Chereads / Right Hand's Lover / Chapter 3 - Part 3. The Loan Shark

Chapter 3 - Part 3. The Loan Shark

Langit masih sangat gelap di luar sana. Beberapa kali bunyi jangkrik terdengar saling saut-sautan. Sesekali angin berhembus melalui sela-sela rindang nya pepohonan yang ditanam di belakang panti asuhan ini. Salah satu ranting pohon tertiup angin hingga mengetuk-ngetuk kaca jendela besar di atas loteng panti asuhan ini.

Loteng ini lah satu-satu nya kamar kecil yang tidak bercampur dengan anak-anak panti asuhan yang lain. Anastasia beruntung dia diangkat menjadi asisten panti sehingga hanya dia satu-satu nya alumni panti yang tidak perlu keluar panti setelah menyelesaikan masa sekolah menengah atas nya. Dan dia juga mendapatkan kamar nya sendiri diatas loteng ini. Dimana kamar nya hanya lah ruangan kecil dan sempit yang hanya muat satu ranjang kecil dan sebuah lemari pakaian.

Anastasia melihat jam dinding di tembok samping jendela. Waktu menunjukan sudah sepertiga malam, udara dingin dan angin kencang membuat nya tidak bisa tidur lagi. Anastasia menghembuskan napas panjang. Dilihatnya sebuah tas punggung besar yang berisi pakaian yang sudah ia siapkan.

Bu maia menyuruhnya kabur pagi-pagi nanti. Tapi sebelum ia pergi, ana ingin membuat kue yang bisa menjadi kenangan terakhirnya dengan anak-anak panti asuhan ini. Seperti nya pergi setelah mereka sarapan masih bisa.

Maka anastasia mulai merangkak turun dari loteng nya menuju dapur. Ia ingat kemarin dia baru saja diberi mentega oleh nenek ruth. Nenek ruth membuat sendiri mentega yang ia jual. Nenek ruth memiliki dua ekor sapi perah. Sapi – sapi itu menghasilkan susu yang sangat banyak. Setiap pagi nenek ruth akan memerah sendiri susu sapi hingga menghasilkan dua ember penuh. Susu sapi itu lah yang kemudian diolahnya menjadi mentega yang lezat dan harum.

Nenek ruth sering memberi nya diskon harga mentega karena anastasia sering membantu nya sepulang dari toko kue tempat nya bekerja. Toko kue tempat nya bekerja paruh waktu pun membeli mentega dari nenek ruth.

Ana menyalakan lampu dapur. Dia membuka lemari persediaan makanan. Mereka masih memiliki tepung. Dan sekeranjang apel liar. Di sepanjang jalan menuju panti asuhan ini memang ditumbuhi pohon-pohon apel liar yang sengaja di tanam pemerintah setempat untuk penghijauan. Apel-apel hijau kemerahan itu tumbuh subur di sepanjang jalan raya, tapi warga setempat jarang mengambil apel-apel hijau yang sedikit asam ini untuk dibawa pulang. Jadi apel-apel itu akan berjatuhan bergitu saja bila sudah matang atau busuk di pohon karena dimakan burung. Terkadang ada warga yang memetik nya untuk dijadikan campuran makanan kuda. Warga biasa nya lebih menyukai apel merah yang manis, yang sengaja dibudidayakan untuk dijual di pasar.

Anastasia mulai membuat adonan untuk kulit pie nya. Dia mulai mencampur adonan berupa tepung, garam dan gula pasir. Setelah itu ana mulai menambahkan mentega. Nenek ruth mengajarkan untuk mendapat kulit pie yang renyah dibutuhkan mentega yang dingin. Jadi dia sengaja membentuk mentega itu hingga pipih lalu menyimpan nya di freezer. Setelah ia potong-potong membentuk dadu ukuran sedang, ana menguleni nya hingga bentuk nya sebesar kacang polong. Baru dia masukan air es yang ditambahkan cuka apel kedalam adonan. Ana mengaduknya hanya sampai adonan itu rata. Adonan itu dia ratakan lalu dibagi dua, satu untuk lapisan atas dan satu lagi untuk lapisan bawah. Semua adonan itu dibungkus plastik khusus makanan dan disimpan di dalam kulkas.

Dia mulai mengupas apel-apel hijau liar itu. Memotong nya pipih memanjang setelah sebelum nya membuat biji – biji apel nya. Lalu potongan apel itu direndam di dalam air garam. Ana lalu mengeluarkan adonan kulit pie tadi untuk dia pipihkan menjadi lembaran panjang berwarna kuning dan dia bentangkan diatas loyang beling.

