Berjalan beriringan menuju Akang kembang gula, Namun tak saling tegur sapa seperti seorang yang tengah bermusuhan.
Yara terus memperhatikan jalan tak menghiraukan Buma yang juga berjalan beriringan dengannya hingga sampai di penjual kembang gula.
"Bang kembang gulanya satu yah!" ujar Yara memesan sembari tersenyum
"Iya, Neng." Akang itu langsung saja menggambil kembang gula yang sudah jadi dan memberikannya pada Yara.
"Mas, kalau pacarnya lagi ngambek jangan didiemin!" Yara melotot mengar ucapan si Akang kembang gula. Sedangkan Buma malah terkekeh.
"Iya, Kang. Masih udah diingetin yah." Buma terkekeh menatap Yara senang jika dipelototi seperti itu.
"Ayo, Sayang!" Buma merangkul Yara. Yara dengan cepat menepis itu semua.
Berjalan Kembali ke Akang gula. "Maaf yah, Kang. Saya ogah pacaran sama dia!" tekan Yara lalu pergi menghentak-hentakkan kakinya.
Akang gula melongo. "Ada-ada saja anak muda."
☆☆☆☆☆
Yara terus berjalan dengan menghentak-hentakkan kaki menahan amarah yang telah di ubun-ubun. Mulutnya terus komat-kamit entah umpatan apa yang dia keluarkan.
Hingga sadar jika tujuannya adalah membeli kembang gula untuk Cira. Yara bergegas karena letak keberadaan akang kembang gula agak jauh dari keberadaan Cira.
Mata Yara membulat ketika melihat Cira yang tengah digodai sekumpulan cowok yang Yara agak mengenalinya.
Berlari secepat mungkin untuk menolong Cira, tak meperdulikan kembang gula yang ia lempar ke sembarang arah.
Pak!
Dengan sekuat tenaga Yara menendang seorang cowok yang hampir menyentuh pipi Cira.
Orang itu agak kaget dengan serangan mendadak Yara, begitupun dengan yang lain.
"Kak Rara." Cira bersembunyi di belakang badan Yara
"Gak papa, kamu ke sana yah!" Yara menyuruh Cira untuk menjauh. Cira mengangguk menjauh dari mereka semua.
Yara melihat mereka satu persatu. Berusaha mengingat wajah yang tak asing di memorinya ini.
"Kalian mau apa deketin Adek gue?" Yara berkata begitu dingin dan datar.
Orang yang tadi ditendang Yara bangkit. "Dia Adek lo?" tanyanya
Yara semakin menunjukan wajah datar. "Hm."
Orang itu nampak berfikir sebentar. Menerima bisikan dari temannya. "Mungkin kita salah orang," bisiknya
"Maaf, gue salah orang," ujar orang itu pada Yara.
Yara mengangguk lalu kembali melihat Cira, tepat di penglihatannya, Buma datang menghampiri Cira.
☆☆☆☆☆
"Kamu kenapa di sini?" tanya Buma pada Cira yang terlihat ketakutan
Cira memegang lengan Buma erat. "Itu!" tunjuk Cira pada tempat keberadaan Yara.
Buma mengikuti arah lalu mendapat Yara bersama sekumpulan cowok. Matanya membulat, ia seperti mengenali mereka semua.
Bugh!
Yara ditonjok oleh orang yang ada di depannya.
Memegang pelipis. Yara meringis pelan tanpa aba-aba ikut memukul orang yang ada di hadapannya.
"Kak Rara!!!" teriak Cira histeris
"Kamu di sini! Jangan takut! Abang mau tolongin Kak Yara dulu." Perintah Buma. Cira mengangguk sambil menahan air mata agar tak keluar
"Hajar!" perintah orang itu pada anak buahnya agar segera memukuli Yara.
Yara menjauh dari mereka semua. Ini tak adil, mereka lima dan Yara hanya seorang diri.
"Cih! Lo semua pengecut!" Yara memandang mereka remeh
"Halah! Jangan banyak bacot!" cowok itu melayangkan pukul pada Yara. Dengan sigap Yara menghindar dan langsung menonjok perut lawan. Menendangnya sekuat tenaga hingga tersungkur.
"Lo?!" Yara memandang mereka semua dengan tatapan begitu dingin. Auranya mulai menakutkan.
"Yara!!!" teriak Buma. Bodohnya Yara menengok dan membuat dia kembali tertonjok.
Yara oleng sedikit. Sekarang bibirnya mengeluarkan darah.
Buma semakin mengkhawatirkan Yara, tetapi tidak dengan Yara yang malah menyukai keadaan ini.
