Pagi ini Bryan tidak seperti biasanya. Dia seperti gugup dan kerap melakukan kesalahan. Dia sempat hampir lupa memakai dasi, sesuatu yang tidak pernah terjadi. Bryan terus memegang dadanya, jantung nya terus berdegup kencang sejak bangun tadi pagi. Hari ini hari pertama Nisa resmi magang dan menjadi calon PA nya. Sebenarnya dia sudah punya rencana apa yang harus dia katakan ketika sampai di kantor nanti tapi ia tidak bisa menutupi rasa cemasnya. Ia takut jika melakukan kesalahan di depan Nisa.
'Ah Bryan, berhenti seperti anak SMP, you are a man!'- hardik Bryan pada dirinya sendiri.
Tiba di kantor, Bryan bertemu dengan Arya di depan pintu lift. Arya tidak bicara dan hanya tersenyum. Mereka pun berjalan beriringan menuju ruangan masing-masing. Dari sudut matanya Bryan bisa melihat jika Nisa sudah tiba di kantor lebih pagi. Ia pun mengangguk dan tersenyum sambil melanjutkan masuk ke ruangannya.
Butuh sekitar 10 menit sampai akhirnya interkom di ruangan Nisa berbunyi. Bryan memanggil. Bram memberi kode pada Nisa untuk menjawab. Nisa sempat menggeleng tapi akhirnya menuruti perintah setelah Bram mendelik padanya.
"Selamat pagi pak, ada yang bisa saya bantu?" ujar Nisa sambil menekan interkom. Hatinya deg-deg an. Ia berpikir akan diapakan Bryan hari ini.
"Ke ruangan saya sekarang!" jawab Bryan singkat.
"Baik, Pak!" tidak ada balasan lagi dari ruangan Bryan. Nisa pun membereskan dokumen dan catatan jadwal Bryan hari ini. Bram akan menemaninya melakukan tugas pertamanya sebagai PA; mengorganisir dan mencatat jadwal CEO. Nisa masuk ke ruangan CEO di temani Bram di belakangnya. Bryan terlihat tidak mengangkat kepalanya dan masih sibuk menulis. Nisa lalu berhenti di depan meja Bryan dan memandang ke arah bos barunya itu.
"Selamat pagi, Pak Bryan," ujar Bram disamping Nisa.
"Apa schedule-ku hari ini?" tanya Bryan masih menulis dan wajah yang serius. Bram memberi kode agar Nisa membacakan schedule Bryan hari ini. Lama terdiam barulah Nisa sadar bahwa dia harus membacakan jadwal. Nisa membuka iPad nya dan membaca jadwal Bryan yang telah di catatnya tadi pagi pagi.
"Pagi ini ada technical meeting jam 9 pagi, lalu makan siang dengan direktur PT. Aslan pukul 3 lalu ada online conference hingga pukul 5 dan makan malam dengan pengacara Albert." Bryan mengangguk masih belum melihat.
"Bahan untuk technical meeting sudah selesai?" ujar Bryan lagi masih sibuk menulis.
"Hhmm... sudah Pak!"
"Siapkan catatan untuk seluruh staf teknisi, dan pemberitahuan awal bagi Chief Technical Director untuk memimpin Technical Meeting Internal, hasil meetingnya kasih ke saya, buat flowchart untuk proyek yang sedang berjalan sekarang dan harus selesai sebelum makan siang, mengerti?" Bryan masih belum melihat atas Nisa. Baru kali ini Nisa melihat Bryan sangat serius. Dia detail menjelaskan sambil terus menulis.
"Kamu harus mencatat Nisa, jangan ada yang terlewat," sambung Bryan lagi kemudian memandang wajah Nisa yang bengong. Bram tersenyum melihat tingkah Nisa.
"Jangan terlalu banyak bengong, pekerjaan kamu harus selesai sebelum makan siang, dan kamu harus ikut meeting nanti." Bryan kembali menulis.
"Baik, Pak," jawab Nisa membuka iPad dan menulis tugasnya.
"Jadwal makan siang sudah saya siapkan Pak, begitu juga dengan makan malam," tambah Bram. Bryan mengangguk.
"Mas Bram boleh pergi, Nisa kamu tinggal." oh tidak...
Bram mengangguk dan keluar ruangan meninggalkan Nisa di depan meja Bryan. Bryan masih belum memberi perintah apapun. Sedangkan Nisa sudah berdiri 5 menit, ia masih sibuk menulis dan mencoret coret kertas di depannya. Akhirnya, Nisa memberanikan diri untuk bertanya.
"Ada lagi yang Bapak perlukan?" Bryan memandang Nisa.
"Jika tidak ada orang lain kamu harus panggil aku kakak, snowflakes!" Bryan kembali menulis. Nisa tidak mau menjawab ia hanya melapaskan napas panjang.
"Kemari, ini tugas kamu, tugas personal assestment yang kamu harus lakukan pada Kakak setiap hari tidak boleh ada yang terlewatkan," ujar Bryan memberikan beberapa lembar kertas pada Nisa. Rupanya itu adalah kertas-kertas yang dari tadi ditulis Bryan hendak diberikan pada Nisa.
