil menggandeng tangan Rafan keluar dari kamar mandinya.

"Gimana kamu ini, yaudah dudukan saya di sofa terus kamu siapkan baju saya"

"Baik Pak" jawab Laras nurut.

Laras segera mendudukan Rafan di sofa pijat yang terletak tak jauh dari kasurnya, Laras langsung berjalan ke lemari besar milik Rafan dan membuka lemari yang berisi banyak sekali baju dan jas mahal milik Rafan.

Laras melihat satu persatu Jas dan kemeja yang tergantung di dalam lemari itu, semua jas dan kemeja di dalam lemari itu warnanya rata-rata warna monokrom, dan sedikit warna yang soft seperti warna biru, abu-abu atau cokelat.

Ditengah kebingungannya, Laras melihat kearah bosnya yang kini tengah diam menunggunya sambil menikmati sofa pijat. "Hmmm… Pak Rafan mau pakai baju warna apa hari ini ?" tanya Laras yang meminta saran bosnya.

"Terserah" jawabnya singkat.

Karena sudah melihat reaksi Rafan yang terlihat tidak peduli, akhirnya Laras mengambil setelah Jas berwarna biru dan kemeja berwarna putih lengkap dengan dasi putih dengan aksen garis-garis biru yang sesuai dengan seleranya.

Hitung-hitung merubah setelan bosnya yang hampir setiap hari ke kantor pakai jas warna hitam melulu.

"Ini Pak, sudah saya pilihkan pakaian Pak Rafan untuk hari ini" ucap Laras sambil menaruh setelan jas dan kemeja itu di atas kasurnya.

"berikan ke saya" ucap Rafan sambil mengulurkan tangannya. "Kemeja sama celana dulu" sambung Rafan.

"Daleman saya ?"

Hah ?!

Laras bingung dan kaget seketika dengar ucapan bosnya itu, masa iya daleman Rafan juga harus dia yang siapkan.

"Daleman juga Pak ?" tanya Laras dengan polosnya.

Rafan hanya mengangguk "Iya, kamu pikir saya ke kantor gak pakai daleman ?" jawabnya.

"Cepat ambil, sekarang pasti udah jam setengah tujuh, kamu buka lemari saya lagi, dia bawahnya ada laci, ada daleman saya disana, terserah kamu ambil yang mana aja"

Laras hanya bisa melongo mendengar ucapan Rafan yang nyaris tanpa beban ataupun canggung sama sekali.

Ini lagi ngomongin daleman loh, kok bisa bosnya setenang dan seenggak tau malunya ini, apalagi Dia itu lagi ngomongin daleman sama sekertarisnya yang jenis kelaminnya perempuan.

Kayaknya urat malu Rafan udah putus deh

Laras langsung mengambil asal daleman milik Rafan begitu ia membuka laci itu, Laras segera menutup laci dan lemari itu setelah mengambil daleman milik Rafan yang berwarna hitam.

"Ini Pak" Laras langsung memberikan daleman itu pada Rafan.

Keduanya sesaat berdiri berhadapan, Laras bingung dengan apa yang akan ia lakukan lagi, Dia sedang menunggu Rafan memberi intruksi lagi.

"Sekarang kamu menghadap membelakangi saya, tutup mata kamu" ucap Rafan.

"Apa ?" tanya Laras kagok.

"Saya mau ganti baju, kamu mau liat saya ganti baju ?"

Laras langsung menggeleng, ya tentu aja dia gak mau, memang dia perempuan macam apa yang lihat cowok ganti baju.

Perempuan itupun langsung membalikan badannya, menutup matanya dengan kedua telapak tangannya. "Sudah Pak" ucap Laras.

Rafan pun langsung membuka handuk kimononya, dia meraba-raba terlebih dahulu pakaian yang ada di tangannya.

"Jangan ngintip ya"

"Enggak kok Pak!"

Ish! Nyebelin banget sih bosnya, kalau tau begini kerjanya dia gak akan ambil pekerjaan ini.

"Kamu tadi kesini sama siapa ?" tanya Rafan sambil sibuk memakai pakaiannya.

"Sama adik saya, dia yang anterin saya"

"Kamu udah bawa semua barang kamu kan ?"

Laras mengangguk. "Sudah Pak"

"Kamu taruh dimana barang-barang kamu ?"

"Saya titipin Pak Tejo"

"Kok di titipin Pak Tejo ? harus kamu taruh di sini aja, kamar kamu nanti ada di sebelah kamar saya"

"Oh kalau gitu nanti saya ambil lagi" jawab Laras.

Hampir dua puluh menit lamanya Rafan berganti baju sambil terus mengobrol dengan Laras.

"Sekarang kamu boleh buka mata" ucap Rafan.

Laras langsung membalikan badannya, melihat kearah Rafan dan… Seketika Laras tersenyum geli karena melihat baju Rafan yang tidak beraturan, kancing yang salah masuk, celana yang belum di kancing, dan rambut yang acak-acakan.

"Maaf ya Pak, biar saya rapikan dulu"

Dengan telaten Laras membenarkan pakaian Rafan, posisi mereka sangat dekat, Laras bagaikan seorang istri yang sedang mendadani suaminya yang akan berangkat kerja.

"Tadi pasti yang datang Papah sama adik perempuan saya" ucap Rafan dengan Laras yang kini sedang membenarkan kemejanya.

"Mereka pasti kaget liat kamu, soalnya saya memang belum bilang ke mereka"

Laras hanya mengangguk-angguk, sambil memakaikan Jas di tubuh bidang Rafan. "Memang sebelum ada saya, siapa yang rawat Pak Rafan ?"

"Ya paling Pak Tejo, kalau enggak Bi Inem" jawabnya.

