Chereads / The Seven Wolves: Trapped Under Devils Possession / Chapter 46 - Rencana Perjodohan Arya

Chapter 46 - Rencana Perjodohan Arya

Arya dan Bryan sudah pindah ke penthouse masing-masing dua hari lalu. Baik Hans maupun Surya tidak bisa melarang kedua putra mereka untuk hidup mandiri di luar. Anak anak mereka telah dewasa dan memiliki hunian sendiri adalah kebutuhan priai dewasa.

Meski tower yang ditempati Arya merupakan properti HG cOrp tapi Arya membeli penthouse nya sendiri. Ia tidak mau menerima gratis dari perusahaan. Dia punya lebih dari cukup bahkan untuk membangun satu tower untuk dirinya sendiri. Tapi Arya tetaplah Arya yang rendah hati. Keluarganya merupakan pengusaha properti dan perbankan. Arya sendiri adalah pewaris dari kerajaan bisnis Ayahnya. Tapi ia lebih memilih membangun perusahaan designnya yang berbasis di New York dan kini mengendalikannya dari Jakarta.

Tidak seperti Bryan yang mampu mengendalikan dua tiga kemudi sekaligus, Arya lebih memilih fokus pada kemampuan designnya yang sudah banyak mendapatkan penghargaan internasional. Ia menjadi pemilik perusahaan design, Rkive Inc. sekaligus menjadi bawahan serta tangan kanan Bryan di HG corp sebagai CEO.

Beberapa hari lalu Ayahnya ingin agar Arya juga mau menjadi Direktur Utama di salah satu jaringan perbankan milik keluarga. Arya tidak mau mengambil resiko, ia lebih memilih sang adik Farah yang memang lulusan managemen keuangan dan perbankan untuk menjadi calon Direktur Utama.

Ia tidak ingin sendirian mengelola warisan keluarganya, adik adiknya; Farah dan Dara juga berhak menjadi pemimpin. Setelah meyakinkan lama, sang Ayah akhirnya setuju tapi dengan syarat adalah bahwa Arya harus menjadi salah satu anggota dewan direksi.

Pagi ini ia sedang memeriksa beberapa design yang dikirimkan oleh para arsitek untuk tender proyek yang mereka dapatkan untuk membangun kompleks perkantoran baru. Sambil memakai dasi, Arya memutar model 4D dari tiap file yang dikirim. Dia memang pekerja keras dan multitasking. Sesuatu yang jarang dilakukan oleh pria, bisa melakukan dua tiga kegiatan berbeda dalam satu waktu bersamaan.

Usai mengikat dasi, ia mengambil toast dan sarapan sambil berdiri mengotak-atik model visual di depannya. Ia menandai beberapa catatan pada tab sambil meneruskan makan. Masih dengan mulut penuh toast, ponselnya berdering. Nomor tidak dikenal, Arya mengambil tisu mengelap remah remah roti di sekitar bibir dan jari. Ia mengangkat telpon.

"Halo?"

"Halo, Arya, apa kabar Nak?" ujar suara seorang wanita di telepon. Arya sedang menebak-nebak siapa pemilik suara ini.

"Baik, maaf dengan siapa saya bicara?"

"Oh... ini Tante Cony, Mamanya Dira." oh ternyata, Arya pikir siapa.

"Oh maaf Tante, aku ga punya nomor Tante jadi, gak tau Tante yang menelepon."

"Ah gak apa, Tante jadi ganggu kamu pagi-pagi maaf ya."

"Gak apa Tante, aku lagi santai kok. Lagi siap-siap mau ke kantor, ada apa tante, ada yang bisa aku bantu?"

"Iya, Tante minta maaf udah ganggu kamu. Tante dapat nomer kamu dari Mama kamu Sinta, Tante ada perlu sedikit sama Arya, boleh?"

"Tentu Tante, apa yang bisa aku lakukan?" Cony tersenyum, Arya memang anak yang sopan dan ia sudah menyukainya sejak dulu.

"Kamu punya waktu untuk makan siang hari ini, ada yang ingin Tante bicarakan."

"Ngg... boleh Tante, aku ga ada janji makan siang hari ini."

"Kalau gitu nanti Tante kirim alamat restorannya ya, terima kasih Arya."

"Sama-sama Tante." Hubungan telepon pun terputus. Arya mengerutkan kening. Tante Cony atau pun Om Albert tidak pernah menelponnya mengajak bicara sambil makan siang. Apa yang terjadi sebenarnya. Ia tidak ingin berprasangka apa-apa sebenarnya tapi hati kecilnya mengatakan akan terjadi sesuatu.

