Chereads / padmarini / Chapter 22 - Kekesalan Yara

Chapter 22 - Kekesalan Yara

"Gimana kelasnya?" tanya Bagas di sela santap siang mereka. Bagas, Wara dan Tara berbeda kelas dengan Buma, pasalanya dari umur sudah berbeda tingkat.

"Biasa aja," enteng Buma

"Masa?" Bagas menelisik Buma mencari titik kebohongan pada manik mata.

"Hm."

"Ada yang cantik gak?" Tara menyikut Buma.

"Di mata lo siapa yang gak cantik!" ujar Buma masing menetapkan fokus pada mie ayam yang sedari tadi ia makan.

"Benar tuh! Cabe gang sebelah aja dia bilang cekap." Mau muntah rasanya Wara mengingat masa itu di mana tingkat kegilaan Tara sudah di atas rata-rata.

"Emang cantik!"

"Gak usah diladenin, ntar juga orang yang baju putih datang," lerai Bagas

"Orang baju putih? Siapa, Bang?" heran Tara dan Wara. Sementara Buma nampak tak selera menghadapi kegilaan abangnya.

Batin Bagas tersenyum licik. "Orang yang jaga orang gila kan baju seragamnya warna putih."

"Abang!!!" Tara mengambil ancang-ancang untuk memukul Bagas menggunakan sendok.

"Et! Salah gue di mana?" tanya Bagas yang berhasil mendudukan Tara kembali

"Gak ada."

"Yaudah. Duduk manis yah anak cantik," ujar Bagas dengan muka yang dibuat-buat. Buma yang melihat itu semua hanya memutar bola mata malas.

"Makasih," kata serang gadis yang tanpa diundang bak jelangkung seketika duduk di samping Bagas

"Lah?" Bagas menaikan alis.

"Kan kamu tadi bilang aku cantik dan suruh duduk," ujar gadis itu menampilkan senyum terbaiknya

Bagas ternganga seolah itu semua sangat haram untuk masuk ke dalam kupingnya.

"Eh! Jadi cewek kok sok cakep banget!" maki Wara yang mengundang gelak tawa seisi kantin.

"Ha ha ha, itu si Fanandra dibilang sok cantik dong."

"Lah, emang dia cantik?" tanya seorang cowok yang dengan senang hati memvideo mereka sedari tadi pada orang di sampingnya.

"Kagak!!!"

"Ha ha ha."

Cukup! Ini sangat membuat Fanandra malu. "Diam!!!" sentak Fanandra spontan berdiri menggeprak meja. Bagas semakin bingung dengan gadis di sampingnya ini. Sedangkan Wara semakin gedek.

"Cie ada yang marah nie." Seruan tetap terdengar. Bak di tengah hutan lebat, Fanandra tak tau harus melangkah ke mana untuk mencari jalan keluar. Namun seseorang yang pernah menemuinya lalu tepat saat dalam keadaan yang sama datang menolong tetapi lebih tepat untuk disalah oleh Fanandra.

"Fanandra kamu gak papa?" ujar Gadis itu membolak-balik tubuh Fanandra memeriksa. Semua terdiam begitu juga dengan Bagas dan yang lain, lebih memilih untuk menonton saja.

"Apaan sih lo!" Fanandra mendorong gadis itu hingga tersungkur. "jangan pegang gue!" ujar Fanandra lalu melenggang pergi bersama dengan sautan yang sedikit demi sedikit meradam.

"Hu!!! Gak tah malu! Udah ditolongin juga!"

Gadis itu mengejar kembali Fanandra, sebelum itu ia meminta maaf kepada Bagas dan yang lain. "Maaf, Yah!" Bagas dan yang lain mengangguk walau Wara masih dengan tampang songongnya.

"Gila tu cewek!" ujar Wara. Mereka kini kembali duduk dan memakan mie ayam. Kantin juga telah kondusif kembali.

"Biarin aja," kata Tara enteng memasukan mie ke dalam mulut

"Enak aja congor lo!"

"Is biasa aja kali, Bang!" Usap Tara pada Keningnya yang baru saja disentil oleh Wara.

Ternyata dan ternyata Yara dan yang lain juga berada di area itu bersama Cira yang memakan kue brownies buatan Hebilla.

