Dira tiba-tiba datang menghampiri Ibunya, Cony saat Arya masih berpikri cara menolak rencana perjodohan itu. Kenapa dia bisa ada disini?
"Hi mom, hi Arya!" ujarnya setelah mencium pipi ibunya. Arya tidak menjawab hanya mengangguk pelan.
"Maaf ya Arya, tanTe gak bilang juga ajak Dira kesini biar jadi surprise buat kamu." Arya hanya tersenyum tipis. Baru kali ini ia merasa di jebak dalam situasi yang dia bingung harus seperti apa. Ia mencoba mengikuti dulu suasananya, ia harus mencari waktu yang tepat untuk menolak rencana Tante Cony.
"Kenapa Mama panggil Dira kesini?" tanya Dira. Ibu nya tersenyum dan membelai rambut anaknya yang tergerai.
"Mama sengaja undang Arya karena ingin berbicara sesuatu"
"Soal apa?"
"Mama mau jodohin kamu sama Arya." Dira tidak terkejut dia seperti sudah tau akan kejadian ini. Arya sempat mengernyitkan keningnya sebentar melihat reaksi Dira tapi kemudian memasang lagi wajah biasa.
"Oh, Dira sih setuju aja, gak tau sama Arya," ujarnya sambil mengambil tomat ceri lalu memasukkannya ke dalam mulut dengan gerakan menggoda sambil melihat pada Arya.
'Gadis ini menggodaku di depan ibunya, oh Tuhan, dia benar benar nekat!' ujar batin Arya heran.
Tante Cony lalu memandang Arya seakan meminta persetujuannya.
"Aku pikir, biarkan semua berjalan seperti biasa Tante. Jika kami memang cocok kami pasti akan bersama," jawab Arya memilih sebaik mungkin kata agar tak terkesan menyinggung.
"Tante setuju, PDKT memang penting!" What- bukan itu maksud Arya. Ahh malah jadi rumit. Dira lalu tanpa malu-malu pindah ke sebelah Arya dan merangkul lengannya.
"Gimana ma, kami cocok gak?" ujar Dira sambil tersenyum lalu memandang Arya. Tante Cony tersenyum riang bahagia. Ia merasa sudah menemukan calon suami yang cocok untuk anaknya. Arya tidak mungkin menolak Dira di depan ibunya, ia masih sangat menghormati orang tua Dira.
"Tapi sebelum jadi jodoh Dira, Dira mau lihat apa Arya bisa jadi suami yang baik atau gak?" Arya memandang Dira yang melihatnya dengan pandangan sensual. Ada apa dengan gadis ini, Arya bukan makanan tapi ia seolah ingin memakannya.
"Ya terserah kalian aja, yang penting jangan lama-lama pendekatannya."
"Aku perlu bicara dengan orang tuaku dulu Tante, aku gak mau terburu-buru." Arya masih menepis tapi Tante Cony sepertinya tak mengerti.
"Tante setuju, Tante juga akan bicara sama orang tua kamu nanti." dia masih sangat bahagia rencananya berjalan baik. Arya kini terjebak pada Dira yang terus membelai lengannya dan Tante Cony yang terus tersenyum melihat mereka.
Usai makan siang, Arya hendak mengantar Dira tapi Dira menolak. Dia malah ingin ikut Arya ke kantornya. Seolah sudah seperti pasangan Dira terus menempel pada Arya. Arya jadi ingat dulu waktu SMP, Dira juga melakukan hal yang sama pada Bryan, menempel terus. Kini Arya tau rasanya jadi Bryan saat itu.
Mau tidak mau Arya terpaksa membawa Dira ke kantornya. Sampai di lobi, seluruh mata memandang Dira yang terus merangkul lengan Arya. Arya mulai melepaskan pegangan Dira.
"Gak enak dilihat orang!" tegur Arya masih dengan suara rendah.
"Kenapa memangnya, kamu gak suka jalan sama aku?"
"Ini kantor Dira." ujar Arya dengan suara yang masih lembut. Dira pun menuruti nya. Sampai di lantai 25, Dira mengajak Arya ke ruangan Bryan. Sesampai disana Bryan baru saja selesai menelepon ketika Dira dan Arya masuk.
"Hai Bryan," ujar Dira sambil memeluk, dari balik bahu Dira, Bryan melihat Arya dan bertanya ada apa dengan ekspresi wajahnya. Sedangkan Arya hanya menggeleng malas.
"Tumben lo kesini sama Arya, kalian janjian?" tanya Bryan. Dira mengangguk.
"Baru selesai makan siang sama mama," jawab Dira masih lengket pada Bryan. Arya seperti malas menanggapi.
"You know Bry, gue dan Arya bakal nikah!" Arya melotot pada pernyataan Dira. Dia benar benar mengetes kesabaran Arya. Bryan terkejut dan mengernyitkan keningnya.
"Dira, kita gak sedang mau menikah!" bantah Arya.
"Tapi aku mau sama kamu, hanya aku harus tau dulu gimana kamu," balasnya sambil berjalan ke arah Arya dan meletakkan telapak tangannya di dada Arya.
"Kamu tau kan maksudku Arya?"
