Nisa mengernyitkan kening saat melihat pria yang berdiri tepat di depannya. Bukannya dia pria yang sudah bertengkar dengannya gara-gara kopi dan membuat Nisa menghabiskan seluruh uangnya.
"Pak Bryan ini calon PA anda, Deanisa Melody Harfa," ucap Bram dengan mantap sambil tersenyum. Mata Bryan langsung terbelalak dengan wajah tegang dan napas yang tercekat. Nisa, ternyata asisten pribadi Bryan adalah adik tirinya sendiri yaitu Deanisa.
Nisa langsung memalingkan wajahnya ke Bram. Apa apaan ini, jadi laki laki yang memarahinya kemarin adalah kakak tirinya, Bryan Alexander. Nisa tanpa sadar memandang mata Bryan dan mengigit bibir bawahnya. Kakaknya sudah kembali dan sialnya menjadi bos nya sekarang. Bryan tidak sanggup melihat Nisa yang mengigit bibir bawahnya, darahnya berdesir dan hasratnya tiba tiba muncul. Arya pun tidak kalah terkejutnya, ternyata gadis cantik di depan mereka adalah Nisa. Hans merasa ada yang aneh seperti perang akan pecah. Ia mendehem mencoba memecahkan suasana tapi kedua orang ini hanya saling perang menatap satu sama lain dengan ekspresi wajah yang tidak dapat diartikan.
"Ehhmm Bryan, Dad ingin kamu melatih Nisa agar bisa menjadi PA yang profesional!" Bryan masih belum menjawab dia masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Arya menyentuh pelan punggung Bryan, saat itulah dia sadar dan hanya mengangguk. Nisa dengan wajah kesal kemudian langsung memberikan bag dengan tulisan GUCCI ke arah Bryan.
"Saya sudah perbaiki jas bapak, jadi utang permintaan maaf saya sudah selesai." Arya langsung membuka mulutnya saat Nisa bicara seperti itu. Jadi ternyata Nisa yang dikerjai Bryan kemarin, dan Bryan tidak tau kalau itu Nisa. Wah takdir benar benar luar biasa.
Arya menyembunyikan ekspresi terkejutnya dengan menutup mata dan memalingkan wajah. Sedangkan Bryan ketika Nisa berbicara langsung menutup mata dan menunjukkan ekspresi resah tidak nyaman. Hans dan Bram sama-sama tidak mengerti lalu saling bertukar pandangan.
"Apa maksudnya ini Bryan? kenapa ada jas, utang apa yang Nisa maksud?" tanya Ayahnya mencecarnya dengan pertanyaan.
"Ehhm Dad, Bryan bisa jelaskan..." tapi Nisa langsung memotong.
"Kemarin gak sengaja Nisa menumpahkan kopi panas pakaiannya Pak Bryan dan sebagai hukuman Nisa disuruh membersihkan dan memperbaiki jas nya yang kotor karena kopi," jawab Nisa spontan. Bryan mulai salah tingkah. Hans kaget dan langsung menoleh pada Bryan sambil menyilangkan tangan di dadanya.
"Daddy butuh penjelasan, Bryan!" ujar sang Ayah dengan tegas.
"Dad I...I-ini gak seperti yang Daddy pikirin." Arya hanya bisa mendehem, oh dia tidak akan membantu. Bryan memang salah.
"Dia adik kamu, gimana bisa kamu berbuat seperti itu ke dia! Jas kamu bisa jutaan harga dry cleaningnya, kenapa kamu harus memaksa Nisa membersihkan jas kamu!" tambah Hans lagi dengan nada mulai tinggi. Aduh...
"Dad, I didn't know it was her. Bryan benar-benar gak tau..."
"Cukup!" Ayahnya menghentikan pembelaan Bryan dan menarik napas panjang lalu melanjutkan bicaranya.
"Daddy tidak mau liat lagi kamu bertengkar dengan adik kamu. Dad sudah putuskan Nisa akan jadi PA kamu mulai dua bulan dari sekarang. Untuk saat ini dia dibawah pengawasan Bram. Tugas kamu Bryan mempersiapkan Nisa jadi salah satu PA yang akan mendampingi kamu memimpin perusahaan ini. mengerti!" jelas Hans panjang lebar dengan lengan masih di dadanya.
Nisa sebenarnya ingin protes. Bagaimana dia bisa bertahan menjadi asisten orang yang membencinya dan ia... benci. Nisa pikir Bryan akan protes, tapi ternyata dia diam saja.
"Sekarang, kalian berdua selesaikan masalah kalian di ruangan ini, setelah selesai baru kita akan bicarakan kontrak," lanjut Hans lagi.