"Tu cewek belum kapok yah!" greget Nila melototkan mata

"Iya, Kak. Mana dia ngedeketin Abang Cira lagi! Is," ujar Cira dengan terus memasukkan brownies ke mulut.

"Kalau makan jangan bicara!" ucap Yara mengambil tisu membersihkan mulut Cira yang memiliki remahan brownies.

"Hehehe. Iya, Kak." Cira mengelap mulutnya menggunakan tangan yang membuat mereka terkekeh akan tingkah gemasnya, bahkan juga dengan Nala.

"Gemes banget yah kamu," ujar Runi menarik pelan pipi Cira yang membuat lengkungan manis tergambar di wajahnya

"Dia cuma beda setahun doang," ujar Nala mengingatkan bahwa mereka hanya berbeda sedikit saja.

"Tapi tingkahnya seperti anak TK." Telah dibawa ke langit, eh dijatuhkan kembali. Sungguh Anala yang sangat kejam.

"Yah, Kak. Cira udah dewasa." Cira mengembungkan pipinya membuat mereka bertambah gemas.

Mereka terkekeh bersama lalu kembali melanjutkan makan hingga bel berbunyi.

"Kita antar Cira dulu baru ke kelas," ujar Nala yang sebenarnya lebih ke suruhan.

"Iya," serempak mereka.

"Cira berasa jadi ratu kalau gini." Cira terkekeh imut.

"Kamu ini!" Yara mencubit pipinya

☆☆☆☆☆

Karena bel telah berbunyi dan makanan mereka juga telah habis. Buma dengan iseng menengok kanan kiri, dan pangdangannya tepat mendarat pada seorang Ayara yang tengah mencubit gemas pipi Cira.

"Bang, Tuh!" tunjuk Buma pada mereka berlima. Bukan Bagas saja yang mengikuti arah telunjuk Buma, tetapi Wara dan Tara juga.

"Cira?" heran Bagas

"Samperin!!!" Tanpa aba-aba Tara berlari menyampiri mereka sebelum Bagas melarangnya.

"Gimana, Bang?" tanya Buma.

Bagas menghela nafas. "Yaudah kita samperin." Mereka mengangguk lalu pergi menyampiri Cira dan yang lain.

"Hallo, Cira," ujar Tara ketika sampai. Basa-basi yang sudah sangat basi jika seseorang memanggil yang lain tetapi matanya juga ke arah lain.

"Is lo ngapain ke sini!" bentak Runi tak suka-melototi Tara.

"Eh kunti! Gue mau ketemu Adek gue! Ngapa lo yang sewot!" Oh tidak. Mereka sudah menduga ini semua akan terjadi.

"Tuyul gila!" sentak Runi yang membuat mata Tara semakin membulat

"Dah mau keluar tuh bola mata," ujar Wara yang baru saja datang, menepuk bahu Tara.

Nala dan yang lain melihat mereka yang baru saja datang dengan tatapan datar, apalagi Yara yang tak suka adanya Buma.

"Gue balik!" ujar Yara ingin melenggang pergi

"Tunggu!" tahan Nala. Yara menatap Nala memohon.

"Tunggu!" Nala tak mengiyakan yang membuat Yara menghembuskan nafas gusar.

"Kak Rara kenapa?" tanya Cira yang melihat Yara dan Nala seperti bertengkar

"Gak papa," ujar Yara berusaha tersenyum.

"Em gue ada tugas, jadi kita harus pergi," pamit Yara pada Bagas Dkk. Ia tak melihat Buma.

"Gue tadi masuk gak ada tugas kok," kata Buma. Yara berusaha menahan amarah, entah mengapa jika melihat wajah Buma ia sudah kesal, apalagi mendengar suaranya.

"Ini tugas kemarin, lo gak tau apa-apa!"

"Oh, Ok," ucap Buma singkat yang membuat Yara mendidih.

"Kalian kenapa?" tanya Bagas yang merasa jika ada yang telah terjadi di antara mereka berdua.

"Oh kem--"

"Gak, gue lagi PMS aja," elak Yara

"Bukannya lo--" Perkataan Runi terhenti ketika Yara menghadiahi sebuah tatapan sangat datar.