Arya menarik napas, memakai jas Hugo Boss warna grey lalu mematikan seluruh peralatan kerja dan bersiap ke kantor. Nanti saja dia menghadapi Tante Cony, saat makan siang ia akan mendapatkan jawabannya.

Internal technical meeting berlangsung sampai jam makan siang. Baik Bryan maupun Nisa belum sempat ditemui Arya. Dia juga masih harus mengecek ke lapangan tentang perkembangan pekerjaan terutama di bawah divisinya. Tapi karena Arya ingat ada janji makan siang dengan Tante Cony, ia pun segera bersiap harus pergi.

Seorang staf teknik design grafis masih berkonsultasi dengan Arya ketika sebuah pesan masuk ke ponselnya. Ia mengecek sekilas ternyata alamat restoran dikirimkan Tante Cony tempat mereka akan bertemu. Lima menit kemudian Arya langsung keluar kantor, ia menitipkan yellow notes di meja Nisa untuk Bryan. 'Bry, gue ada janji makan siang diluar, sampe ketemu jam 2!' tulis Arya dan menempelkannya di meja Nisa. Nisa dan Bryan tidak terlihat ada di kantor masing-masing.

Arya sebenarnya sudah agak terlambat karena ia baru keluar pukul 12.30 sedangkan janjinya adalah 15 menit lagi. Sampai di restoran yang dimaksud, Arya langsung masuk dan diantar oleh salah satu pelayan restoran ke meja yang dimaksud. Tante Cony sudah duduk dan menunggunya, ia tersenyum ketika melihat Arya datang.

"Arya!" panggilnya sambil tersenyum

"Maaf Tante, aku agak terlambat, Tante sudah lama menunggu ya" tanya Arya sambil duduk.

"Gak juga baru sekitar 10 menit, kita pesan dulu baru bicara," ujarnya lagi sambil memanggil pelayan dan siap untuk memesan. Usai memesan dan mulai makan Tante Cony membuka pembicaraan.

"Gimana kabar orang tua kamu?" Arya tersenyum.

"Baik Tante, Papa dan Mama sehat. Adik-adik juga!"

"Syukurlah kalau begitu, Tante sangat senang bisa bertemu Arya lagi." Arya mengangguk dan tersenyum sambil memotong foregrass dan memakannya.

"Kalau tidak salah terakhir kamu ke rumah dulu sewaktu kamu mau berangkat ke New York ya, kamu cari Dira," tambahnya lagi. Arya terdiam mengingat 12 tahun lalu ia pernah mencari Dira sampai ke rumahnya.

Saat itu Arya ingin mengungkapkan perasaannya pada Dira dan berharap Dira mau menunggunya. Tapi yang terjadi hari itu membuat Arya melupakan rasa cinta remajanya pada Dira. Arya hanya tersenyum dan tidak menanggapi apa-apa.

"Kamu apa sudah punya... pacar?" tanya Tante Cony lagi. Untung Arya tidak sedang minum jika tidak ia pasti sudah tersedak.

"Untuk saat ini belum Tante, kenapa Tante bertanya hal itu?"

"Gini, Tante mulai khawatir sama Dira beberapa tahun belakangan ini. Dia selalu gonta-ganti pacar, dan gak ada satu pun yang bisa bikin Tante tenang. Yang anak band-lah, yang kerjaannya gak jelas-lah, seminggu bisa dua laki-laki berbeda yang datang ke apartemennya. Tante pengen kamu jaga dia"

"Maksud Tante?" tanya Arya mengernyitkan kening.

"Tante berencana menjodohkan Dira sama kamu!" mata Arya spontan membesar tapi ia dengan cepat menyembunyikan keterkejutannya dengan tersenyum. Kenapa ini bisa terjadi?

"Arya dan Bryan kan teman Dira dari SMP, tapi Tante kok rasanya lebih sreg sama kamu. Bukan berarti Bryan gak baik tapi kayaknya kalo Tante lihat Bryan gak begitu suka sama Dira, benerkan?" Arya tidak menjawab dan berhenti memotong foregrass nya. Ia mengambil serbet dan mengelap ujung bibirnya perlahan.

"Jadi bagaimana menurut kamu, kamu gak keberatan kan Tante jodohkan dengan Dira?"

"Kenapa Tante memilih aku?" tanya Arya sambil saling memegang jari tangannya.

"Karena sepertinya kamu bisa menjaga Dira. Tante lihat bagaimana bertanggung jawabnya kamu sewaktu antar Dira pulang beberapa minggu lalu, Tante suka cara kamu memperlakukan Dira," jawab Tante Cony masih tersenyum. Arya hanya membalas sekilas senyuman Tante Cony dan kemudian menunduk pandangannya. Arya sedang mencari cara untuk bisa menolak namun belum sempat ia bicara, Dira datang dan menghampiri ibunya.