"Sudah dapat orang yang cocok ?" tanya Rafan lagi, Seno hanya bisa menelan ludah.
"Hmmm… Sud..dah Pak"
"Apa ?"
"Sudah Pak"
Seno tidak tau kenapa, kenapa dirinya bisa begitu nekat menjawab pertanyaan Rafan dengan berbohong.
Mati Kau Seno, Kalau dia nanya…
"Oke, coba kalau begitu bawa dia kehadapan saya hari ini, saya mau langsung interview"
Tamat! Dia rasa inilah akhir hidupnya.
"Baik Pak" jawab Seno, begitu pelan dan penuh dengan ketidakyakinan.
"Yasudah kamu boleh keluar, saya mau telepon kolega dari Malaysia dulu"
"Baik Pak"
Seno pun keluar dengan dada yang sesak memikirkan jalan keluar dari segala ucapan yang harus ia pertanggung jawabkan dengan Bosnya, Dia bahkan tidak tau siapa yang harus ia bawa kehadapan Bosnya nanti.
Matilah Kau Seno, Tamat sudah riwayatmu.
***
"Biar saya aja Mba"
"Oh gak usah Bu, saya bisa kok"
Laras kembali melanjutkan menuang bubuk kopi kedalam sebuah cangkir, di ruang kerjanya sedang gaduh perkara rapat dadakan yang akan dilakukan, membuatnya pusing dan tidak bisa konsentrasi bekerja, jadilah dia pergi ke ruang OB untuk membuat kopi, menenangkan dirinya dan menghindari suasana ruwet ruang kerjanya, masalah laporan… Dia cukup beruntung karena menjadi orang yang langganan lembur yang secara otomatis membuat pekerjaannya lebih cepat selesai, sehingga saat ini dia bisa sedikit bersantai.
"Mba Laras gak kerja ?" tanya sang ibu tua yang menjadi OB.
"Kerja kok, tapi nanti, mau ngopi dulu" jawab Laras dengan senyum ramah.
Laras berjalan kearah dispenser yang ada di ruangan itu sambil membawa cangkir miliknya yang berisi bubuk kopi hitam, tangannya ingin memencet tombol merah pada dispenser itu yang mana nanti akan mengeluarkan air panas.
"Bu, bikinin saya kopi dong"
Laras langsung menghentikan gerakannya, matanya melihat kearah sumber suara yang mana disana tengah berdiri Seno, managernya.
"Pak" sapa Laras sambil menundukan kepala.
Seno hanya mengangguk singkat lalu duduk di sebuah kursi meja makan yang tersedia di ruangan OB itu, sementara Laras kembali melanjutkan menyeduh kopinya.
"Kamu gak bikin laporan ?" tanya Seno begitu ia memperhatikan Laras yang kini tengah menyeduh kopi dan membelakanginya.
"Sudah Pak, saya sudah selesai" jawab Laras lalu kembali menekan tombol merah itu untuk menghentikan laju air panas yang keluar.
Seno memperhatikan Laras dari atas hingga bawah, semua tampak normal, tidak ada yang aneh.
Rajin
Pintar
Suka Lembur
Penurut
Tidak banyak omong
Pekerja Keras
Seno tengah bergumam dalam hatinya sambil terus memperhatikan Laras dan mengulas dalam hatinya semua keunggulan wanita itu, membuat Seno memikirkan sesuatu.
Apa dia saja ya ?
Laras kini tengah berdiri sambil mengaduk-aduk kopi, wanita itu hampir berjalan keluar namun secepat kilat Seno langsung mencegahnya.
"Laras!" panggil Seno.
Laras terlihat kaget, namun ia mampu bersikap normal kembali. "Iya Pak ?"
"Coba duduk dulu disini, saya mau bicara"
Laras tak bergeming, ia melihat kearah Seno, wajahnya yang semula tenang kini berubah tegang. "Ada apa Pak ?" tanya Laras namun tidak merubah posisinya.
"Duduk dulu"
Dengan perasaan tidak tenang, Laras akhirnya menuruti ucapan Seno, ia duduk tepat di hadapan Seno.
"Kamu mau naik gaji gak ?"
Hah ?!