Bugh! Bugh! Bugh!
Yara terus memukul orang itu dengan membabi buta. "Nama lo siapa?" tanya Yara pada orang yang tengah pukuli.
Buma dengan cepat datang di area Yara dan membantu Yara berkelahi.
Buma melawan tiga orang dan Yara melawan dua orang. Orang yang bisa dikatakan bos mereka entah berada di mana
"Dito!" ujar orang itu dengan bodoh menjawab pertanyaan Yara.
"Oh!"
Bugh!
Yara menendang perut orang yang bernama Dito. Dito terbuang bersama darah yang keluar dari tubuhnya. Terbaring pingsan di rerumputan.
Yara menatap lawan keduanya yang juga tidak begitu ia abaikan. "Ck. Lo juga mau?" Orang itu menggeleng.
Bugh!
Namun Yara tetapi menghajarnya. Mau tak mau mereka harus terus berkelahi kembali.
Buma menyempatkan diri untuk terus memeriksa keberadaan Yara. "Dito?" gumamnya ketika pandangan tepat tertuju pada orang yang telah pingsan dengan darah terpampang nyata di wajah tampannya.
"Kalian anak buah Dito?" tanya seraya terus memukul.
Mereka tak menjawab malah terus melawan Buma. Buma mulai oleng dan kesusahan melawan mereka bertiga.
Bugh!
Mereka berhasil menonjok perut Buma di mana itu adalah titik lemah.
Buma meringis memegangi perutnya.
Bugh!
Kini pelipis Buma telah mengeluarkan darah. Buma bangkit dan terus melawan mereka walau posisinya sekarang ada di ambang kekalahan.
Yara dengan cepat membuat lawannya pingsan bahkan sekarat. "Cih, kalian salah pilih lawan." Yara melihat mereka yang telah terbaring tak sedarkan diri lalu meludah.
Yara meruntuhkan ego dan melihat keadaan Buma. "Hedeh, katanya anggota gank, lawan begini aja lo udah sekarat," gumam Yara akhirnya memutuskan untuk membantu Buma.
☆☆☆☆☆
Sementara anak buahnya melawan Yara dan Buma. Orang yang tadi bisa dibilang sebagai bos mereka memanfaatkan keadaan untuk mencari Cira.
"Ini anak ke mana? Apa benar dia Adiknya Buma?" Terus mencari keberadaan Cira sampai ia harus memutuskan untuk pergi karen mendengar teriakan Yara.
"Cira!!!" Tanpa aba-aba Cira keluar dari persembunyiannya. Ternyata orang itu telah melewati Cira. Sekuat tenaga Cira berlari memeluk Yara.
Orang itu dengan langkah cepat pergi dari hadapan mereka sebelum identitasnya terbongkar.
"Kamu gak papa?" tanya Yara seraya mengelus sayang kepala Cira. Cira menggeleng pelan. Yara bisa dengan jelas mengetahui kecepatan detak jatung Cira.
"Hey?" Yara membekap kepala Cira agar bisa menatap matanya.
Bola mata Cira terus berputar tanpa arah. Yara tersenyum kembali membekapnya, senyum yang begitu tulus dan menenangkan yang mengakibatkan Buma tak bisa mengganggu acara mereka.
Yara melepas pelukan. "Jangan takut! Kakak akan terus jagain kamu." Yara berujar tulus. Cira manggut-manggut. "semoga emang bener, kamu adalah gadis yang dalam kalimat nenek," batin Yara
"Abang?" Cira menengok ke samping melewati badan Yara.
Buma mendekat, tersenyum juga mengusap kepala Cira. Cira kembali memeluk Kakaknya itu. "Jangan kasih tau Bang Bagas, yah!" gumam Cira pelan.
Buma yang tadinya menunduk fokus mengusab rambut Cira kini mendongak melihat Yara meminta jawaban.
Yara menggeleng sebagai jawaban.
"Iya," ujar Buma yang sebenarnya berbohong untuk membuat Cira lega. Yara tau jika itu suatu kebohongan, tak mungkin Buma bisa membiarkan ini semua, terlebih ia lebih dulu kenal dan dekat dengan Cira.
"Kita pulang?" tanya Buma pada Cira sekaligus Yara
Cira melepaskan pelukannya mengangguk pelan.
Kini Yara berjalan beriringan dengan mereka berdua. Posisi Cira yang berada di tengah membuat mereka bertiga sudah seperti sepasang kekasih yang jalan sore bersama adik. Sungguh uwuw sekali.