"Huft, untung gak telat!" Nila mempelototi Yara yang dibalas dengan acuh
"Biasa aja kali, tinggal gini doang." Yara menjentikkan jarinya
"Sombong amat." Mereka terkekeh bersama memasuki kelas dengan santai bak putri raja. 5 menit lagi bel akan berbunyi. Belajar disiplin dari dini maka semua akan beres dengan rapih.
"Nala aku duduk sama kamu yah?!" rengek Yara bergelayut manja di lengan Nala
"hm," balas Nala.
"Asik! Nala Kakak yang paling the best," teriak Yara yang mengundang perhatian para siswa
"Maaf dia lagi agak rada," ujar Runi meminta maaf sembari menggoyangkan jari telunjuknya di depan dahi pertanda Yara memang sedang gila
"Heh! jangan ngadi-ngadi!" Yara memukul kepala Runi pelan yang mengundang gelak tawa seisi kelas
"Ha ha ha. Kalian gemes banget sih, pengen gue nikahin," ujir Nino teman sekelas mereka yang membuat sorak poranda bertambah.
"Hu!!! Percaya diri sekali anda. Ha ha ha," timpal Yuri menertawai Nino. Mereka semua kembali tertawa renyah
"Dasar kacang lupa kulit!"
"Ngaca woy ngaca!"
"Ganteng gak, kaya juga gak!"
Berbagai hinaan dan cacian diterima Nino. Entah dengan lapang dada atau dendam yang nyata.
Nala dan yang lain tak memperdulikan itu semua. Mereka yah mereka, apapun kelakuan mereka yang penting itu membuat bahagia. Tidak masalah bukan?
"Gak ngaca, Nin?" Mereka masih terus membuly Nino.
"Paansih! kayak lo ganteng aja!" ujar Nino nyolot menghadapi teman yang terus memukul bahunya.
"Nah bener tuh! kayak kalian ganteng aja. Ha ha ha." Yuri tertawa terbahak-bahak mebuat kaum Adam menatap datar.
"Cantik juga gak lo!"
"Mana tepos!"
"Glowing kagak sok-sokan lo!" kini para kau Adam menghantam Yuri dengan berbagai bacotan yang hakiki.
"Wah, ngelawan mereka guys," kata Yuri pada teman wanitanya. Mereka semua berdiri angkuh. Sepertinya akan ada perang dunia ketiga.
"Eh bego nyadar diri, muka lo tuh kucel kek pantat monyet tau gak!" kata seorang teman Yuri nyolot yang kembali mengundang gelak tawa.
"Eh maemunah! gigi gak rata aja bangga yah lo!"
"Heh tukang es cendol! Gak ngaca lo? Rambut udah dilempengin dipanjangin gitu kek oppa korea, lo siapa? Jeon Jongkook? Ngaca woy ngaca!" ujar seorang yang bernama Beka dengan berkacak pinggang.
"Wah, lo dihina tuh, Ga." ujar Nino memanasi Yoga yang baru saja dihina oleh Beka
"Lo juga sama goblok! rambut diwarnain. Lo kira lo siapa? Lisa Blackpink?"
"Ha ha ha. Benar tuh, gak ngaca tapi nyuruh orang ngaca. Gimana dah!!!" Nino menunjuk-nunjuk Beka
"Nal mereka ribu banget," bisik Yara pada Nala yang sibuk menelungkupkan wajah dilipatan tangan-di atas meja.
"Biarin aja," ujar Nala masih bodoamat. Guru juga tak kunjung menampakkan batang hidung.
"Kenapa, Yar?" ucap Runi kepo melihat Yara yang membisikan sesuatu pada Nala.
"Mereka ribu banget," ujar Yata yang diangguki oleh Runi.
"Gabung, yuk?" ajak Runi yang sudah bosan tidak melakukan apa-apa pada Yara. Percuma mengajak Nala dan Nila, mereka terlalu bodoamat dan mager ditambah dingin. Plus-plus dah.
"Ayok!" Yara berbinar lalu mereka berdua berjalan beriringan bergabung dengan kaum Hawa lainnya.
"Maap-maap niye, gue cantik. Noh tuh si Raga ngejar gue!" Beka menunjuk Raga si ketua kelas yang diam saja dengan kepalanya.
Raga melirik sedikit tetapi nampak biasa saja.
"Ha ha ha. Nyadar! Itu orang gak suka sama lo. Jadi cewek kok pedean." Yoga menatap remeh.
"Jadi cewek itu harus pede, lagian kita udah ditakdirkan untuk dikejar. So, lo mau apa?" Nila ikut berbicara menatap remeh para kaum Adam.
"Benar tuh, kalau kalian modal tampang songong dan kerjaannya ngerokok, ngabisin uang emak. Lebih baik mati dah, gak ada yang suka. Kecuali ...,"Yuri melihat temannya. Seperti terikat bantin, mereka dengan kompak mengatakan ....
"Jalang!!! Ha ha ha." Mereka tertawa singkat lalu saling menyungging senyum.