"Aku gak akan membuktikan apapun sama kamu. Ini konyol!" gerutu Arya kesal sambil membuang muka dan menghela napas.
"Oh aku bakalan miliki kamu cepat atau lambat. Liat aja nanti. Ah Bry, gue cabut dulu ya. Masih ada janji!" Dira membalikkan wajahnya melihat pada Bryan yang masih berdiri bingung.
"Call me, I'll wait!" bisik Dira dan Arya hanya menghembuskan napas kesal dan panjang. Dira pun pergi dan ruangan itu meninggalkan Arya dan Bryan.
"Ada apa Arya? jangan bikin gue kuatir!" Arya berjalan mengarah ke sofa di ruangan itu, ia duduk lalu menungkupkan kedua tangan di wajahnya.
"Gue ditelepon Tante Cony tadi pagi ngajak makan siang katanya mau bicara sesuatu, ternyata dia pengen jodohin gue sama Dira." Bryan terkejut sampai mulutnya terbuka.
"What, but why?'
"I don't know, katanya gue bisa jaga dia dari keliarannya, Fuck!" Arya mengumpat kemudian menunduk lagi. Bryan masih berdiri di depannya tidak tau harus berkata apa.
"Trus lo bilang apa?'
"Gue bermaksud menghindar dari itu tapi dia malah menanggapi lain dan bilang kalo kami butuh waktu untuk bisa bersama!" Arya mulai emosi dan melonggarkan dasinya. Bryan kemudian ikut duduk dan mencoba menenangkan temannya.
"Tenang dulu. Sekarang gimana perasaan lo ke Dira?
"Gak tau, gue gak ngerti, Bry. Tapi gue merasa rasa itu udah hilang, gue gak merasakan apapun sama Dira lagi!"
"Ada apa sama lo? Gue kira lo cinta sama Dira?"
"Gak lagi. Kalau pun ada itu cuma rasa sayang karena dia sahabat kita, tapi gak lebih dari itu, gue aja bingung sama diri gue sendiri!" Arya mengeluh lalu menyandarkan punggungnya ke sofa.
"Trus apa maksudnya dia bilang dia harus tau lo dulu?" tanya Bryan. Arya menghela napas berat menimbang apa dia harus memberi tahu Bryan yang terjadi sejak kejadian malam Natal itu.
"Dia pengen tidur sama gue!" Mata Bryan membesar dua kali lipat.
"Gila, Dira udah sinting!" Bryan jadi ikut kesal. Arya mengangkat bahunya.
"Gue gak nyangka dia serius. Dia bilang sama gue kalo dia penasaran sama lo, gue ngerti maksud dia apa tapi gue ga nyangka dia bisa minta seberani itu sama lo!" tambah Bryan lagi. Arya makin menunjukkan ekspresi stress.
"Sejak kapan lo udah gak cinta dia lagi?" Bryan bertanya lagi.
"Gue gak tau pasti, tapi gue bukan lagi Arya yang dulu. Gue sebenarnya bingung ada apa sama gue belakangan ini, kalo ini mungkin terjadi 7 atau 8 tahun lalu gue pastiin gue akan langsung nikah sama Dira. Tapi sekarang, I just..." Arya tidak tau harus berkata apa.
"Apa gara-gara cewek itu... Emily?" Arya lalu menoleh ke arah Bryan dan terdiam. Bryan merasa sepertinya sudah mendapatkan jawaban yang dia mau.
"Lo jatuh cinta sama dia ya?" tanya Bryan lagi.
"Gak tau, tapi gue pengen ketemu dia lagi, dan itu gak mungkin terjadi. Gue sekarang udah di disini dan gue bahkan gak tau dia ada dimana."
"Lo mau cari dia? Gue bisa bantu!" Arya menggeleng
"Gue ga tau harus bilang apa kalo pun ketemu dia, Mungkin dia udah nikah, jadi untuk apa gue cari dia." Bryan mengangguk.
"Gue juga merasa sikap gue ke dia terakhir ketemu berlebihan, harusnya gue gak marah kalo dia menganggap gue cuma kenalan biasa, one night stand only, entah lah gue gak ngerti lagi apa yang sebenarnya gue rasain." Bryan tersenyum.
"Gue seneng ada perempuan yang akhirnya bisa bikin lo kangen. Itu pertanda bagus. Seperti gue sedang mengejar Nisa sekarang, gue juga pengen lo punya seseorang yang lo sayang, Arya." Arya tersenyum dan mengangguk
"kalo pun gue harus menikah, gue berharap bisa menikah dengan orang yang gue cintai" Bryan mengangguk setuju. Kemudian terdengar bunyi interkom dari ruangan PA. Bryan berdiri dan berjalan menuju mejanya untuk menjawab panggilan.
"Pak dokumen analisanya harus ditanda tangan dan dikirim ke marketing hari ini," ujar Nisa dari alat itu.
"Bawa dokumennya Snowflakes!" Bryan lalu berbalik dan mendapatkan Arya mengernyitkan keningnya masih duduk di sofa.
"Lo panggil Nisa apa?"
"snowflakes," jawab Bryan tanpa ragu. Arya mengangguk dan tersenyum.
"Lo terobsesi ama Nisa, Bryan!" Bryan hanya tersenyum menyeringai.