Chapter 38 - Dewa Arya

Tiba di mobil mewah Bryan. keduanya duduk di kursi penumpang di belakang tanpa bicara satu sama lain. Sampai Bryan memecahkan kekakuan.

"Kenapa kamu senyum senyum ada yang aneh?" tanya Bryan memperhatikan wajah Nisa.

"Tidak ada Pak," jawab Nisa singkat. Bryan kemudian melihat lagi ke arah jendela mobil. Dia sedang berpikir caranya memberikan hadiah Natal pada Nisa.

"Beberapa hari lagi libur Natal, kamu sudah punya rencana?" tanya Bryan memberanikan diri. Nisa agak kaget ditanyakan hal seperti itu.

"Mungkin hanya istirahat atau mengerjakan sisa tesis." Bryan mengangguk. Ia tau bahwa Nisa tengah menyelesaikan studi S2nya sambil bekerja.

"Sudah sampai mana tesis kamu, Snowflakes?" Nisa menahan rona merah pipinya saat Bryan memanggilnya Snowflakes, karena di mobil juga ada Denis sedang menyetir. Apa yang akan Denis pikirkan jika bos nya memanggil PA nya dengan sebutan seperti itu.

"Tinggal sedikit lagi, mungkin habis libur Natal sudah bisa ujian." Bryan mengangguk dan tersenyum.

"Kalo kamu kesulitan, kamu tinggal minta bantuan Kakak, Snowflakes," ujar Bryan masih memandang keluar.

'Apa maksudnya coba, kenapa aku harus meminta bantuan dia!' ujar batin Nisa

"Kamu gak ke rumah malam Natal nanti?" Bryan bertanya lagi

"Belum tau, kenapa?"

"Malam Natal nanti Kakak akan jemput kamu, kita rayakan sama sama Daddy dan Alisha di rumah." Mata Nisa membesar lalu menoleh sebentar menatap tidak percaya pada Bryan. Setiap tahun sebelum Ibunya meninggal, Natal dan tahun baru dihabiskan Nisa di rumah kediaman Alexander. Hanya saat itu tanpa kehadiran Bryan karena ia pergi meninggalkan Nisa dan rumahnya. Nisa tak menjawab dan memilih membuang pandangannya ke arah lain.

Sesampainya di restoran tempat janji meeting makan siang itu dibuat, Bryan membuka pintu mobil bagi Nisa dan menuntunnya masuk ke dalam. Nisa seolah tidak percaya perlakuan kakak nya begitu manis padanya.

'Dia pasti menginginkan sesuatu dari ku, dasar licik!' pikir Nisa. Bryan memegang dengan lembut pinggul dan punggung Nisa menuntunnya agar tidak jauh darinya. Beberapa pasang mata memandang ke arah mereka, pasangan yang cantik dan tampan.

Bryan akhirnya diantar oleh pelayan menuju meja yang dimaksud. Disana sudah ada Albert Wijaya bersama asistennya. Usai bersalaman dan berkenalan dengan Nisa mereka pun duduk. Arya belum tampak padahal dia berangkat lebih dulu.

"Maaf aku terlambat, apa kabar Om?" tanya Arya tiba tiba dari belakang Bryan.

"Oh, Arya, kamu anaknya Surya kan?" Arya mengangguk dan menjabat tangan lelaki yang sudah beruban itu.

"Wah kalian berdua benar benar berubah ya, jika tidak memperkenalkan diri rasanya tidak mungkin om akan mengenali kalian berdua." Arya dan Bryan hanya tersenyum. Selesai makanan dihidangkan, Albert mempersilahkan mereka untuk makan, namun Arya mendadak mendapat telepon dari New York jadi ia harus bangun dan menuju arah toilet setelah sebelumnya sempat berbicara di ponsel.

"Hai, Pa, maaf Dira terlambat." Seorang wanita tiba-tiba datang dan merangkul Albert. Bryan langsung menyadari itu siapa. Ketika Dira menatap Bryan dan ia tersenyum, gadis itu setengah memekik bahagia.

"Oh my God... Bryan!" pekiknya langsung memeluk Bryan dengan sangat erat kemudian tanpa malu malu mencium kedua pipi Bryan. Nisa yang berada di sebelah Bryan cuma bisa melirik lalu mengambil air minum dan meminumnya tanpa memandang lagi ke arah Bryan.

"Lo kenapa gak bilang kalo udah pulang!" ujar Dira sambil melingkarkan lengannya di pinggang Bryan. Bryan tidak melakukan apa apa dan hanya tersenyum.

"Gue pulang sama Arya," jawab Bryan tersenyum.

"Oh ya," jawab Dira tidak tertarik. Dira bahkan makin merangkul Bryan sementara ia tidak peduli pada Nisa disebelahnya. Hanya asisten biasa, pikir Dira. Kemudian mata Dira menangkap sosok pria berjas hitam sedang menelepon tak jauh dari meja mereka. Matanya seolah tak berkedip memandang pria itu. Bryan yang menyadari lalu ikut memandang ke arah mata Dira sedang melihat, ia pun ikut tersenyum. Tak lama pria yang menelepon itu lalu berjalan menuju ke arah meja mereka.

"Maaf Om, jadi terlalu lama menunggu," ujar Arya kembali duduk di kursinya.

"Apa ada masalah, Arya?"

