"Jika suka, mengapa harus diam?" tanya Rea.
"Kenapa kamu bertanya padaku?! Yang menyukaimu itu Aldy, bukan aku," gerutu Ferdinan karena sejak tadi Rea selalu melihat dan bicara kepadanya, sama sekali tidak melihat Aldy. "Aldy, kenapa kamu hanya diam saja?!"
"Aku harus pulang, antarkan aku Ferdinan," pinta Rea, beranjak dari tempat duduknya.
"Biar aku yang mengantarmu," sahut Aldy.
"Aku meminta Ferdinan untuk—"
"Aku hanya tidak ingin menyi-nyiakan lagi orang yang sudah bertahun-tahun aku perjuangkan, Rea. Mohon bantuannya."
Aldy bergegas menari tangan Rea dan menggenggamnya. Ia kemudian mengajak Rea berlalu, sembari menoleh pada Ferdinan, memberikan isyarat agar Ferdinan yang membayar makanan mereka untuk malam ini.
Rea yang hanya diam, berusaha mengontrol emosinya yang terkadang tidak dapat ditahan. Detak jantungnya yang begitu cepat, peluh yang keluar dari setiap pori-pori kulitnya, menandakan kalau ia sangat gugup saat berada di dekat Aldy.
Aldy dan Rea kini sudah berada di area parkir motor. Aldy memakaikan helm kepada Rea dan menguncinya dengan baik. Ia kemudian naik ke atas motor dan meminta Rea untuk menyusulnya.
"Pegangan, Rea," pinta Aldy, ia juga terlihat gugup dengan sesekali menghembuskan napas melalui mulutnya.
Rea memegang jaket Aldy, namun Aldy menariknya hingga mereka berdua menempel tak berjarak.
"Peluk aku seperti biasa, Rea," ujar Aldy memintanya.
Rea diam dan tidak menjawab, namun ia juga memilih untuk menurut saja. Selain ingin hemat suara, ia juga merasa bahagia sebenarnya karena perlahan Aldy menunjukkan kalau dirinya memang benar menyukai Rea, bukan hanya sekadar omong kosong saja.
Perjalanan menuju ke rumah Rea terasa begitu lama, karena mereka sangat menikmati kebersamaan berdua di atas motor. Aldy yang mengemudikannya dengan tidak begitu laju dan juga suasana malam yang ramai, benar-benar terasa seperti sepasang kekasih yang sedang kencan. Apalagi Rea berhalusinasi adanya soundtrack lagu yang mengiringi perjalanan mereka pulang, menuju ke rumah Rea.
"Re?" panggil Aldy.
"…."
Rea tidak menyahutinya.
"Rea?" panggil Aldy lagi, tidak mendapat jawaban dari Rea. Namun Rea masih saja diam, menyandarkan kepalanya pada punggung Aldy, sembari tersenyum sendirian.
Aldy mencubit pergelangan tangan Rea dan …
"Aw! Sakit Aldy!" gerutu Rea melepas pelukannya.
"Sudah sampai, Rea. Aku memanggilmu sejak tadi, tapi kamu hanya diam saja," ujar Aldy.
Tanpe menjawab pertanyaan dari Aldy, Rea segera turun dari motor dan melepas helm nya. Namun ia mendapat kesulitan sehingga lagi-lagi Aldy yang membantunya melepaskan helm tersebut.
"Rea, pembahasan tadi—"
"Lupakan saja, Al. Aku tidak ingin persahabatan kita jadi hancur," balas Rea menyanggahnya.
Aldy menarik pergelangan tangan Rea dan mengecup lembut bibir Rea. Sejenak saja, kemudian ia melepasnya lagi. Aldy melihat raut Rea yang tersipu dengan pipi yang merona seketika. Ia tersenyum dan kemudian menggenggam tangan Rea.
"Aku tahu ini terlalu cepat. Tapi … bukankah masing-masing dari kita sudah saling suka sejak lama?" tanya Aldy.
Rea melipat kedua bibirnya dan mengangguk dengan keraguan.
"Langsung jadi saja?" tanya Aldy.
"Tidak! Meski kita sudah saling suka sejak lama, sudah mengerti satu sama lain, tapi aku juga butuh proses pendekatan, meski kilat." tolak Rea, tidak ingin langsung berpacaran dengan Aldy.
"Baiklah kalau begitu … hmmm, sekarang … masuklah. Besok pagi aku akan menjemputmu pergi ke kampus."
"Ke kampus bersama?" tanya Rea.