"Kerja keras woy! Gak semua cewek liat dari tampangnya. Makan tuh cinta!" Yara melempar mereka dengan kertas yang entah dari mana ia dapat.
Para kaum Adam dengan susah payah menelan salivanya. Menatap mereka penuh kebencian-mengetatkan rahang.
"Matre!!!" bentak mereka bersamaan.
"Itu kebutuh bego! lo mau makan batu sama kayu!" Para wanita congornya emang pedes
"Sedang apa kalian?" kata seorang guru sudah berada di depan papan tulis bersama seorang anak laki-laki di sampingnya.
"Eh? Gak, Buk. Habis olahraga mulut," ujar Yuri salah tingkah. Fokus ia arahkan ke anak laki-laki yang sangat tampat itu.
"Buk, saha èta, ganteng pisan euy," ujar Yuri semangat 45
"Apasih kamu." Guru itu terkekeh. "duduk!" Mereka mengangguk lalu kembali duduk ke tempat masing-masing.
"Biasa diam?"
"Gimana sih, Buk. Ini kan udah diam," ujar Nino yang membuat guru itu kembali terkekeh bukannya marah kerena Nino telah lancang. Sedangkan anak laki-laki yang di sampingnya tetap menatap datar.
"Buk, saya izin." Yara bangkit dari bangku.
"Ke mana?"
"Toilet," ujar Yara sedikit melirik pada sosok yang juga sedang memandanginya.
"Ok, Yara."
"Nama saya Bumantara kalian bisa panggil Buma." Orang tersebut adalah Buma. Sebelum Yara melenggang pergi, Buma dengan cepat memperkenalkan dirinya.
"Eh?" bingung guru itu menatap Buma
"Maaf, Buk Dinda." Masih ingat Buk Dinda gak nih?
Buk Dinda menghela nafas memaklumi. Murid kesayangannya satu itu rupanya menyegat seorang Ayara.
Buk Dinda menyolek Buma, Buma tersenyum sangat tipis. Namun perubahannya sangat jelas di mata, Buk Dinda.
"Yara kamu masih mau ke toilet?" tanya Buk Dinda. Keadaan kelas menghening. Mereka semua masih berusaha mencerna tetapi Berbeda dengan tiga orang cewek yang tampat biasa saja.
"Iya, Buk," ujar Yara kini melenggang pergi.
"Baiklah anak-anak. Karena ini hari sabtu
kalian akan free, Ibu tau kemarin kalian baru melaksanakan ujian dua kali lipat," ucap Buk Dinda yang membuat kelas kembali tak kondusi.
"Ibu peka banget gak kayak doi." Yoga spotan berdiri dan mengancungkan jembol ke arah Buk Dinda.
"Ibu Dinda memang baik hati dan tidak kejam," ujar Yuri sambil melakukan ciuman jarak jauh. "love you, Buk."
"Coblos No urut satu." Heboh Nino mengangkat buku tulisnya yang telah di tulis angka 1. Masih sempat-sempatnya dia menulis.
"Kalian ini," ujar Bu Dinda terkekeh. "Buma kamu duduk di samping Nino yah, biar otaknya agak waras sedikit." Perkataan Buk Dinda membuat Nino menjadi lemas dan terduduk.
"Kasian banget sih lo. Udah di terbangin, eh langsung jatuh." Yuri mengangkat tangannya lalu ia turunkan kembali mengejek Nino.
"Diem aja dah lo Lisa Blackpink!"
"Sudah, Ibu tinggal yah?" Mereka mengangguk
"Tiati Buk Dinda kalau ada yang macam-macam kasih tau saya aja, tak gerek palanya." Heboh Nino berteriak walau Buk Dinda sudah tak terlihat. Namun tiba-tiba seseoramg mengacungkan jempol di pintu.
"Tak gerek balik," teriak Buk Dinda.
"Guru kita hambel euy." Kelas kembali ricuh akibat free class ditambah kedatangan sosok cowok tampan.
"Tolong buat teman gue ini waras yah," ujar Yoga menepuk bahu Buma yang telah duduk di samping Nino.
"Dih. Sembarangan lo!"
Yuri yang melihat mangsa dan keadaan sudah aman pun bertindak.
"Nama siapa?" tanya Yuri
"Tadi udah, gak denger?" sombong Buma.
"Kasihan banget sih lo, pergi sonoh! Jangan centil!" Yoga mendorong Yuri dan kembali mendudukkannya di kursi.
"Bum kita duluan," pamit Runi pada Buma. Nala dan Nila ikut bangkit dari tempat duduk.
"Ke mana?"
"Kantin!" Runi tersenyum tipis lalu melenggang pergi diikuti Nala dan Nila. Sebenarnya mereka tak suka dengan tingkah Runi walau itu tergolong normal bagi seseorang yang sudah mengenal. Namun Runi menjelaskan bahwa dia hanya ingin melindungi Buma dari para kaum Hawa. Jika sudah berhubungan dengan mereka tak ada yang berani untuk menggores sedikit saja. Mereka telah mengenal siapa padmarini yang asli karena 1 tahun sekelas bersama sudah sangat cukup itu mengetahui sifat mereka.