Chereads / HONEST / Chapter 24 - Part 24

Chapter 24 - Part 24

"Apa?" Jus jeruk yang sudah dimulutku hampir keluar dari hidungku.

"Seriusan?" ucapku lagi masih tidak percaya dengan ucapan Ririn barusan.

"Iya… mungkin?!"

"Ya belum benar dong berarti?" ucapku setelah kulihat Ririn menjawab dengan ragu-ragu.

"Tapi.. tapi, semua orang di kantor lagi bicarain ini Sha, heboh banget lagi."

"Yah udah kita tunggu aja langsung infonya."

***

"Nama saya Julian, kepala Departemen Pemasaran yang baru. Mohon kerja sama dan bantuannya."

"Tuh kan bener…" ucap Ririn kepadaku.

"…" Aku tidak berkata apa-apa hanya melihat Ririn terkejut. Aku tidak menyangka kalau semua ucapan Ririn benar.

Ririn bilang kalau Bu Dewi sedang memperoleh sanksi dari perusahaan. Dikabarkan kalau Bu Dewi tidak mengikuti kegiatan di Texas karena sedang liburan dengan kepala Departemen Keuangan dan mereka ketahuan berbohong kepada perusahaan.

Iya memang benar kalau Bu Dewi bilang ke aku alasan ibunya gak ikut ke Texas karena anaknya sedang sakit, dan aku tidak menyangka kalau hal itu adalah bohong.

Perusahaan kami memang dikenal dengan pemimpin yang tidak suka dengan kebohongan, apalagi membohongi perusahaan. Hal itu sangat mengerikan.

Setelah perkenalan kepala departemen kmi yang baru, semuanya kembali ke tempat masing-masing.

Aku masih tidak menyangka kalau kebohongan Bu Dewi itu sangat dianggap serius sampai-sampai ibunya tidak turun dari jabatan kepala.

"Uhhh menyeramkan…" ucapku dan mengelus lenganku yang merinding.

"Makanya, gak boleh macam-macam sama perusahaan…" ucap Ririn.

Sekarang kami sedang menikmati makan siang di salah satu café dekat kantor.

"Yuk balik, ntar masalah lagi kalau telat…"

***

"Aduh…" Aku terjatuh ke lantai. Seseorang bertabrakan denganku saat aku sedang di mini market membeli perlengkapan bulananku.

"Yah berserakan deh…" ucapku sembari mengumpulkan barang-barang ku itu.

"Maaf ya Mba, saya buru-buru," ucap orang yang sudah menabrakku itu dan langsung pergi.

"Buru-buru tapi bantuin juga dong," ucapku sekilas melihat ke orang yang menabrakku itu, namun dia tiba-tiba sudah menghilang. Aku tidak sempat melihat wajahnya, hanya wangi parfumnya yang tertinggal.

"Siapa sih tuh orang, bikin kesal deh.." ucapku langsung pergi setelah selesai mengumpulkan barang-barangku.

***

"Aduh…" Seseorang menabrakku.

"Lagi? lagi?" ucapku sedikit kesal. Aku teringat kemarin malam seseorang menabrakku namun tidak membantuku.

Tiba-tiba pikiranku berputar 180 derajat saat kucium wangi parfum yang sama dengan orang yang kemarin menabrakku itu.

Aku menegakkan kepalaku memastikan siapa orang yang sudah menabrakku itu.

"Ba-Bapak.." ucapku terbata-bata.

Aku langsung menunduk.

"Maaf Pak, saya tidak melihat bapak tadi," ucapku masih tidak berani melihat wajah bos baruku itu.

"Kamu ya. Ini masih pagi. Jangan melamun," ucapnya ketus.

"Iya pak maaf."

"Ya sudah sana…" ucapnya dengan nada yang tidak niat.

What? Gila banget nih bos baru, ketus banget orangnya. Untung dia bos di sini, kalau enggak, aku pasti udah minta permintaan maaf dari dia. Aku yakin, pasti dia orang yang kemarin menabrakku di mini market.

"Kenapa kamu Sha? Lagi kesal ya?" ucap Ririn.

"Iya nih, bos kita yang baru itu teryata ketus banget ya?"

"Hah? Masa sih? Kemarin aku ngomong sama dia, baik-baik aja kok. Yang lain juga pada bilang kalau si bos baik banget. Apalagi dengan wajah tampannya itu, kayaknya semua wanita akan luluh."

"Hah…. Luluh apaan? Aku gak tuh, malah pengen nonjok mukanya," ucapku sedikit kesal.

"Hmmm…" Seseorang sedang berdiri di belakangku.

Aku melihat wajah Ririn panik dan melihat ke bawah. Aku tidak tahu siapa yang dibelakangku ini, dan jauh dibalik semua itu, pasti seseorang yang paling tidak kuharapkan.

Dengan pelan-pelan aku berbalik untuk melihat orang yang dibelakangku sekarang.

Astaga, mati aku. Itu Julian, bos baru kami.

"Si-Siang pak…" ucapku ragu.

Dia menganguk dan tersenyum namun tidak kepadaku tapi kepada Ririn.

"Maaf pak saya pergi dulu," ucap Ririn dan meninggalkan aku di lubang buaya itu.

"Ibu…" ucapnya dengan tegas.

Hal itu membuatku panik. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi dan hanya bisa melihat ke bawah.

"Ibu Shalom benar?"

"I-Iya pak benar…" Aku masih belum berani melihat wajahnya itu.

"Ibu sekarang juga ikut ke ruangan saya!" ucapnya langsung pergi meninggalkan aku.

Mati aku, aku harus gimana dong? Ucapku dalam hati.

Aku mengikutinya dari belakang hingga sampai ke ruangannya.

Aku berjalan mendekati mejanya dan sekarang dia sedang duduk di kursi tahtanya itu.

"Ibu tahu kenapa saya ajak ibu ke sini?"

"Saya… Saya.. Sa-saya betul-betul minta maaf pak, saya tidak bermaksud untuk menon.." Aku tidak melanjutkan kalimatku. Aku tidak mau memperjelas apa yang sudah kuucapkan kepada Ririn, bisa-bisa, aku semakin bermasalah.

"Kita ada proyek tambahan. Karena ibu adalah perwakilan dari departemen kita ke Texas sebelumnya, jadi ibu pasti lebih paham tentang ini." Julian menyerahkan berkas-berkas proyek itu.

Dengan hati-hati, aku menerima berkas-berkas itu.

"Saya yakin ibu bisa menangani masalah itu dengan baik, karena saya sangat yakin kalau ibu memiliki tangan yang cukup kuat untuk menonjok sekumpulan kertas ini," ucapnya sembari mendekat kepadaku dan seakan mengintimidasi mentalku.

Akupun keluar dari ruangannya itu dengan perasaan malu dan kesal.