Laras tak bertanya lagi, kini ia mulai merapikan rambut Rafan, badan Rafan yang tinggi membuat Laras harus sampai menjijit untuk bisa sampai menyentuh rambut pria itu.

"Bilang aja kalau susah, biar saya yang turun" ucap Rafan dan langsung membungkukkan sedikit badannya, membuat mata mereka bertemu.

Sesaat Laras terpaku, ia tak menyangka bisa sedekat ini dengan Rafan, bahkan sampai bisa menatap langsung mata pria itu, wajah Rafan terlihat jelas saat ini, bahkan Laras bisa tau kalau Rafan punya setitik tahi lalat di hidung mancungnya.

Sadar Laras!

Dia harus tetap fokus, berkali-kali Laras mengingatkan dirinya untuk tau posisinya saat ini yang hanya sebagai pekerja yang di bayar oleh Rafan diakhir bulan.

Laras pun kembali merapikan rambut tebal halu milik Rafan, menatanya serapih mungkin.

"Sudah ?" tanya Rafan yang mungkin mulai pegal dengan posisi badannya saat ini.

"Iya, sudah pak"

Laras mundur, ia kembali menjaga jarak dengan bosnya itu, rasa malu dan canggung langsung hinggap di hatinya.

"Yaudah kalau begitu ayo kita keluar, jangan lupa bawa tas kerja saya"

"I..iya Pak"

Laras segera menuruti perintah Rafan, ia mengambil tas kerja Rafan yang berada diatas buffet dekat dengan TV, lalu menggandeng tangan Rafan untuk keluar dan menuruni tangga, dibawah sudah, tepatnya di ruang makan, Laras bisa melihat kalau sudah ada beberapa orang yang sedang duduk disana, seperti sedang menunggu kedatangan mereka, Laras juga bisa lihat wanita dan laki-laki yang tadi mengetuk kamar Rafan.

***

Laras semakin canggung dibuatnya, apalagi ketika ia sampai di meja makan itu, mendudukan Rafan disana, semua mata tak henti-hentinya menatao kearah Laras, setelah mendudukan Rafan bahkan Laras tak berani duduk disana dan hanya berdiri di belakang bosnya itu.

"Rafan…" suara berat milik pria yang tak lain ayah Rafan memanggil anaknya.

"Pagi Pah" sapa Rafan.

Laras hanya bisa menunduk, tapi dari sorot matanya ada seorang wanita tua yang langsung melayani Rafan begitu pria itu duduk, seperti mengambil makanan dan menuangkan susu, mungkin itu Bi Inem yang Rafan maksud.

"Pagi" jawab Nareswara, ayah dari Rafan.

"Jablay lo belum pulang juga ternyata"

Laras semakin menunduk, wanita judes itu entah kenapa suka sekali ngatain dirinya jablay, sepertinya Laras mengenakan pakaian yang sopan dan tidak seksi, tapi entah kenapa perempuan itu terus mengatakan Laras seperti itu.

"Ririn!" tegur seorang perempuan lagi, meski terlihat tua tapi tetap cantik, itu pasti ibu Rafan.

Rafan terlihat menyunggingkan senyum, ia seolah sudah biasa mendengark kata kotor dari mulut adiknya itu. "Tumben udah bangun, perasaan tadi malam masih sempoyongan" ucap Rafan dengan nada mengejek.

"Ternyata emang bener ya, kalau buah itu gak akan jatuh jauh dari pohonnya, nah ibunya pelakor sekarang anaknya…."

Apa ? Pelakor ?!

"Sudah Diam!" bentak Narewara, Laras semakin menunduk takut sementara Rafan kini terdiam dengan wajah tegang dan tangan terkepal.

Ririn tampak tak peduli, dengan santai wanita itu melanjutkan makannya, tak terlihat raut ketakutan ataupun terganggu.

"Rafan, sekarang coba jelaskan ini…" Nareswara melihat kearah Laras. "Siapa perempuan ini ?"

"Dia sekertaris Rafan Pah, namanya Laras"

"Oh sekarang mainnya sama sekertaris!" sahut Ririn menyerobot, perempuan itu melihat kearah Laras. "Dandanannya sih polos ya tapi ternyata…"

"Kamu bisa diam dulu tidak Ririn!" tegur Nareswara lalu melihat kearah Rafan. "Lanjutkan Rafan" sambungnya.

"Iya, dia sekertaris sekaligus asisten Rafan, cuma selama satu bulan, karena kemarin Papah bilang kalau Rafan dapat donor mata itu paling lama satu bulan, jadi Rafan cari orang yang mau bantu Rafan selama satu bulan, Rafan juga sekalian ijin buat pakai kamar tamu yang ada disamping kamar Rafan buat di pakai Laras"

Nareswara mengangguk, dia kembali melihat Laras. "Tapi kenapa perempuan, memang laki-laki gak ada ? kenapa kamu gak tunjuk seno aja, kemarin kan Seno yang bantu kamu"

Rafan mengangguk paham. "Iya memang ada Seno, tapi Rafan liat Seno jadi gak bisa fokus, banyak kerjaannya yang jadi gak bisa dia pegang sementara perusahaan butuh Dia, jadi Rafan putuskan untuk gak dibantu Seno lagi"

Nareswara tak menjawab, tapi wajahnya tampak tak seperti tadi ketika ia melihat Laras.

"Yasudah kalau memang itu keputusan kamu" ucap Nareswara pada akhirnya.

Keluarga itu pun kembali melanjutkan sarapan mereka, Laras terus menunggu dengan kepala tertunduk, sesekali dia melirik kearah Ririn yang terus menatap sinis dirinya.

"Semoga kamu bukan incerannya, Ras" batin Laras berdoa dalam hati.