Cira tengah memilah diantara baju yang akan dikenakannya untuk menemui Yara.
"Is ini warnanya gak bagus! Ini kebesaran, ini terlalu wah. huft." Cira menghembuskan nafas gusar terbaring di lantai bak orang yang tengah putus asa.
Lama terbaring memandang loteng, seseorang mengetuk pintu kamar Cira. "Dek kamu ngapain? Kok itu bajunya berantankan banget?" Hebilla muncul tetap di atas muka Cira.
Cira terduduk. "Mau jalan sama, Kak Yara. Tapi Cira gak tau harus pakai baju apa." Kembali Cira menghela nafas.
"Yaudah, Bunda cariin." Cira sumringah
"Wah, benarkah?"
Hebilla terkekeh melihat tingkah putrinya. "Ya."
Spontan Cira memeluk kaki Bundanya sambari mendrama. "Apalah daya Cira jika tak ada Bunda." Cira mendongak melihat Hebilla yang juga melihatnya.
"°Apasih kamu, Dek. lebay banget." Cira melepas pelukannya pada kaki jenjang Hebilla dan membiarkan sang Bunda memilihkan baju untuknya.
Hebilla memilih baju jumspuit berwarna pink dibaluti dengan kaos berwarna putih menambah kesan imut pada, Cira.
"Gimana?" Mata Cira berbinar. Baju pilihan Bunda memang terbaik walau sederhana sekalipun, rasanya sangat beda.
"Wah, bagus. Makasih, Bunda."
Hebilla mengusap sayang kepala putrinya mengangguk tulus. "Bunda tinggal." Cira mengangguk lalu segara meluncur ke kamar mandi.
Selepas itu ia memakai baju yang telah dipilahkan oleh Hebilla, menggerai rambut sambil menyisirnya pelan. Diambilnya pengikat rambut berwarna hitam agar rambutnya terlihat rapih.
Menata handphone pada tas slempang berwarna senada dengan pengikatnya. Tak lupa membawa donat yang ia telah susun rapih di dalam tupperware milik Hebilla.
"Cira! Kak Yaranya udah ada nih!" teriak Hebilla
"Iya, Bun!"
☆☆☆☆☆
"Masuk aja dulu," ujar Hebilla mempersilahkan Yara untuk masuk dan duduk
"Iya, Bun." Yara kembali melihat interior rumah Cira yang begitu megah sembari mendudukan bokongnya.
"Wah, Kak Yara cantik banget." Cira muncul dengan semangat seolah mendapatkan jodoh saja.
"Dahlah, Sayang. Ayok pergi, izin sama Bunda dulu." Yara bangkit dari duduknya.
"Bunda!!!"
"Apa sih kamu. Teriak-tarik." Cira menyengir.
"Kita mau pamit dulu," ujar Cira menyalimi Hebilla.
"Iya."
"Bunda kita pamit." Yara ikut menyalimi Hebilla.
"Iya, jagain adeknya yah." Yara agak keget dengan lontaran yang baru saja Hebilla ucapkan.
"E-eh iya, Bun."
"Andai itu nyata," batin Yara kecut
Mereka keluar dari rumah. Sampai di depan pagar Cira ada hal yang membuatnya ternganga. Sebuah mobil lamborghini sian berwarna merah terpakir mewah.
"Ini mobil, Kak Rara?" ucap Cira ternganga
Yara terkekeh. "Gak, Sayang. Ini mobil Kak Nana."
"Wah, Kak Nana baik banget." Cira menatap Yara berbinar.
"Jangan diliatin aja, ayok masuk!"
Mereka memasuki mobil Nala yang sedang mereka pakai. Tak ada hentinya Cira terbawa kemegahan.
"Is, nanti Cira beli mobil ini juga!" Cira berkata cemberut
"Beli pakai apa?"
Cira menengok ke samping menatap Yara. "Uang, Ciralah. Nanti Cira buka toko brownies dan ngumpul uang sampai bisa beli mobil ini," ujar Cira menggebu sembari terus melihat dalam mobil.
