"Jadi kamu bertanggung jawab untuk proyek baru ini?" ucap Ririn.
"Iya, kesal gak sih? Aku kan bukan siapa-siapa ya?" ucapku dengan nada kesalku.
"Mmmm jangan-jangan, kamu mau dapat promosi lagi?"
"Promosi? Apaan dah, aku aja baru naik jabatan sebulan yang lalu, masa secepat itu? Gak mungkin lah." Aku mengelak. Memang mustahil langsung dapat promosi secepat itu, apalagi di perusahaan kami.
"Tapi nih ya, aku yakin kayaknya tuh anak pasti mau ngerjain aku. Dia pasti benci sama aku karena omongan aku sama kamu itu," ucapku dengan wajah curiga dan serius.
"Julian maksud kamu?"
Aku mengangguk setuju. Orang judes dan yang pengen aku tonjok itu, Julian.
"Yaelah Sha, ngapain dia ngerjain kamu? Kayak anak kecil aja."
"Tapi aku yakin banget Rin. Kenapa coba dia sikapnya gitu banget sama aku, sedangkan kamu bilang, sama kamu dan yang lain baik banget. Aneh kan tuh orang..," ucapku semakin yakin.
"Yah gak tau juga sih."
"Gak, aku yakin dia punya dendam tersendiri ke aku. Tapi apa? Aku buat kesalahan apa coba? Masa hanya karna kata-kata tonjok itu doang sih? Kayak anak kecil aja."
"Yah namanya juga anak muda, gak rela direndahin lah," ucap Ririn.
"Anak muda? Emang dia usianya berapa?"
"Lah? Kamu ga tau ya? Dia itu seumuran sama kamu, 24 tahun. Kalian berdua termasuk yang termuda di kantor kita," jelas Ririn. Ririn memang satu tahun lebih tua dariku.
"Hah? Dia 24 tahun? Pantesan kayak anak-anak," ucapku mengejek.
"Iya, kayak kamu kan?" Ririn tersenyum mengejekku.
"Apaan sih, aku tuh lebih dewasa dari dia." Aku membela diriku sendiri.
"Udah lah… Ikutin aja dulu maunya dia."
"Tapi tapi… Kok dia muda banget udah jadi kepala?" tanyaku lagi.
"Lah, kamu belum tau juga? Dia itu anak presiden perusahaan kita Sha."
"What? Seriusan?"
"Iya… Kudet banget sih kamu."
Aku menggeleng-gelengkan kepalaku masih tidak percaya.
Astaga, selama ini aku cari masalah dengan pemilik perusahaan, matilah aku, batinku.
***
"Iya dia tuh nyebelin banget…" Sekarang aku sedang bercerita dengan Bayu. Sebenarnya aku belum bisa terima diperlakukan seperti itu oleh Julian, dia nambahin kerjaan banget.
"…" Tidak ada respon dari Bayu.
"Bay… Halo.. Kamu masih di sana?" Masih tidak ada jawaban. Aku udah cerita panjang-panjang, masa dia gak dengerin sih.
"Bay… Kamu ketiduran ya?" lanjutku.
"Gak, aku disini kok dengari semua cerita kamu," ucapnya tiba-tiba membuatku terkejut.
"Kirain kamu tidur…"
"Belum, aku hanya sedang memikirkan sesuatu."
"Sesuatu? Apa?"
"Gak.. Aku hanya merasa disemua yang kamu omongin dari tadi, itu jauh dari hubungan kita. Entalah kenapa aku merasa seperti ini, tapi…"
Astaga, iya ya… Kami udah lama gak telfonan karena aku sibuk dengan proyek baru itu dan aku egois banget gak dengarin dia ngomong, batinku.
"Hehehe maaf deh…"
"Gak papa, it's okay. Hanya saja aku sedikit cemas kedepannya gimana. Kamu pasti akan fokus dengan situasi di sana, begitu juga dengan aku. Aku hanya takut kalau kalau…"
"Gak gak Bay, kamu jangan takut…. Aku akan tetap menjaga hubungan kita. Aku janji."
"Hahaha jangan buat janji yang gak bisa ditepati loh."
"Mmmm bukan gitu, tapi aku memang sedang buat komitmen untuk itu. Aku mau fokus dan setia…"
"Oh iya, minggu depan aku balik ke Indo." Bayu memotong ucapanku.
"Oh iya? Seriusan? Kamu bukannya kerja?"
"Jadi kantor aku itu ada urusan bisnis di Indo, jadi yah.. Aku langsung mengajukan diri dan diterima."
"Wah…, yeii… " Aku senang banget, sampai tidak bisa berkata apa-apa.
"Kamu senang banget ya?"
"Iya lah, kan kita udah lama gak ketemuan."
"Hahaha… Kamu tau waktu aku tau aku diterima ke sana, aku lebih senang. Pengen cepat-cepat ketemu kamu."
"Oh iya, ntar berapa lama di Indo?" tanyaku.
"Kayaknya 2 bulanan gitu. Belum pasti juga sih kapan."
"Oooo… okedeh."
"Mmmm Bay, kamu belum tidur?" tanyaku pelan. Kami sudah mengobrol sangat lama, dan di sana pasti sudah larut malam.
"Belum, aku gak bisa tidur."
"Lagi? Ada kerjaan lagi?" tanyaku sedikit kesal.
"Bukan, udah selesai kok. Entahlah kenapa aku gak bisa tidur."
"Pasti ada yang kami pikirin…"
"Hahaha semua orang punya hal yang dipikirin Sha."
"Iya tapi yang kamu pikirin lebih berat, makanya gak bisa tidur."
"…." Bayu tidak menjawabku.
"Kenapa? Ada masalah?" tanyaku pelan. Aku hanya tidak mau memaksa dia.
"Mmmm…" Dia tidak langsung bercerita.
"Iya… Kenapa kenapa?" lanjutku.
"Ntar aja deh waktu aku balik ke Indo. Aku ceritain semua ke kamu."
"Mmm okey, tapi itu masih minggu depan. Seriusan kamu mau pendam selama itu?"
"Gak papa, masih ada waktu buat mikirin itu juga. Ntar aku udah di Indo aku cerita banyak."
"Oh ya udah kalau gitu."