Laras terdiam dengan sorot mata kaget menatap Seno yang tiba-tiba bicara soal kenaikan gaji, rasanya itu adalah hal yang sangat mustahil yang keluar dari mulut managernya.
"Maksud Bapak ?" tanya Laras penuh sangsi.
"Jawab saja mau atau enggak, kamu mau naik gaji gak ?" Seno kembali bertanya, ia bicara dengan serius sambil memandang Laras.
Laras tak langsung menjawab, jika ada kenaikan gaji, pasti ada tugas besar yang harus dia lakukan, Dia sudah hapal dengan hukum alam seperti itu, tidak ada yang mudah di dunia, tidak ada orang yang akan memberikan sesuatu dengan cuma-cuma, pasti ada maksud di dalamnya.
Laras berniat untuk menggeleng, namun baru akan menggerakan kepalanya Seno kembali berujar.
"Dua kali lipat! Kalau kamu mau, kamu bisa dapat gaji dua kali lipat" ucap Seno lagi.
"Lumayan kan kalau bisa dapat gaji lebih, bisa buat di tabung"
Dua kali lipat, bisa di tabung, kedengaran hal yang menarik, tapi…. "Memang apa yang harus di kerjakan Pak ?" tanya Laras yang dirasa mulai tergiur.
Seno terlihat menyungingkan senyumnya, dirasa Laras mulai tertarik dengan tawarannya.
"Kerjaannya memang agak berat, tapi gajinya lumayan, kamu nanti temuin saya lagi ya di ruang kerja saya setelah jam makan siang, nanti saya jelasin semuanya"
Laras terdiam, pikirannya melayang kemana-mana, ngapain Pak Seno menyuruhnya ke ruangannya, memang apa pekerjaannya.
"Ini Pak kopinya"
"Wah! Makasih ya bu"
Seno menyesap kopinya, OB itu kembali bekerja dan keluar dari ruangan itu, meninggalkan Seno dan Laras yang masih berada di tempatnya.
"Tenang aja, ini kerjaan halal kok" ucap Seno sambil menaruh cangkir kopinya dan menatap Laras.
Laras hanya bisa tersenyum samar, baguslah kalau memang pekerjaan itu pekerjaan halal.
"Yasudah Pak, kalau begitu saya permisi dulu"
Seno mengangguk, Laras pamit undur diri dari hadapannya, meninggalkan Seno yang kini seorang diri disana, terlihat sudut bibirnya terangkat membentuk senyuman kecil.
Satu masalahnya terangkat, Thanks God!
***
"Baik, Selamat Pagi semua"
Jam menunjukan pukul sepuluh pagi, Rafan baru saja masuk kedalam ruang rapat ditemani Seno di sampingnya, di dalam ruangan rapat itu ia sudah di tunggu para karyawannya.
Semua karyawan berdiri begitu melihat Rafan dan Seno masuk kesana.
"Pagi Pak" jawab para karyawan dan kembali duduk setelah Rafan duduk di kursi paling depan yang mengepalai mereka semua.
"Oke langsung saja, rapat akan di mulai, hari ini saya akan membahas tentang produk penjualan kita bulan ini, saya mau tau sudah sampai sejauh mana dan kira-kira apa saja kendala yang di temukan, lalu laporan keuangannya, semuanya, saya ingin tahu semuanya, jadi tolong nanti presentasikan hasil laporan kalian selama ini"
Ruang rapat tampak sunyi begitu Rafan selesai bicara, para karyawan hanya saling memandang satu sama lain dengan sorot mata cemas, takut, dan grogi bukan main.
"Kira-kira siapa yang mau maju pertama untuk presentasi ?" Rafan kembali buka suara yang membuat jantung para karyawan semakin berdetak.
Seno yang duduk tepat di sebelah Rafan menunjukkan pelototan seram kepada anak buahnya yang tak lain para karyawan itu, menuntutnya untuk segera maju.
"Tidak ada yang mau presentasi ?" Rafan kembali bertanya, wajah dinginnya semakin bisa membuat orang jadi grogi bukan main.
"Ras, lu aja Ras duluan" bisik Celine sambil menyenggol siku Laras.
Laras langsung menggeleng tak mau, masalahnya di setiap rapat pasti selalu dia yang memulai presentasi.