"Ayo Bram, Arya kita keluar biar mereka bisa bicara!" ajak Hans. Wah Bryan pasti serangan jantung jika berdua saja dengan Nisa -pikir Arya. Tapi dia tau cepat atau lambat Bryan memang harus mampu menghadapi perasaannya. Menghindar bukan solusi. 12 tahun dia pergi menghindar ia akhirnya hanya akan bertemu Nisa lagi dan kali ini setiap hari. Setelah semua orang keluar tinggallah Bryan dan Nisa berdua saja di ruangan itu.
Bryan masih terus memandang Nisa dengan napas berat dan udara disekitarnya semakin menipis. Bryan sudah sampai taraf butuh oksigen tambahan.
'Tuhan bantu aku jantungku sudah tidak mampu lagi memompa darah,' keluh Bryan dalam hatinya. Bryan mencoba menyampingkan tubuhnya ke arah jendela sebelah kanan. Ia ingin sekali menatap Nisa lebih lama, tapi aku takut tidak bisa mengendalikan diri.
Gadis itu adalah candu baginya. Ia berusaha seperti orang gila melepaskan candu itu selama 12 tahun dan hasilnya ia malah bertemu lagi dengannya. Nisa yang mengernyitkan kening karena sikap tubuh Bryan akhirnya menyodorkan lagi paperbag yang berisi jas Givency yang kemarin dipakai Bryan.
Karena itu Bryan kemudian menatap tangan cantiknya yang memegang tali bag itu. Ia tidak tahan juga, Bryan akhirnya memandangi Nisa lagi.
'Oh Tuhan dia cantik sekali, dia terlalu cantik. Mata dan bibir mungil itu masih secantik dulu, tidak... malah lebih cantik dari dulu,' ujar Bryan dalam pikirannya dengan wajah tertegun.
Nisa bukan lagi gadis SMP berbadan kecil. Tubuhnya memang masih kurus dan langsing dengan lekukan yang terlihat jelas meski blazernya tidak ketat. Roknya memperlihatkan kaki jenjang putih yang mengundang fantasi gila Bryan di kepala. Mata Bryan diam-diam memperhatikan bentuk tubuh Nisa yang membuat hasrat prianya tiba-tiba naik. Jika diranjang Bryan tau persis bagaimana cara memuaskannya.
'Tidak Bryan, kamu herus berhenti!' bentak Bryan pada dirinya.
Bryan kemudian berjalan ke arah Nisa mendekatinya. Nisa seakan seperti tengah menantang Bryan, dia tidak melepaskan pandangannya dari Bryan sama sekali. Bryan pun akhirnya begitu. Nisa kini sudah jadi gadis yang pemberani, Bryan tak bisa mengintimidasinya lagi. Bryan baru berhenti mendekat saat tangan Nisa yang menjulur memegang paperbag menyentuh dada Bryan.
Deanisa, wajahnya innocent dan seksi dalam waktu yang bersamaan. Fantasi liar lainnya menari nari di dalam kepala Bryan, ia hampir tak bisa mengendalikan diri gara-gara terus menatap Nisa. Jika semua itu dikeluarkan maka Nisa tidak akan selamat.
Bryan lalu mengambil bag tersebut dengan menyentuh tangannya. Bryan tidak melepaskan tangan Nisa darinya dan terus memandangnya. Sedangkan Nisa mulai menarik tangannya dari Bryan tapi Bryan malah mengeratkan genggamannya. Bryan baru melepaskan beberapa saat kemudian dan Nisa terlihat bingung.
"Terima kasih jasnya, nanti uang kamu kakak kembalikan," ujar Bryan untuk pertama kalinya. Ia memberanikan diri berbicara pada Nisa tanpa tidak melepaskan pandangan matanya sama sekali.
"Gak usah, salah Nisa kemarin, Nisa memang harus tanggung jawab," jawab Nisa dengan suara lembutnya. Dia tidak tersenyum atau berekspresi apapun. Wajah datar. Kira kira apa yang ia rasakan pada Bryan saat ini?
"Selamat datang di HG Corp, semoga kita bisa bekerja sama," ujar Bryan sambil mengulurkan tangan hendak menjabat tangannya.
"Terima kasih pak," ujar Nisa datar lalu menyambut jabatan tangan Bryan dan dia malah mengigit lagi bibir bawahnya. Bryan menggenggam jabat tangan itu dan dia mulai menarik Nisa sedikit mendekat. Kening Nisa tepat berada sejajar dengan bibir Bryan. Matanya terus menatapku.
"Dua hal yang harus kamu tau. Satu, jangan panggil aku Pak, kamu panggil aku kakak biarpun itu di kantor. Dua..." Bryan mendekat di telinga Nisa dan setengah berbisik.
"Jangan gigit bibir bawah kamu di depan Kakak, kamu akan kena masalah besar nanti!" bisik Bryan sedikit mendesah.