Ana mengambil mangkuk kecil dan membuat campuran gula pasir, tepung terigu, sedikit garam dan kayu manis bubuk. Lalu rendaman apel itu ia tiriskan dan diberi perasan jeruk lemon. Kemudian campuran gula dan kayu manis itu ia taburkan diatas irisan apel. Tak lupa ia mengaduknya dengan tangan hingga semua campuran gula pasir itu merata.

Ana melirik lagi ke jam dinding di tembok dapur. Sudah jam 4 pagi berarti dia sudah satu jam lebih berkutat di dapur, dan satu jam lagi para penghuni panti pasti mulai terbangun. Dia harus bergegas bila tidak ingin terlambat.

Anastasia mulai memasukkan seluruh irisan apel mentah tadi kedalam loyang beling yang sudah dilapisi kulit pie, tak lupa ia juga menambahkan potongan mentega berbentuk dadu disela-sela irisan apel itu. Lalu ia memecahkan satu butir telur dan mengocoknya asal. Dia melumuri pinggiran kulit pie dengan kocokan telur itu, guna nya untuk perekat antara kulit pie bagian dasar dengan kulit pie bagian penutup nya. Setela pie itu tertutup kulit pie seluruh nya dan memastikan tidak ada lubang di pinggir-pinggir loyang, ana membuat lubang berbentuk daun di atas kue pie nya. Guna nya agar udara dari proses pematangan irisan apel di dalam pie bisa keluar dan terjadi proses pergantian udara selama proses pemanggangan kue pie.

Aroma lezat mulai tercium dari oven yang baru saja dibuka ketika kue pie itu baru saja matang. Tepat seperti dugaan nya saat ini para penghuni panti mulai terbangun. Sebagian besar dari mereka langsung berlari ke dapur ketika mencium aroma lezat, manis dan gurih dari arah dapur.

"Kakak masak kue?" Itu suara emily, gadis usia 13 tahun. Salah satu penghuni panti ini. Di belakang nya menyusul anak-anak lain yang sama – sama mencium aroma lezat ini.

"Iya. Kita akan sarapan apple pie pagi ini. Ayo bersihkan dulu diri kalian. Nanti kita sarapan sama-sama". Ana tersenyum lembut pada anak-anak yang menatap kue pie apel nya dengan mata berbinar dan wajah menahan lapar.

Anastasia tersenyum puas melihat hasil masakan nya pagi ini. Sebuah apple pie lezat dari bahan sederhana. Tiba-tiba mata nya berkaca-kaca menahan air mata yang seolah mulai mendobrak sudut-sudut mata nya. Dia menghembuskan napas. Mungkin ini adalah pie terakhir yang ia masak untuk mereka.

*****

Sebuah mobil audi sport berwarna putih terlihat dikawal tiga mobil sedan hitam. Satu sedan hitam berjalan di depan mobil audi putih mewah itu dan dua lain nya berjalan dibelakang mobil putih tersebut.

Mobil-mobil itu beriringan menapaki jalanan aspal menanjak dengan pemandangan pagi dimana kabut masih terlihat pekat mendominasi. Meskipun matahari terlihat mulai menyembul malu-malu menyambut pagi. Tapi udara pegunungan tetap memiliki ciri khasnya dengan kabut menghalangi pandangan. Di panjang jalan pohon-pohon rindang terlihat bergerak mendayu ditiup angin bak penari yang malambaikan tangan nya dengan gemulai.

Di dalam mobil audi putih itu terlihat seseorang pria sedang melihat sebuat foto. Foto itu memperlihatkan seorang gadis berrambut pendek sebahu, memakai baju hitam lengan pendek dan sebuah rok putih. Gadis itu terlihat setengah menoleh ke belakang. Seperti nya foto itu diambil secara candid. Pria itu mengalihkan pandangan nya dari foto tersebut. Foto yang mengingatkan nya pada seseorang di masa lalu nya. seseorang yang sudah lama pergi meninggalkan nya.

Pria itu terlihat perlente dengan jas hitam dan kemeja putih mahal. Sebuah dasi berwarna abu-abu tua mengkilap terlihat menghiasi kemeja putih nya. Di tangan kanan nya melilit sebuah gelang dari perak berbentuk rantai yang terlihat tidak mengkilap lagi. Seperti nya usia gelang itu cukup tua tetapi pria ini seakan enggan melepaskan gelang usang itu. Seolah itu adalah benda berharga yang dibawa nya kemana-mana.