"Kita sedang proses pendekatan, bukan?" Aldy balik bertanya.
Rea menyeringai dan kemudian mengangguk.
"Baiklah. Aku tunggu besok jam tujuh pagi, ya …."
***
"Baru juga putus dengan Rega, langsung jadi dengan Aldy."
"Iya, aku melihat mereka kemarin keluar dari kafe berdua."
"Berarti dia berselingkuh dari Rega."
Bugh!
Hans meninju meja yang ada di ruangan kemahasiswaan. Ia melihat satu-persatu orang yang membicarakan Rea. Bahkan Hans tak segan-segan menghampiri mereka.
"Kenapa kalian membicarakan Rea seperti itu? Memangnya kalian tahu kebenarannya, kalau Rea berselingkuh?" tanya Hans.
"Hans, kenapa kamu peduli pada Rea? Bukankah kamu juga dengan tega meninggalkan, bahkan tidak menganggap Rea? Kamu adalah mantan yang aneh!" balas salah satu mahasiswa yang ditegur oleh Hans.
Merasa kalah dengan pergunjingan para wanita, Hans memilih untuk mundur dan keluar dari ruangan tersebut.
Tanpa disengaja, ia bertemu dengan Rega yang sedang berdua dengan Moza. Kepalan tangan Hans tepat sasaran meninju pipi kiri Rega, hingga pria yang baru saja putus dengan Rea itu terpental dan mengeluarkan banyak darah dari hidungnya.
"Hans! Kamu gila!" pekik Moza memukul dada Hans.
"Kamu yang gila! Wanita murah!" balas Hans, tidak dapat lagi mengontrol emosinya.
Sementara itu, Rea masih berada di depan kelasnya, menunggu Aldy yang berjanji akan menjemputnya untuk makan siang. Namun bukan Aldy yang datang, melainkan Ferdinan yang tanpa berkata apapun langsung menarik pergelangan tangan Rea dan mengajaknya untuk berlari.
"Aku sedang menunggu Aldy, loh," ucap Rea.
"Nanti saja. Ini lebih genting!" balas Ferdinan terlihat panik.
Karena penasaran, Rea memilih manut saja dan langkah mereka mengarah pada taman BEM yang terlihat sedang ramai orang.
"Ada apa ini?" tanya Rea heran dengan kerumunan mahasiswa di sana.
"Permisi, permisi … beri Rea jalan," ujar Ferdinan yang menyela di setiap kerumunan orang. "Lihat mereka, Rea!" ucap Ferdinan menunjukkan Hans yang sedang bertarung dengan Rega.
"K—kalian?"
"Ini semua gara-gara kamu, Rea!" seru Moza mendorong Rea.
"Apa salahku? Aku baru saja tiba!" balas Rea, tidak terima disalahkan.
"Karena kamu menyebarkan berita yang tidak benar, Hans jadi memukul Rega!"
"Bukankah kamu yang menyebarkan berita kalau aku berselingkuh? Kenapa jadi memutar balikkan keadaan?"
"Tapi kamu memang berselingkuh dengan Aldy, bukan?!"
"Rea tidak selingkuh denganku, atau dengan siapapun. Kemarin siang aku melihat ada sepasang kekasih baru yang sedang kencan di sebuah kafe. Lalu kemudian aku dan Ferdinan datang ke rumah Rea untuk memastikannya. Tidak ingin membuatnya sedih, kami mengajaknya makan malam bersama. Lalu … siapakah yang berselingkuh? Sementara sampai sekarang, Rea belum menerima cintaku, meski aku sudah mengatakannya berulang kali, bahkan hari ini sudah tak terhitung aku menanyakan jawaban darinya. Tapi ia hanya berkata, 'aku tidak enak pada Rega. Kami baru saja putus.' Sekarang, siapa yang tidak memiliki hati?" jelas Aldy, kemudian ia menarik Rea dan meminta Rea untuk berdiri di belakangnya. "Aku hanya mencintai Rea dengan tulus dan ingin menjaganya saja. Apa aku salah jika aku mengejarnya?"
"Hans, Rega … apa kalian tidak melihat pada diri kalian masing-masing? Apa yang telah kalian lakukan pada Rea? Bukankah hubungan kalian dengan Rea berakhir karena satu wanita yang sama?" Ferdinan angkat bicara, sembari melirik pada Moza, yang kini hanya diam dengan perasaan yang sangat malu.
"Aldy," panggil Rea berbisik, menarik lengan kemeja Aldy.
"Iya?"
"Kita pacaran saja, dan segera lindungi aku."