Chereads / The Seven Wolves: Trapped Under Devils Possession / Chapter 40 - Makan Malam Natal Pertama

Chapter 40 - Makan Malam Natal Pertama

Bryan tengah melihat pemandangan di depan teras rumah Nisa ketika terdengar pintu terbuka. Dan disanalah berdiri gadisnya, Deanisa dengan cantiknya. Ia berdiri di depan pintu sudah siap hendak berangkat. Nisa tampak sangat cantik memakai baju off shoulder dengan rok sampai atas lutut warna baby blue dan beberapa lace yang membuatnya makin imut.

Rambutnya di gerai dan hanya ditata di sebelah bahu kirinya. Jika tidak karena Bryan harus bersabar, ia pasti sudah mendorong Nisa masuk lagi ke dalam, menggendongnya masuk kamar, menciuminya semalaman. Tapi mereka ada janji makan malam. Namun Bryan berjanji dalam hatinya, suatu saat hal itu pasti ia lakukan.

"Kamu udah siap Snowflakes?" tanya Bryan memecahkan keheningan sambil tersenyum. Nisa mengangguk pelan masih tanpa senyuman. Dia kemudian berbalik menutup pintu dan menguncinya lalu memasukkan kunci pada tas mungil yang ia pegang. Kami pun berjalan menuju mobil. Tapi sebelum tangannya membuka pintu, Bryan lebih dulu membukakan pintu untuknya.

Nisa melihat Bryan sedikit tersentak kaget, tapi akhirnya ia masuk juga ke dalam mobil. Bryan lalu menutup pintu mobil dan berjalan memutar untuk masuk ke sebelah kemudi. Setelah masuk Bryan mencoba memasangkan sabuk pada Nisa. Ia sengaja mendekatkan wajah padanya dan berhasil membuat Nisa merona. Nisa benar-benar sangat cantik dan Bryan tak bisa berhenti memandangi wajah adik tirinya itu.. Dengan gugup Nisa mengenggam tali seat belt yang dipasangkan, Bryan lalu menegakkan kembali tubuhnya dan tersenyum.

"I just wanna baby dine n wine with you, But I swear I never ever look right over u..."

Sebuah lagu sedang terdengar dari playlist yang dipasangkan Bryan di mobilnya menemani perjalanan mereka dan Bryan hanya tersenyum mendengar lirik lagunya.

'Yeah girl, I will make you dine with me one day,' ujar Bryan dalam hati.

Keduanya terus terdiam sepanjang perjalanan. Nisa bahkan memandang keluar jendela mobil sedang melamunkan sesuatu. Bryan yang melirik kemudian memutuskan untuk bicara terlebih dahulu.

"Kamu mau hadiah Natal apa dari Kakak, Snowflakes?" ujar Bryan memecah suasana dalam perjalanan.

"Gak ada, Nisa gak ke pengen apa-apa, tapi Nisa mau minta sesuatu dari Kakak." Bryan mengangguk.

"Tentu, apapun Snowflakes." Nisa terdiam sebentar.

"Untuk apa Kakak panggil Nisa dengan sebutan Snowflakes. Jangan panggil seperti itu, apalagi di depan banyak orang." Bryan tersenyum dan tidak melihat ke arah Nisa.

"Kakak akan tetap panggil kamu dengan sebutan Snowflakes sekalipun itu di depan semua orang. Mau dikantor atau bukan itu hak Kakak. Itu karena kamu cantik seperti salju, Sayang," ujar Bryan tanpa ragu dan masih tersenyum.

Nisa tampak kaget mendengar Bryan bicara seperti itu. Tapi ia tidak perduli. Bryan sudah tak sanggup mengacuhkan perasaannya lagi. Ia sudah menunggu selama 12 tahun untuk menjauh dari Nisa. Tapi kenyataannya, Bryan tak bisa lagi pergi, ia tidak bisa menjauh dari Nisa. Bryan Alexander sudah jatuh cinta sejak lama.

"Kamu boleh minta apa saja, Snowflakes. Tapi tidak untuk hal itu, Snowflakes adalah nama dari Kakak untuk kamu." Bryan kemudian menoleh tepat saat mobil berhenti di lampu merah. Ia masih bisa melihat rona merah di pipi Nisa karena malu mendapatkan kata-kata cinta seperti itu.

Tapi Nisa tak terlihat takut pada Bryan dan masih menahan diri untuk tidak seberani saat seperti pertama bertemu dengan Bryan beberapa minggu lalu. Bryan hanya takut jika Nisa malah menjauh karena tindakannya yang agresif jadi ia benar-benar harus berhati-hati memperlakukannya kini.

Nisa tak merespon apapun sampai tiba di kediaman Alexander. Bryan kemudian membukakan pintu dan Nisa keluar dari mobil. Sewaktu Bryan ingin meraih jemari Nisa malah terdengar suara pekikan Kakaknya Alisha berteriak dari dalam.

"Nisaaaa... my Baby!" Alisha langsung datang entah dari mana menyingkirkan Bryan dan memeluk Nisa. Bryan hanya menghela napas kecewa dan menurunkan bahunya. Alisha tidak memperdulikan Bryan sama sekali. Ia terus memuji, mencium sampai memeluk Nisa dengan gemas.