Tangan kanan nya yang bergelang perak itu mengusap sedikit dagu nya yang ditumbuhi rambut-rambut jambang yang tercukur rapi. Sebuah kumis tipis terlihat menghiasi wajah nya. Aura perkasa seorang pria dewasa begitu menguar sempurna dari tubuh pria ini.

"Sudah kau pastikan, Zayn akan sampai lebih dulu dari kita?". Pria itu bertanya dengan suara berat penuh kuasa kepada anak buah nya yang duduk di depan di samping supir.

"Sudah, tuan Baron. Zayn mengkonfirmasi kalau dia sudah tiba di lokasi terlebih dahulu". Jawab anak buah nya itu.

"Bagus. Pastikan urusan ku disana berlangsung cepat. Aku hanya ingin mengambil perempuan itu. Lalu pergi tanpa keributan. Aku tidak suka drama". Ucap pria itu penuh penekanan.

"Baik, tuan Baron ". Jawab anak buah nya lagi.

Pria itu teringat bahwa seorang pria dungu bernama Zayn Moris terlibat hutang di meja judi di salah satu casino milik nya. Demi membayar hutang nya, lelaki itu malah menawari nya sertifikat tanah sebuah panti asuhan di wilayah terpencil untuk dia miliki. Tapi hingga tempo pembayaran tiba, setifikat itu tak kunjung ia bawa hingga anak buah nya memberi pria tua itu pelajaran dengan memukuli nya. Disaat itu lah, Zayn menawari nya foto seorang gadis yang tinggal di panti asuhan tersebut.

Di detik pertama ia melihat foto gadis itu. Jantung nya seakan berhenti berdetak. Gadis itu benar-benar mirip dengan seseorang yang telah pergi meninggalkan nya. seseorang yang sangat berharga di hidup nya.

Baron meraup sendiri Zayn dalam genggaman nya untuk ia layangkan bogem mentah bertubi-tubi. Dia mengancam Zayn untuk membawa nya secepat mungkin menemui gadis ini. Dia tahu, perempuan ini bukan Dia. Tapi perempuan itu tidak akan lepas dari genggaman nya. Tidak seperti Dia yang telah lepas dari genggaman nya dan tidak mungkin diraih kembali.

Maka disini lah tuan Baron Bloodstone pagi ini berada. Di tengah iring-iringan mobil, berkendara di pagi buta, menyusuri jalan kecil beraspal rusak ke pinggiran terjauh dari kota.

*****

Anastasia baru saja menapaki tangga kecil yang reot menuju loteng tempat kamar nya berada. Setelah anak-anak sarapan mereka sedang bersiap-siap berangkat sekolah. Ana tahu dia tidak sanggup mengucapkan salam perpisahan maka dari itu ia memilih pergi ketika anak-anak semua berangkat sekolah. Toh ia kira Zayn tidak mungkin datang di pagi-pagi seperti ini. Lelaki itu pemabuk. Dan dia hanya akan bangun siang setelah mabuk semalaman.

Tapi tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut dari bawah. Dan jantung ana seakan berhenti berdetak ketika maia meneriakan nama Zayn. Lalu disusul bunyi pecahan beling yang memekakkan telinga, juga jeritan anak-anak dan suara tangisan mulai menyusul kemudian.

Anastasia bergegas. Dia memakai tas ransel nya dan turun dari kamar secepat yang ia bisa. Tapi tanpa di duga, seorang anak lelaki berusia 15 tahunan menahan tangan nya ketika ia hendak melihat ke depan apa yang terjadi.

"Tidak, ka. Kau jangan keluar. Sebaik nya ikut aku". Bisikan itu adalah suara Rolland. Anak lelaki tertua sekarang di panti. Dua tahun lagi rolland akan keluar dari panti dengan bekal ijazah nya untuk menapaki kehidupan nya sendiri.

"Rolland apa yang terjadi di luar?". Ana tak kalah berbisik dengan nada menuntut pada rolland.

"Si tua, Zayn telah kembali. Dia mencari mu, ka. Dia bahkan membawa orang-orang seperti tukang pukul para rentenir". Rolland berjalan cepat setengah menyeret ana mengikuti langkah nya ke belakang panti.