"Iya, Sayang. Jangan minta sama orang tua yah. Karena jika itu dari kerja keras kita akan terasa nikmat."
"Iya. Rasanya ah mantap!" Cira memeragakan gerakan tiktok
"Ada-ada aja kamu." Yara terkekeh bersama Cira lalu menghidupkan mesin mobil melaju dari kediaman Cira.
☆☆☆☆☆
"Lama banget, dah pegel gue nungguinnya gak berang-berangkat. Ngapain aja dah mereka?" monolog Buma yang berada di lantai atas-kamar Bagas.
"Udah pergi?" tanya Bagas yang melihat Buma seperti berbicara sendiri.
"Iya, baru aja."
"Yaudah semoga berhasil," ujar Bagas yang hanya dihadiahi Buma tatapan datar. Buma telah memberi tau mereka semua, rencana mereka untuk mendekati Nala DKK semakin mereka pegang teguh.
Dengan langkah cepat Buma menuruni tangga. "Mau ke mana kamu?" cegat Hebilla
"Mau pulang dicariin Papa." Hebilla memicingkan mata mengendus dosa Buma.
"Jangan bohong!" Hebilla melotot
Buma memandang datar Ibu angkatnya itu. "Mau ngintai Cira sama Yara." Buma menghela nafas
"Cie kamu!!!" Hebilla menoel hidung Buma meledek.
"Gak usah godain Buma, Bun. Bunda udah punya Om Toto, lagian Buma juga gak suka sama tante-tante." Apa yang dikatannya barusan? Sepertinya itu sungguh kejam.
"Wah ngadi-ngadi yah kamu!" Segera Hebilla menyubit lengan Buma.
"Is iya, Bun. Makanya jangan aneh-aneh! Buma mau pergi dulu keburu mereka jauh." Hebilla mengangguk dia membiarkan Buma menyaliminya.
☆☆☆☆☆
"Kak, itu kedai es nya," tunjuk Cira pada sebuah kedai es pinggir jalan dengan spanduk es krim segar.
Yara meminggirkan mobil. "Emang ada ya es krim gak segar?" gumam Yara menggelengkan kepala
Cira dan Yara keluar dari mobil sport sian yang tergolong mobil paling mahal dan makan di sebuah kedai es krim pinggir jalan.
"Bang, es krim fanila dua yah," ujar Cira sumringah. Ia memutuskan untuk memesankan Yara es krim kesukaannya.
"Topingnya apa?" ujar penjual es krim
"Cokocip aja, Bang." Yara hanya melihat Cira saja yang begitu semangat padahal hanya makan es krim bersama saja.
"Ok, silahkan duduk." Mereka duduk di tempat yang telah disiapkan.
"Kamu seneng banget kayaknya," ujar Yara seraya terkekeh kecil
"Iya, dong," cengir Cira. "Oh iya, Cira punya sesuatu untuk, Kak Rara," ujar Cira mengingat kue donat yang sudah sengaja ia siapkan.
"Apa tuh?"
"Bentar, Cira ambil di mobil dulu." Tanpa aba-aba dengan lihay Cira mengambil sesuatu untuk Yara.
Cira meletakkan paper bagnya di atas meja bundar.
"Kok Kakak gak sadar kamu bawa itu?" Yara kembali mengingat sejak kapan anak di depannya ini membawa barang selain tas?
"Jangan tanya Cira dong." Yara menggeleng terkekeh akan kelakuan gemas Cira.
"Ini es krimnya," ujar seorang pelayan dengan membawa dua gelas es krim fanila bertabur cokocip.
"Wah, em ... pasti enak." Air liur Cira nampak tak tertahan
"Kamu ini ada-ada aja."
"Makasih, Mas," ujar Yara sopan.
"Sama-sama. Selamat menikmati." Pelayan itu pergi
"Kak Rara gak mau liat apa yang Cira bawa?" Yara menaikan sebelah alis.
"Sini Kak Rara liat." Yara mengintip sedikit isi puper bag itu. Ia melihat Cira yang semakin tersenyum lebar.
