Chapter 32 - Dia

DI SALAH SATU DRY CLEANING SHOP

"HAH... 800 RIBU UNTUK SATU JAS!" pekik Nisa sambil membuka mulutnya. Kenapa bisa semahal itu?

"Itu juga uda murah Mba, uda di diskon. Lagipula ini kemeja dan jas mahal harganya bisa puluhan juta." Mulut Nisa terperangah. Cukup untuk satu dua lalat bisa masuk kesana.

"Masa ada jas semahal itu!" sambungnya lagi masih tak percaya.

"Mbak gak percaya coba lihat tag merk di dalamnya, ini bukti bahwa jas ini asli dan harga nya mungkin sekitar 30 atau 50 jutaan," jawab si petugas DryClean itu membuat mata Nisa makin membesar. Seumur hidup rasanya Nisa tidak pernah mendengar ada jas semahal itu. Ternyata laki laki tadi benar benar orang kaya. Tapi dia bekerja di HG. Bagaimana bisa orang kaya tapi bekerja di perusahaan orang lain? Tapi dia pasti tidak mungkin lebih kaya dari ayah tirinya Hans Alexander, pikir Nisa dalam hatinya.

"Gimana mbak? Jadi?" Dengan wajah kecut akhirnya Nisa mengangguk. Sebelum menyerahkan jas itu, staf menyuruhnya memeriksa jika ada barang yang tertinggal di jas. Nisa merogoh seluruh kantong dan tidak menemukan apa apa. Tapi matanya menangkap inisial di balik salah satu lipatan jas.

"D.B.A" gumannya. Apa itu DBA? Apakah itu inisial nama laki laki tadi. Entahlah. Nisa menaikkan bahunya.

Setelah menyerahkan kartu debitnya untuk membayar dan tagihan nya memotong sisa uang gajinya, ia hanya bisa menghela napas dan pasrah. Apa lagi dia sudah dipecat maka makin menambah penderitaan. Sedang melamun ponsel Nisa kemudian berdering.

"Iya Mas Bram, ada apa?" tanya Nisa dengan suara malas.

"Nisa, kamu harus ke kantor besok!" Nisa mengernyitkan kening sambil cemberut.

"Tapi Mas, Nisa masih mau cari kerjaan sendiri!"

"Kamu akan digaji dua kali lipat, kamu kan mau menyelesaikan kuliah. Bukannya kamu butuh uang?" Bram tau cara menjebak Nisa. Nisa memang membutuhkan uang dan dia tidak mau hanya mengambil gratis dari Ayah tirinya. Setelah ia berpikir jika tidak ada salahnya memulai magang menjadi asisten pribadi CEO. Terlebih Nisa sudah dipecat dari Kafe tadi siang.

'Aku akan jadi PA nya Papa Hans, tidak jelek,' – ujar batin Nisa mencoba mempertimbangkan.

"Ya udah kalo gitu Mas, besok Nisa ke kantor."

"Jam 9 sudah disini, pakai pakaian formal. Mas tunggu!"

"Iya Mas Bram."

"Sampai ketemu besok."

"Sampai ketemu besok mas" Nisa pun menutup teleponnya dan menselonjorkan kakinya di bangku di ruang tunggu Dry Cleaning Shop. Nisa harus segera pulang dan beristirahat. Dipecat dan kehilangan banyak uang akibat kecerobohannya sudah membuatnya lelah dan butuh tidur. Sebelum pulang Nisa mampir ke sebuah warung dan membeli makanan untuk makan malamnya.

Keesokan harinya, tepat jam 8.45 Nisa sudah berdiri di depan lobby H. Golden. Ia ikut membawa jas yang sudah bersih dan sudah menguras tabungannya. Ia pikir sekalian saja dikembalikan kepada pemiliknya, Nisa penasaran apa posisi pria kemarin di perusahaan papa tirinya. Seperti nya dia mungkin adalah salah satu manager.

Nisa lalu berjalan menuju resepsionis dan menyebutkan keperluannya. Ia diberikan tag Visitor dan dipersilahkan naik menuju ruang PA CEO di lantai 25. Ikut lift yang memuat banyak karyawan ke lantai 25, Nisa berdiri paling belakang seakan hilang terjepit diantara banyaknya staf yang naik menggunakan lift. Satu persatu karyawan keluar dan tinggallah Nisa dan dua orang staf perempuan.

"Mau wawancara ya?" tanya salah seorang dari mereka.

"Iya Mbak," jawab Nisa takut-takut.