"Aku mendengar percakapan mu dengan bu maia semalam, ka. Aku akan membantu mu, pergi dari sini". Ucap tegas rolland. Dia lalu mengangsurkan sebuah jaket hoodie hitam pada ana. Beserta sebuah topi hitam.

"Apa kau gila, rolland? Ini berbahaya". Ujar ana. Meskipun rolland empat tahun lebih muda dari nya tapi anak itu sudah tumbuh jauh lebih tinggi dari nya.

"Tidak banyak waktu ka, kau pakai hoodie ini. Lalu kau pakai juga topi ini". Ana mulai memakai hoodie menutupi baju asli nya. Rolland bahkan membantu nya menutup kepala nya setelah ia selesai memakai topi hitam milik anak itu.

"Rolland tapi... tapi aku..".

"Kami akan baik-baik saja ka. Percaya pada ku". Ucap tegas remaja lelaki itu. dari sorot mata nya, ana menemukan kesungguhan kata-kata nya.

Maka tanpa menoleh lagi ke belakang, ana keluar dari rumah lewat pintu belakang dibantu Rolland. Dia menyuruh ana untuk berjalan memutar melewati kebun tetangga hingga ia akan sampai di jalan raya beberapa ratus meter jauh nya dari panti asuhan.

Ketika ia hendak berjalan ke arah kebun tetangga. Ia melihat sekitar delapan orang berbadan besar, berbaju jas hitam yang terlihat bertampang sangar dan seram sedang mondar-mandir di sekitar panti asuhan.

Jantung ana berdetak kencang, takut salah satu dari mereka menggulirkan mata nya dan mendapati nya berjalan cepat yang terasa janggal. Sayang nya salah satu dari mereka menghalangi jalan nya. Dada nya berdebar kencang ketika terpaksa ia harus melewati salah satu dari mereka.

"P-Permisi. Aku harus berangkat sekolah". Ana berusaha sekuat tenaga agar suara nya tidak terdengar bergetar ketakutan. Lelaki berbadan besar itu tidak berkata apa-apa dan hanya menggeser tubuh nya dua langkah kesamping, cukup menyisakan celah bagi ana untuk melintasi tubuh nya.

Ana menunduk, berusaha tidak menampakkan wajah nya. Dia berjalan cepat lalu lama-lama ia berlari tanpa menoleh kembali ke belakang.

Tiba-tiba dia mendengar suara orang-orang meneriaki nya. Dan rasa penasaran mendorongnya untuk menolehkan muka ke belakang. Ternyata para bodyguard yang seperti tukang pukul itu berlari mengejarnya.

"Shit!! Sudah ketahuan". Ana berlari makin kencang. Beruntung dia memilih jalan kecil setapak yang di selingi kebun-kebun sayur dan buah milik tetangga panti. Sehingga menyulitkan orang-orang jahat bertubuh besar itu mengejar nya. Mereka tidak bisa mengejarnya dengan mobil karena jalanan ini tidak bisa untuk kendaraan. Beruntung nya jarak mereka dengan ana cukup jauh hingga ana bisa mencapai jalan raya lebih dulu.

Tepat di jalan raya itu ada sebuah mobil sedang parkir dengan membawa karangan buga yang cukup besar hingga bagasi nya tidak bisa ditutup. Seperti nya supir nya berhenti sebentar untuk buang air kecil di semak-semak.

Tanpa berpikir, ana menaiki bagasi mobil itu dan bersembunyi di celah-celah karangan bunga. Dia menekuk tubuh nya hingga ia harus berbaring miring dengan kaki di tekuk. Dan beberapa detik kemudian dia merasakan mobil itu mulai berjalan.

Ana melongokkan kepala nya sedikit dan mata nya menemukan para bodyguard itu baru saja sampai di jalan raya tempat mobil tadi berhenti. Tiba-tiba salah seorang dari mereka melihat kepala ana menyembul dari bagasi mobil sedan tua yang tidak ditutup bagasi nya karena ada karangan bunga besar.

"Itu dia!!" Teriak salah satu dari mereka memberitahu teman-teman nya yang lain. Mereka semua berlari megejarnya tapi sayang mobil yang membawa anastasia sudah berjalan lebih cepat dari mereka. Menciptakan jarak semakin lama semakin lebar membentang diantara mereka.

Anastasia tertawa. Dia mengacungkan jari tengah nya pada para bodyguard bertubuh besar, bertampang sangar itu.