Tak ingin penasaran lama langsung saja Yara membuka isinya. Terdiam sebentar meresapi apa yang di tangkap oleh mata. Sudah begitu lama tetapi makanan ini selalu menjadi kesukaannya.
"Kamu dapat di mana?" ujar Yara sambil mengambil satu donat lalu melahapnya dengan hikmat
"Ada anak kecil yang jual." Yara tersenyum yang memiliki arti senang dan kecut.
"Kamu kok banyak banget belinya?"
"Mumpung bukan uang Cira yang kepake." Cira juga mengambil donat itu lalu melahapnya. Yara menaikan sebelah alis, tak mau menduga langsung saja ditanya.
"Siapa?" Cira mengundurkan diri untuk menggigit donat
"Bang Buma," ujarnya lalu kembali menggigit donat itu. Yara termenung tak jadi melahap sisa donat untuk menghabisi.
Yara melihat donat itu. "Dahlah bodoamat, coba aja kalau ini bukan donat misiseres warna-warni dan yang ngasih Cira, dah gue buang," monolog Yara samar-samar terdengar oleh Cira.
"Kenapa, Kak?"
"Eh, Gak papa. Lanjutin makan, kalau gak habis nanti mubazir."
"Kan ada gue," ujar seorang cowok dengan santainya duduk di bangku kosong. Tempat mereka berisikan tiga bangku dan satu meja bundar.
"Bang Buma?" heran Cira melahap habis donatnya mininggalkan misis di sudut bibir.
Buma membersihkannya dari mulut Cira. "Kalau makan jangan gini," tegurnya.
Detak jantung Yara agak sedikit cepat saat tau Buma telah duduk di dekatnya. "Is ngapa jantung gue gini," batin Yara
"Hay," sapa Buma pada Yara yang dibalas dengan tatapan datar.
"Lo kenapa sih? Masih marah?" Buma ikut mengambil kue yang untungnya tak jauh dikarnakan meja yang cukup kecil tetapi muat untuk mereka bertiga.
"Gak." Yara ikut mengambil kembali donat.
"Ini donat buat gue, jangan dimakan. Gak tau malu banget," sinis Yara. Cira jadi bingung sendiri dengan kedua kakaknya ini.
"Ini pake duit gue!" songong Buma. Yara melotot. "Cira yang kasih gue," balas Yara tak kalah nyolot.
"Kalian kenapa sih? Kok berantem?"
"Gak papa, Sayang. Udah lanjutin makan," ucap Buma melirik Yara sinis.
"Kalau bukan gue lagi jalan sama Cira, dah gue tinggalin lo," batin Yara memberontak.
Dengan kesal Yara memakan es krimnya hingga tersisa setengah. "Kalau makan biasa aja dong." Spontan Buma mengelap sudut bibir Yara yang menyisahkan es krim di sana.
Cira terdiam membeku. "Abang?" Segera Buma menyadarkan diri. Bukannya menarik tangannya dari wajah Yara, ia malah mengacak rambut Yara.
Yara spontan memukul tangan Buma. "Malu," tekan Yara yang membuat Buma terkekeh. "Gemes banget sih."
"Astaga Abang Buma so sweet." Yara membelalakan matanya ketika Cira berujar seperti itu. "Eh kamu masih kecil."
"Slow aja kali, Yar." Buma menyenderkan punggungnya. "Orang Cira udah pernah pacaran."
"Is lo bukannya ngelarang malah gitu!" Yara menatap Cira. "Gak boleh pacaran yah," ujarnya lembut.
"Iya." Cira menggembungkan mulutnya.
"Kamu gemes banget. Kakak jadi gak bisa marah." Yara menyubit pipi tembem Cira, membuat sang empunya terkekeh tersipu malu.
"Lo juga gemes kok," enteng Buma dengan santai mengambil dan memakan es krim Yara.
Yara terbelalak. "Es krim gue!!!"
Brak!!!
Tiba-tiba orang menggebrak meja. "Oh jadi kalian pacaran?!"