"Oh, jadi kalian pacaran?" Yara memandang aneh seorang cewek yang baru saja menggebrak meja
"Eh cewek gak guna!" Cira ikut menggebrak meja. Pandangan para pengunjung tertuju pada mereka berempat.
Gadis itu ingin menjambak Cira. Namun dengan sekali dorongan Yara berhasil membuat gadis itu jatuh tersungkur.
"Lo!" tunjuk Yara. "Gue masih diemin lo di sekolah, dan sekarang lo mau jambak Cira untuk kedua kalinya?" Yara menggeleng.
Yara mensejajarkan tingginya pada gadis yang masih dalam keadaan tersungkur. Menarik rambut. "Jangan ganggu dia atau nyawa lo melayang." Semua orang terdiam. Buma dan Cira susah payah meneguk saliva.
Orang yang dijambak oleh Yara tersenyum remeh. "Lo yang jangan macem-macem." Memghempas tangan Yara. Berdiri menatap Yara songong
"Cuih!" Meludah
Yara lebih mendekatkan wajahnya ke gadis itu.
"Fanandra pergilah!" usir Cira mencengkram tangan Buma
Fanandra ingin menatap Cira melewati pandangan Yara. Namun itu semua sia-sia karena Yara dengan cepat menghalangi.
"Jangan sentuh ataupun ada niat sama dia," tunjuk Yara tanpa melihat Cira
"Ck. Sok banget lo!" Fanandra mendorong Yara tak membuat sang empu mundur terlalu jauh, bahkan hanya selangkah.
"Semuanya dengarkan saya!!!" teriak Yara semakin membuat pengunjung menaruh perhatian.
"Apa yang mau lo lakuin!" tekan Fanandra
Yara hanya melirik sekilas-menatap remeh, menyungging senyum.
"Dia adalah seorang gadis tak tau malu yang ingin merebut pacar saya dan membuat adik saya ketakutan," tunjuk Yara pada Buma dan Cira. Buma terkejud jika dengan jelas Yara mengatainya sebagai seorang pacar.
"Hu ... gak guna!"
"Pergi lo"
"Dasar pelakor"
"Cih, Sampah"
"Gak tau diri banget sih"
"Dih, kalau gue sih malu jadi dia."
Fanandra menutup kuping dan menatap tajam mereka semua khususnya ke arah Yara dan Cira.
"So?" Yara melipat tangan menatap remeh.
"Gue bakal hancurin kalian!" sentak Fananfra percaya diri. Pergi dari kedai itu bersama sorakan yang perlahan berhenti
"Maaf yah Mas, Mba." Mereka mengangguk lalu kembali duduk tenang.
"Cie yang tadi bilang gue pacaranya," celetuk Buma menaik turunkan alis
Yara memandang datar lalu kembali menengok Cira. "Sayang kita pulang." Cira mengangguk.
"Ayok bawa paper bagnya!"
"Abang Cira pamit." Yara dengan santai meninggalkan mereka berdua dan memasang kembali jaket kulit hitamnya.
"Kak Yara tungguin Cira!!!"
"Yaudah sini!!!" Buma memandang senyum kelakuan dua gadisnya. Eh gadisnya? Ayok tolong bantu wujudkan.
☆☆☆☆☆
"Kak Yara tadi gak papa?" Cira khawatir soal Yara yang terdorong oleh tolakan Fanandra.
"Santai aja." Tersenyum tulus sebagai jawaban.
"Cie pandang-pandangan, ntar jatuh cinta loh!" Yara dan Cira spontan menengok kebelakang dan menciduk seorang cowok dengan santainya memangku kaki menatap heren mereka berdua.
Kok Bang Buma jadi gak dingin yah sama cewek?. batin Cira keheranan.
"Lo ngapain di mobil gue!" sentak Yara
"Is Abang ngapai ikut! Cira sama Kak Rara mau jalan-jalan," ngambek Cira
"Yaudah Abang ikut!"
Yara melotot mendengarnya. "Gak! Sekarang lo turun dan sonoh kalau bisa gak usah ada di dunia lagi!"
"Gue turun tapi lo juga turun," tantang Buma. Yara nampak berfikir sebentar. "siasat apalagi ini?"
"Gak!"
Cira menghela nafas. Acara yang ia pikirkan akan menyenangkan seketika buyar menyisahkan harapan.
"Yaudah, gue juga gak mau turun." Yara mengetatkan rahang menahan amarah sedangkan Buma yang merasakan ada kupu-kupu dalam perutnya.
"Kalian kenapa sih? Ini acara Cira!" bentak Cira tak tahan
"Suruh Abang kamu keluar!" Yara menghadap ke depan menyilangkan tangan.