"Cetak dan tempelkan tugas itu di meja kamu, dan sebagai awal kamu kerjakan tugas yang pertama." Mata Nisa lantas membaca kalimat yang tertera pada lembaran itu.
"Membuat kopi?" Bryan mengangguk. Nisa lalu mengangguk dan hendak pamit.
"Kalau begitu saya siapkan kopinya Pak, eh Kak... mau kopi yang seperti apa?" Bryan ingin sekali tersenyum tapi ia menahan dirinya mati-matian agar tidak tersenyum.
"Hitam, satu sendok gula tanpa creamer, hot one!" Nisa menunjukkan ekspresi dengan kening agak sedikit berkerut. Kopi yang sama yang menyiram Bryan kemarin. Nisa mengangguk pelan dan membalikkan badannya.
"Tunggu, bawakan juga cooling pad dan burning ointment nya, ada di ruangan kamu." Nisa sedikit membelalakkan matanya. Bryan belum sembuh ternyata. Nisa hanya mengangguk dan segera keluar ruangan.
Setelah Nisa keluar, Bryan tersenyum sambil melepaskan napasnya. Nisa terlihat cantik sekali hari ini. Sangat menyiksa hanya bisa melihatnya tapi tidak bisa menyentuhnya. Bryan harus bersabar, perjalanannya masih sangat panjang.
10 menit kemudian, Nisa masuk ke ruangan Bryan sambil membawa kopi dan paket obat milik Bryan yang diberikan Bram di ruangannya tadi. Nisa berjalan ke depan meja Bryan sementara Bryan berada di sudut ruangan tempat rak buku dan technical visual table tempat Bryan mengotak atik cetak biru sebuah bangunan. Setelah meletakkan kopi di meja, Nisa memanggil Bryan.
"Kak, kopinya sudah Nisa bawakan, ini cooling pads dan gel-nya."
"Taruh di meja, dan kamu jangan keluar dulu," ujar Bryan masih membelakangi Nisa sambil menutup aplikasi visual yang terproyeksi di atas meja tersebut.
"Kemari, duduk!" ujar Bryan setelah dia berjalan ke arah sofa di sudut ruangan depan meja kerjanya. Nisa kemudian duduk di sofa itu. Bryan lalu berjalan ke arah meja dan mengambil paket obatnya. Ia berdiri tepat di depan Nisa dan menyerahkan paketnya. Nisa lantas mengambil paket tersebut. Tapi Bryan masih memandangi Nisa sambil berdiri dan Nisa yang kebingungan tidak tau apa yang harus ia lakukan.
Tak lama Bryan mulai membuka jasnya, lalu meletakkan nya di sofa di sebelah Nisa, kemudian membuka blazer dan dasi tanpa mengalihkan matanya melihat Nisa di bawahnya. Posisinya benar-benar tidak menyenangkan buat Nisa. Nisa duduk sementara Bryan berdiri dengan posisi pinggul berada tepat di wajah Nisa.
Bryan tanpa berhenti menarik kemejanya yang dimasukkan ke dalam celana baru kemudian membuka satu persatu kancing kemeja. Mata Nisa membelalak belum kancing ketiga dia menyetop Bryan dengan tangannya.
"T-tunggu... Kakak mau apa?" Bryan mengernyitkan keningnya. Yang benar saja, dia bertanya disaat seperti ini?
"Mau buka baju!" jawab Bryan santai kemudian melanjutkan membuka kancingnya. Nisa tidak bisa bergerak ketika seluruh kancing terbuka dan terlihat baju dalam warna putih. Nisa menarik napas lega, dan senyum nakal Bryan kembali terkembang ketika ia menarik ke atas ujung kaos dalamnya memperlihatkan perut kotak kotak seksi nya tepat di depan wajah Nisa. Nisa tercekat lalu mendongakkan wajahnya ke atas kebingungan. Ingin rasanya Bryan tertawa sambil mencium keningnya. Wajahnya lugu dan lucu, dia pasti berpikir yang tidak-tidak.
"Apa yang kamu tunggu, ganti padsnya!" ujar Bryan setengah mati menahan senyum. Nisa lalu tersenyum getir dan pasrah ternyata bosnya alias Kakak tirinya meminta mengganti cooling padsnya.
Mau tidak mau Nisa menjulurkan tangannya membuka cooling pads yang lama secara perlahan. Bryan tidak berhenti memandang Nisa dari atas. Ah posisi ini memang mengundang pikiran nakal Bryan, tapi lebih dari itu dia malah melihat gemas pada Nisa yang berusaha sekuat mungkin tidak terlihat aneh. Kulit bekas tersiram kopi panas sudah mulai membaik tapi memang masih harus di beri cooling pads dan obat agar tidak meninggalkan bekas nantinya. J
ika bukan karena ia yang menuangkan kopi panas itu pada Bryan, Nisa tidak akan mau mengganti pads dalam posisi seperti ini. Bagaimana jika ada yang melihat? Dan benar saja, ketika Nisa selesai mengoleskan gelnya dan hendak menempelkan pads, pintu ruangan tiba tiba terbuka dan suara Arya langsung terdengar.