Sudah berapa lama memangnya mereka tidak bertemu, Alisha benar benar tidak perduli pada Bryan sewaktu dia membawa Nisa masuk. Alisha bahkan tidak menyuruh adiknya masuk. Sedangkan Nisa ikut saja saat Kakaknya itu merangkulnya masuk ke dalam.

Hans langsung menyambut Nisa dengan pelukan hangat dan ciuman di keningnya. Dan Nisa memeluk Ayah tirinya dengan perasaan lembut. Sementara Bryan yang mengekor masuk hanya tersenyum saja melihat adegan itu. Hans benar-benar terlihat sangat menyayangi Nisa.

Jika hal itu terjadi 12 tahun yang lalu, Bryan mungkin akan marah bukan karena cemburu Ayahnya memeluk anak lain, tapi karena ia tidak mau anak lain itu jadi Adiknya. Bryan menginginkan Nisa untuk menjadi kekasih bukan Adik.

Tak lama, mereka semua duduk di meja makan untuk makan malam Natal. Hans berada di ujung meja, Alisha di sebelah kiri sedangkan Bryan di sisi kanan. Sementara Nisa dipaksa duduk disebelah Bryan. Semula dia hendak duduk di sebelah Alisha agar mereka bisa mengobrol, tapi Bryan menarik tangan Nisa agar pindah ke sebelahnya. Hans yang melihat hal itu sempat mengernyitkan kening. Tapi Bryan hanya menaikkan alisnya memandang Hans. Ia janji akan bicara suatu saat.

Makan malam dihidangkan dan mereka masih mengobrol sambil makan. Sudah 12 tahun Bryan tidak pernah lagi merayakan malam Natal di rumah. Lima tahun terakhir bahkan Bryan dan Arya selalu merayakan Natal di pub atau sekedar melihat pohon Natal di Madison Square Garden di NY. Tahun ini, ia merayakannya dengan keluarga dan cintanya masa remaja. Bryan terlihat sangat bahagia, hanya satu yang kurang Arya tidak bersamanya kali ini. Dia sedang bersama keluarganya dan Bryan tidak ingin mengganggu.

"Kamu mau ice cream, Snowflakes?" tanya Bryan sedikit berbisik usai makan. Tapi Nisa tidak mengindahkannya dan malah terus mengobrol dengan Alisha. Bryan sudah diacuhkan sejak makan malam. Sambil menyengir nakal, ia kemudian menjulurkan tangan kanan ke paha kiri Nisa dan membelainya. Ketika Nisa menoleh, Bryan mencengkram pelan pahanya.

Kulit lembut Nisa membuat Bryan hampir kehilangan kendali. Nisa langsung menoleh ke arah Bryan. Bryan akhirnya mendapatkan perhatiannya. Ia terus membelai dan memegang paha Nisa di bawah meja dan mulai naik ke atas. Nisa tampak panik lalu menahan lengan Bryan yang hendak bergerak makin atasnya. Bryan lalu mendekatkan bibirnya dan berbisik.

"Seharusnya kamu menjawab pertanyaan Kakak dari tadi, Snowflakes!"

"Iya, Nisa mau ice cream. A-ambilkan ice cream untuk Nisa, Kak," ujar Nisa sedikit tersengal dan berbisik. Alisha dan Hans terlihat tengah mengobrol berdua danl tidak melihat apa yang sedang dilakukan Bryan pada Nisa. Jemari Bryan masih membelai kulit paha Nisa sebelum ia mengangguk dan berdiri. Bryan lalu berjalan ke arah meja yang menyediakan desert.

Ketika ia kembali Nisa malah telah pindah dan duduk di samping Alisha. Bryan tersenyum melihat tingkahnya. Nisa sedang bermain dengan perasaan Bryan dan ia hanya menanggapi mendengus sinis.

Bryan kemudian meletakkan ice cream strawberry vanilla dengan hazelnut dan butiran coklat di depan Nisa. Sebelum pergi, ia membelai ujung bahu dan punggungnya tanpa terlihat oleh Alisha. Nisa melirik Bryan dengan ujung matanya sebelum akhirnya menunduk dan tersenyum pada Alisha. Alisha lalu mengajak Nisa ke taman belakang rumah dan mereka mengobrol cukup lama.

"Apa ada yang sedang kamu rencanakan, Bryan?" tiba tiba Hans menghampiri Bryan yang sedang melihat ke Nisa yang mengobrol dengan Alisha.

"Aku akan cari waktu yang tepat memberitahukan semuanya sama Daddy nanti."

"Apa itu hal yang buruk atau baik?"

"Tergantung Daddy melihatnya dari mana."

"Apa ada hubungannya dengan Nisa?" Bryan menoleh dan mengangguk.

"Aku harap Daddy bisa kasih waktu yang tepat untuk menceritakan yang terjadi, hingga saat itu tiba semoga Daddy mau menunggu." Hans melepaskan napasnya lalu mengangguk. Dia tau tak ada gunanya memaksa putranya bicara.

Tak lama kemudian Hans kemudian masuk ke dalam. Saat Bryan menoleh lagi, Alisha sudah meninggalkan Nisa sendiri duduk di kursi santai di dekat kolam renang. Bryan pun menghampirinya sementara Nisa tidak menyadari kehadirannya sama sekali. Setelah Bryan duduk barulah dia menoleh dan hendak menjauhkan diri.