"Bukan, ini cuma tel3pon dari perusahaan Arya di New York." Albert mengangguk sambil tersenyum. Dira yang dari tadi memandang Arya dan tidak percaya bahwa pria tampan di depannya adalah Arya Mahendra, sahabat lamanya saat SMP. Arya baru menyadari Dira memandangnya setelah melihat ke arah Bryan. Arya langsung mengenali Dira namun Dira tidak tahu bahwa sosok tampan yang ia terus pandangi sebelum sampai ke meja adalah Arya.

"Hai, Arya," sapa Dira.

"Hai" jawab Arya singkat sambil tersenyum.

Dira benar benar tidak bisa bicara. Ia pun menggeser posisi duduknya dari merangkul Bryan menjadi duduk dengan normal di samping Ayahnya. Tak lama makan siang pun selesai, lalu barulah Arya dan Albert berbicara panjang lebar soal bisnis. Nisa cuma diam dan tidak berkata apa apa. Bryan sesekali bicara dan memberikan penjelasan. Sementara Dira sibuk memandangi Arya.

Arya benar-benar berubah. Pulang dari New York setelah 12 tahun di sana membawa perubahan besar pada penampilan fisiknya. Dulu seingat Dira, Arya kurus dan tidak menarik sama sekali. Berbeda dengan Bryan yang memang sudah tampan dari dulu. Namun sekarang Arya seolah berubah dari Percy Jackson menjadi dewa Poseidon.

Tubuhnya tinggi sama dengan Bryan, ototnya terlihat jelas dari balik lengan jasnya, kulitnya bersih dan putih dengan potongan rambut pendek yang rapi. Ia memakai jas yang menjadikannya makin seksi. Itulah yang Dira lihat, sex appeal. Bryan memang lebih terlihat seperti CEO player dan hot tapi Arya tidak kalah, dia punya aura misterius yang menarik banyak wanita ingin mengenalnya.

Bagi Bryan, sesungguhnya Arya adalah sosok Dewa yang sebenarnya. Dia paket lengkap seorang pria. Tampan, kaya, cerdas, kuat, dan pintar memanjakan seorang wanita. Wanita di depan Arya hampir tidak pernah membantah, sifat dominannya terpancar dengan sendiri nya.

Bryan bahkan pernah bercanda mengatakan di depan teman-teman kampus mereka bahwa jika ia wanita maka Arya adalah pria pertama yang akan dipacarinya. Sebagai pria, Bryan sering mengakui jika Arya adalah pria yang seksi. Sekarang Dira terbius pada Arya dan berusaha menarik perhatian Arya seperti dulu.

Bedanya, dulu Arya memujanya namun Dira yang tidak pernah menghargainya. Kini Arya hanya bisa tersenyum menyeringai tipis melihat pandangan Dira padanya. Sampai acara makan siang itu selesai, Dira tidak berhenti memandang Arya. Ia ingin sekali bisa menyentuh Arya tapi sepertinya ia masih belum beruntung.

Ban mobil Dira ternyata kempes sewaktu ia hendak pulang, Dira pikir ini kesempatan agar Arya mau mengantarnya tapi ternyata Arya lebih cepat.

"Lo bisa antar Indira, Bry, biar Nisa gua antar balik ke kantor," ujar Arya sambil tersenyum. Bryan malah mengernyitkan kening. Apa Arya berusaha mendekatkan dirinya lagi pada Dira- pikir Bryan. Indira belum mengiyakan, sementara Arya sudah pamit pada mereka berdua dan mengajak Nisa untuk naik mobilnya. Sebelum pergi, Arya memberikan ciuman pada Dira di pipinya.

"Sampai jumpa, Indira." Dira tersenyum menyeringai dan Arya membalas dengan senyuman tipis. Jadilah akhirnya Bryan terpaksa yang harus mengantar Dira. Dan pembicaraan tentang Arya dimulai di dalam mobil Bryan.

"Arya udah berubah banget ya, gue sampe gak ngenalin dia lagi," ujar Dira sewaktu mereka sedang berada di jalan pulang.

"Berubah gimana?"

"Dia jadi lebih..."

"Ganteng?" potong Bryan tersenyum.

"Atau seksi?" tambahnya lagi.

"Dua-duanya" jawab Dira tanpa ragu.

"Dari dulu sebenarnya Arya itu cakep hanya dia gak mau menyadarinya seperti sekarang."

"Pasti dia punya banyak pacar ya, Bry?" Bryan mennoleh pada Indira.

"Ya bisa dibilang begitu, satu cewek bisa betah banget sama dia berbulan bulan. Dia cowok yang menyenangkan." Dira memandang keluar jendela mobil dan tersenyum. Dipikirannya ia mencoba membayangkan Arya jika bersama dirinya.

"Dia pintar membuat seorang wanita bahagia, sebenarnya gue harus banyak belajar dari Arya," ujar Bryan lagi, Indira menoleh lagi atas Bryan.

"Oh ya... gue jadi penasaran," gumam Dira tersenyum dengan misterius

"Bukannya lo gak suka sama dia?" sahut Bryan dengan kening mengernyit.

"Oh, liat dia yang sekarang? No he's so yummy." Bryan menaikkan alisnya. Dia mengerti apa yang Dira maksud. Arya sepertinya akan kena masalah. Bryan tidak mau terus menanggapi, ia akhirnya hanya diam saja sepanjang perjalanan.

Pertanyaannya kini adalah apakah Arya bersedia kembali pada perasaaannya yang dulu?