"Jadi apa?" tanya temannya

"Ehhmm magang jadi PA." Oh anak magang rupanya. Mereka pun tersenyum pada Nisa yang merasa risih dan tidak nyaman.

"Semoga sukses!" ucap salah satu staf sebelum mereka keluar dan meninggalkan Nisa yang naik ke lantai paling atas. Sesampainya di lantai 25, Nisa mencari ruang Bram, PA Hans Alexander. Sekalipun Nisa anak tiri Hans Alexander, namun Nisa tidak pernah menginjakkan kakinya di perusahaan itu. Itulah mengapa tidak ada yang mengenalnya. Nisa lebih suka merahasiakan hubungan keluarganya dari orang lain. Ia cukup trauma ketika dulu hendak masuk ke keluarga Alexander dan mendapat perlakuan yang membuat hatinya sakit. Bryan menyakitinya, dan dia tidak tahu apa yang akan dihadapinya.

Seorang staf technical kemudian membantunya menemukan ruangan PA. Seusai mengucapkan terima kasih Nisa masuk ke ruang dengan tulisan Bramastya Aditya, Executive Personal Assistant terukir di pintu masuk. Mengetuk pintu dan setelah diberikan ijin barulah Nisa masuk. Ada aura yang tidak Nisa mengerti ketika naik ke lantai 25 tadi. Firasatnya tidak enak, ia seolah akan menghadapi sesuatu yang buruk.

"Masuk Nisa, kamu datang tepat waktu. Awal yang baik!" sambut Bram sambil tersenyum. Nisa pun membalas salam dan duduk di kursi sofa ruangan itu. Bram memperhatikan penampilan gadis itu. Nisa yang biasanya hanya berkaos dan berjeans, hari ini tampil sangat cantik dengan setelan formal.

Blazer soft pink dan rok mid thighs warna senada. Baju dalamannya berwarna broken white satin dimasukkan rapi ke dalam rok. Rambut panjangnya dibiarkan tergerai dengan beberapa gelombang dan diberi jepitan berbetuk bunga sakura disebelah kanan rambutnya. Dia terlihat sederhana, segar dengan make up yang natural namun tetap cantik, imut dan agak sedikit seksi.

Bukan seksi dalam artian yang negatif tapi auranya akan membuat orang menoleh dua kali jika melihatnya. Rok nya tidak terlalu pendek tapi juga tidak panjang. Masih cukup sopan untuk kantoran. Nisa melengkapi penampilannya dengan sepatu heels pump strip yang tidak terlalu tinggi haknya, hanya 7 cm cukup membuatnya nyaman bergerak.

Bram puas melihat penampilan Nisa. Tahap kedua wawancara. Tidak sulit bagi Bram mendapatkan jawaban yang ia ingin dengar dari Nisa, karena latar belakang pendidikan Nisa adalah Business Administration. Usai yakin Nisa sudah siap, ia mengajak Nisa bertemu dengan calon bosnya. Sebelumnya, Bram menjelaskan bahwa untuk dua bulan kedepan Nisa akan berada di bawah pengawasannya sampai kemudian resmi menjadi PA CEO. Itu artinya untuk awal Nisa seperti menjadi asisten Bram agar dia mengerti dan bisa menjalankan fungsi assisting-nya dengan baik setelah dua bulan.

Mereka pun berjalan menuju ruangan CEO setelah Bram memastikan bos ada di dalam. Nisa masuk masih dengan membawa paper bag berisi jas dan berjalan di belakang Bram. Begitu masuk mata Nisa sibuk menjelajahi ruangan besar, bersih dan namun design interiornya minimalis. Nisa kagum dengan besarnya ruangan CEO itu. Nisa sendiri belum melihat tiga orang di depannya. Ia pun berjalan tepat di belakang Bram dan masih melihat sekeliling.

Ketika Bram mendekat, Bryan pun bangun dari kursinya ditemani Arya dan Hans, Ayahnya ikut berjalan ke arah Bram yang ingin memperkenalkan calon PA penggantinya. Bram lalu menuntun Nisa yang berdiri di belakangnya untuk maju ke depan. Nisa tersenyum dengan manis, ia menatap satu persatu orang-orang di depannya. Dia tersenyum lebar pada Hans yang kemudian membelai lengannya. Namun begitu pandangannya beradu pada orang disebelah Papanya, wajahnya langsung berubah. Dia kan...

Bryan pun mengerutkan keningnya, bukan nya dia...