"Abang." Cira memelas
"Abang ikut!" Buma tak kalah egois
"Gak!" Yara kembali melihat Buma. "ini mobil Kakak gue, gak sudi dia kalau mobilnya di duduki sama lo!" nyolot Yara
"Tuh kan, ini mobil Kakak lo. Jadi gak ada hak buat lo larang gue." Buma menatap remeh. Emosi Yara sudah mau di ubun-ubun.
"Turun gak?!"
"Gak!"
"Turun!"
"Gak!" Cira melihat mereka bergantian hingga pusing.
"Turun Buma!"
"Gak baby Ayara!" Yara tak jadi untuk berucap.
Dia gila? batin Yara
"Turun!!!" teriak Yara.
Dengan cepat Buma membuka pintu Yara dari dalam dan menahannya. Segera keluar.
"Turun Ayara!" Sekarang Cira sudah sangat pusing dan marah.
"Biasa gak sih gak buat Cira bingung dan kesal!" bentak Cira tak kuasa menahan amarah.
"Kakak, Cira mohon Kak Rara turun aja dan omongin baik-baik sama, Bang Buma." Yara memandan Cira menolak tetapi tatapan Cira begitu memohon padanya.
Menghembuskan nafas gusar. "Yaudah." Mengusap kepala Cira berusaha tersenyum.
Menatap Buma tajam. "Lo maunya apa?!" Bukannya menjawab Buma malah masuk ke dalam mobil di tempat penyetir.
"Masuk, Yar!" tersenyum kemenangan. Yara mencebik kesal menghentak-hentakkan kaki. Sekarang pemilik mobil malah duduk di belakang.
"Kita ke mana nih?" ujar Buma sumringah. Yara membuang muka melipat tangan.
Buma terkekeh kecil. "Kita ke mana sekarang, Dek?" tanya Buma pada Cira. Cira melihat ke belakang tak enak hati. Ia yang mengajak Yara dan menggunakan mobil Nala, sekarang Yara menjadi kesal dan musti duduk di belakang.
"Kita pulang aja." Yara spontan melihat Cira yang terus memandanginya.
menghela nafas. "Kita ke taman." tersenyum mengalah melihat Cira.
"Kakak gak papa?"
"Gak, sayang." Cira menjadi sumringah ulang.
"Ayok ke taman!!!"
"Ok!!!" seru Buma lebih semangat. "Gue tau kalau lo itu emang gadis penyayang dan baik," batin Buma.
Yara menyender meruntuhkan sedikit egonya demi Cira.
☆☆☆☆☆
"Wah!!!" Cira berlarian mengelilingi taman.
Yara dan Buma terkekeh bersama. "Lo sekali-kali lepasin aja semua keluh kesah, gue bakal selalu ada buat lo!" ujar Buma terus memandang Cira yang tengah berlarian. Yara menatap bingung.
"Gak perlu!"
Buma menatap. "kenapa?"
Yara kembali menatap Cira. "Lo bukan siapa-siapa gue!" Buma semakin menatap intens. "Jadiin gue siapa-siapalah," entengnya
Yara menatap Buma. Tatapan mereka beradu. Buma tersenyum tulus memegang kepala Yara. Yara seperti terkunci oleh tatapan Buma sehingga tak bisa menepis tangan yang sekarang berada di kepalanya.
"Gue gak suka sama lo, ataupun cinta. Gue hanya mau buat lo ngerasain kisah remaja dan kenyamanan dunia ini aja! Dan kalau lo kira gue suka atau bahkan cinta sama lo ... itu salah besar," ujarnya menarik kembali tangan.
Yara membeku membuat Buma terkekeh. "Kenapa, Sayang?"
Deg
Apa-apan ini?
"Terserah lo aja!" Berjalan ke arah Cira yang tengah bingung memandang mereka.
"Entah dorongan dari mana yang buat gue semangat bantu lo, Ayara!" gumam Buma.
☆☆☆☆☆
"Kak Yara, Cira mau beli kembang gula," rengek Cira
"Yaudah kamu tunggu di sini, Kakak beliin dulu, mumpung akang kembang gulanya lagi ada di taman." Cira mengangguk gemas.
"Bareng gue." Buma dengan cepat berdiri menyengir.
"Kok bang Buma gak dingin sih? Biasa juga ngomongnya dikit banget kayak gak tau berbagai macam kata. Kok sekarang malah nyengir dan bicaranya lebih panjang?" bingung Cira.
"Karena ... Yah gitu, nanti Abang jelasin!" Berjalan duluan menuju kedai kembang gula. "Ayok, Yar!"
"Is." Mendengus kesal. "Ngerepotin aja!" gumam Yara.
"Kakak pergi dulu, kamu jangan ke mana-mana!" Cira mengangguk.