"Iya Ras, lu duluan gih" bisik Radit, Pria keren yang menyebalkan.
Laras menggeleng kaku, namun semua rekan kerjanya menatap kearahnya dengan pandangan setuju dengan ucapan Celine, Laras terpojok, dengan sangat berat hati ia pun berdiri sambil membawa laporannya.
"Iya Laras silakan presentasi!" ucap Seno seolah memberitahu Rafan.
Rafan terdiam, namun tangannya terangkat. "Stop disana!" ucap Rafan tiba-tiba yang langsung membuat suasana semakin tegang.
"Laras? Dia lagi ?" tanya Rafan dengan sebelah alis yang terangkat, wajahnya lalu menunjukkan ketidaksukaan. "Saya mau yang lain, jangan dia"
Laras malu setengah mati, semua orang yang ada di ruangan itu menatap Laras dengan iba, sepertinya Bosnya itu benar-benar tidak suka dengannya, mungkin presentasinya selama ini tidak di sukai oleh bosnya itu, Laras langsung duduk kembali di tempatnya.
Apa yang salah ya dengan dia ?
Kenapa Bosnya bicara seperti itu ?
Seno bahkan memperhatikan Laras, matanya terpejam dengan raut wajah yang di kelilingi awan gelap.
"Mau berapa lama lagi membuat saya menunggu ?" Tanya Rafan. "Perasaan setiap akhir bulan saya mengeluarkan banyak dana untuk menggaji orang, tapi sekarang ketika saya minta presentasi, kemana perginya semua orang itu, apa semuanya sudah di pecat ?"
Tenang, Rafan itu bicara dengan gaya yang tenang namun mampu menghunus jantung lawan bicaranya.
"Seno, apa disini masih ada orang ?" tanya Rafan sarat akan sindirian.
Seno tak menjawab namun sorot matanya menajam memandang satu per satu karyawan. "Cepat Maju!" ucap Seno dengan gerakan bibir dan tatapan tajam.
"Saya Pak, saya akan presentasi" Radit, akhirnya pria itu berdiri dari duduknya dan membuat semua rekan kerjanya bisa bernafas lega, termasuk Laras.
Rafan tak menjawab, namun ia terlihat menunggu prensentasi dari Radit. Pria itu berjalan maju kedapan, yang mana sudah ada infocus yang terpasang, menyoroti kearah papan panjang berwarna putih, Radit mulai memasukan flashdisknya kedalam laptop dan mulai mempresentasikan hasil laporannya.
Rapat berjalan dua setengah jam dengan suasana tegang bukan main, Rafan beberapa kali bertanya dengan pertanyaan yang sulit yang membuat para karyawan itu tidak bisa menjawab, alhasil Rafan pun marah dan menegur karyawan itu dengan mulut pedasnya.
"Saya gak mau tau, kalau besok masih begini cara kalian presentasi, lebih baik bikin surat pengunduran diri aja!"
Prak!
Rafan melempar kertas berisi laporan itu dengan perasan kesal bukan main, wajahnya tegang seperti listrik yang menyimpan daya strum jutaan volt, ia berjalan keluar dengan Seno yang terus mengikutinya.
Rapat selesai, jam makan siang pun tiba, tapi para karyawan itu sama sekali tidak ada yang berselera makan sepertinya, apalagi disaat bos mereka keluar setelah habis-habisan memarahi mereka semua.
"Parah sih ini, mampus gak si kita kalau besok di suruh keluar"
"Iya, tapi ya… salah dia juga, ngumumin rapat tiba-tiba, kitakan belum ada persiapan apapun"
Semua rekan kerjanya mengeluhkan ini dan itu, berbanding terbalik dengan Laras yang hanya diam tak bersuara, gadis itu kini sibuk merapikan barangnya, sehabis jam makan siang ini dia harus ke ruangan Seno, sesuai perintah managernya, kalau dia menawarkan pekerjaan.
"Ras, mau kemana ?" tanya Celine begitu ia melihat Laras keluar dari ruangan itu.
"Kantin" jawab Laras singkat dan kembali berjalan.
"Gila ya! habis di omelin si Laras masih bisa pergi ke kantin" sahut Radit sambil memandang tak habis pikir kearah Laras yang berjalan.