Yara kembali menatap Nala. "Kita pergi dulu! Cir kan di sini udah ada Kakak kandung kamu, jadi kita pergi yah," ujar Nala menyempati memegang kepala Cira.

Cira mengangguk lalu tersenyum mengiyakan. Akhirnya Yara bisa pergi dari sini.

Sebelum itu Nila melihat Wara yang terus memperhatikannya, dengan spontar Wara mengubah penglihatan dan bersiul.

"Keciduk kan lo!" ujar Nila saat melewati Wara. Seketika mulut Wara mengatup.

"Kalian kenapa?" tanya Bagas lagi ketika Nala dan yang lain telah tiada.

"Iya, Abang ada masalah sama Kak Rara?"

"Gak ada, Cir. Mungkin ada perkataan Abang aja yang salah di pendengaran Kak Yara," ujar Buma lembut yang hanya menjawab pertanyaan Cira.

"Lah, gue gak dijawab?" tanya Bagas menunjuk dirinya seraya terus melihat punggung Buma yang telah pergi tanpa pamit sambil merangkul Cira.

Buma melambai untuk para Abangnya tetapi terus melangkah ke depan.

"Kurang ajar banget lo!" teriak Tara. Untung dari lima menit yang lalu kantin telah kosong dan tidak terlalu memperdulikan keberadaan mereka.

"Sabar," ujar Bagas lalu pergi dari kantin diikiti mereka berempat.

"Eh Bentar, Bang!" ujar Tara yang membuat mereka berhenti.

"Kenapa lagi curut gorong-gorong!"

"Is! Kalian sadar gak kalau ucapan mereka ke Cira itu halus banget, mana tadi si Nala nyempetin ngelus rambut Cira lagi. Sedangkan ke kita kasar banget." Bagas dan Wara berfikir sebentar. Iya juga yah, Cira sangat cepat akrab dengan mereka.

"Biarin aja, toh kita juga masih dalam pengintaian mereka. Sekarang ini gue lebih yakin jika mereka memang orang baik." Tara dan Wara mengangguki perkataan Bagas lalu kembali berjalan ke arah kelas.

☆☆☆☆☆

Cira menengadah melihat Buma yang kini masih terus merangkulnya. "Kita ke mana?" Buma menunduk melihat Cira yang berada di sampingnya. "Kelas kamu!" Cira mengangguk mengikuti langkah Buma.

"Gitu yah, Yar. Jadi lo pakai kata 'gue' kalau lagi sama kita." Batin Buma tersenyum sinis.

"Gue gak bakal nyerah, Yar. Entah kenapa gue tertarik akan kehidupan lo," gumam Buma sangat kecil sehingga tidak bisa didengar oleh Cira.

☆☆☆☆☆

"Kalian ada masalah?" tanya Nala

"Gak!"

"Udah lah, Yar. Bilang aja sama kita," ujar Runi yang berada di belakang Yara.

"Gak ada masalah!" kata Yara terus berjalan di samping Nala.

"Kenapa!" Nada Nala menjadi tegas. Yara melirik sekilas.

"Emang gak ada masalah!" tekan Yara sekali lagi.

"Terus kok lo kayak orang berantem sama Buma," tanya Nila yang berhasil membuat langkah Yara terhenti.

"Dia jelek! Sok banget! Gak suka aku sama dia. Ah elah. Mana dia selalu ganggu! Sok dekat dan sok tau semua tentang kehidupan aku!" ujar Yara dengan nafas tak teratur.

"Eit eit. Yah gak usah ngegas juga kali!" Runi memegang bahu Yara dari belakang.

"Jangan ngegas," kata Nila sedikit terkekeh

"Dia suka sama lo!" Ucapan Nala membuat mata Yara membulat. "Gak gitu cara kerjanya Kakak!" Nala terkekeh. "Yaudah." Nala menaukan telapak tangannya pada puncak kepala Yara. Yara menganga. "Gitu aja?" Nala mengangguk lalu mengacak kepala Yara gemas.

"Cie Yara punya fans." Runi ikut mengacak kepala Yara.

"Cie Ade saya udah gede. Ha ha ha." Kini Yara menjadi bahan hinaan mereka. Untung tak ada lagi siswa yang berkeliaran. Arah mereka juga bukan ke kelas, melaikan ke markas.