"Jam berapa take off nya?" tanyaku kepada Bayu.
"Ini lagi transit di Singapur, kira-kira satu jam lagilah nyampe Jakarta.."
"Oh ya udah, ntar aku ke bandara satu jam lagi."
"Okei.. See you.."
Aku kemudian mematikan hpku. Aku memang sudah ijin dengan Sekretaris Departemen kami dan dia mengijinkan aku untuk free dua jam kedepan.
Saat aku masih sibuk dengan kerjaanku, Sekretaris memanggilku.
"Bu Shalom, ibu diminta untuk segera ke ruangan Kepala Departemen."
Aku sedikit terkejut, seingatku aku tidak membuat kesalahan.
"Baik bu." Aku pun pergi dan kudapati Kelapa Departemen kami sedang sibuk dengan beberapa berkas di atas mejanya.
"Permisi pak, apakah bapak memanggil saya?" Aku bertanya dengan sopan dan jujur aku gak mau cari masalah lagi dengan si bapak ini.
"Ibu Shalom, laporan proyek tambahan ini masih ada kekurangan di bagian audit keuangannya, saya minta ibu sekarang menyelesaikan dengan benar dan teliti." Dia memberikan berkas itu kepadaku.
"Oh iya pak?" Aku kaget hingga ucapanku keluar apa adanya.
"Maaf maksud saya a..a.. iya, dibagian mana pak?" tanyaku gugup.
"Saya sudah bilang tadi di bagian keuangannya, kamu tidak mendengar ya?"
"Oh bukan pak, saya dengar. Siap… segera saya perbaiki pak."
"Ya sudah, saya tunggu hari ini."
"Baik pak." Akupun pergi dari ruangan itu dengan perasaan campur aduk.
Gimana ini? Aku sudah janji mau jemput Bayu ke bandara, batinku.
"Perasaan aku udah hitung benar deh..," ucapku membela diri dan melihat berkas itu.
Aku mencari-cari bagian mana yang salah dan benar dong, ada perhitunganku yang salah satu angka dan membuat semuanya jadi salah juga.
"Aduh… begonya..," ucapku kesal pada diri sendiri.
Aku kemudian mengambil hpku dan menghubungi Bayu.
Hpnya tidak dapat dihubungi.
"Oh iya? Dia kan masih di pesawat. Gimana ya?"
Kirim pesan aja kali ya, batinku.
Bay, maafin aku. Tiba-tiba aku ada kerjaan yang harus selesai hari ini, jadi aku gak bisa jemput kamu ke bandara. Aku kasih alamat aku deh, kamu langsung ke sana aja, atau mau ke tempat lain? Orang tua kamu mungkin? Pokoknya hubungi aku setelah take off ya.
Setelah mengirim pesan itu, aku lanjut merapihkan tugasku itu. Hanya karena satu angka yang salah, jadinya semua salah. Makanya kalau soal keuangan itu harus benar-benar teliti.
"Huft…"
***
Aku kembali memeriksa hpku, ini sudah yang ketiga kali aku memeriksanya, siapa tahu ada pesan dari Bayu, namun hasilnya nihil, tidak ada pesan darinya.
Semoga penerbangannya baik-baik saja, batinku.
Kulihat jam tanganku sudah menunjukkan pukul tiga sore dan kerjaanku ini belum selesai juga. Beberapa teman kantorku sudah beberes untuk pulang, namun aku masih harus fokus ke komputer di depanku.
"Sha, kamu gak pulang?" ucap Ririn tiba-tiba mengagetkanku.
"Eh Rin.. Iya nih, aku ada kerjaan, kemarin ada yang salah di laporannya jadi harus diperbaiki dulu deh sebelum pulang."
"Oh…," ucap Ririn lalu duduk di sampingku.
"Oh iya, aku kan punya sahabat baik nih, yang cantik dan senang membantu. Hehehe.." ucapku menggoda Ririn berharap dia mau membantuku.
"Yah, aku memang cantik dan baik, tapi hari ini belum bisa membantu nih, aku ada janji makan bareng keluarga sore ini."
"Yah…" Aku sedikit cemberut.
"Maafin ya Sha, tenang aja, aku yakin kamu bisa. Semangat!" ucap Ririn dan beranjak dari kursi lalu pergi meninggalkanku.
"Bye…" ucapku.
Aku kemudian melihat sekitarku, sudah ada beberapa yang pulang. Aku melayangkan pandanganku ke ruangan bos ku itu, orang yang sering membuatku kesal.
Yah… sebenarnya salahku sih, laporannya gk benar, tapi kan masa harus selesai hari ini. batinku. Aku hanya berusaha untuk membela diri.
"Shalom.." seseorang memanggilku.
"Iya.." Aku spontan menjawab panggilan itu. Aku melihat ke arah suara yang memanggilku itu, Julian sedang berdiri di depan ruangannya dan melihatku sekarang.
"Iya pak, ada yang bisa saya bantu?"
"Udah selesai?"
"Oh iya pak, sedikit lagi selesai," ucapku tenang.
"Ayo dipercepat, ini sudah pukul tujuh malam, berapa lama lagi saya tunggu?" ucapnya ketus.
Aku terkejut, ku lihat jam tanganku, tepat pukul tujuh. Astaga, aku gak sadar sudah mengerjakan tugas ini dengan sangat lama.
"Baik pak…" ucapku lalu kembali fokus ke komputerku.
Setelah penuh dengan perjuangan, akhirnya selesai juga. Kulihat jam tanganku sudah menunjukkan hampit pukul delapan malam.
Aku langsung mengirimkan filenya ke email Julian lalu mematikan komputerku. Aku kemudian membereskan barang-barang ku lalu menuju ke ruangan bosku itu.
"Permisi pak, saya sudah memperbaiki dokumennya dan telah mengirimkan ke email bapak. Silakan boleh di cek dulu pak." Aku berbicara dengan sopan.
"Baik sudah saya terima."
"Baik pak, kalau begitu saya permisi pamit pulang pak."
"Sebentar, ini sudah malam, saya antar kamu pulang." Dia langsung mengambil tasnya dan keluar.
"Tidak apa-apa pak, saya bisa pulang sendiri," ucapku merasa tidak enak.
"Saya yang mau…" ucapnya lalu pergi. Aku tidak punya pilihan lain selain hanya mengikutinya dari belakang.
***
"Saya disini aja pak.." ucapku setelah sampai di gang rumahku.
"Baiklah."
Aku kemudian turun dari mobilnya itu dan melihat bahwa dia juga turun. Dia berjalan mendekatiku.
"Kalau begitu saya pamit pak," ucapku. Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi untuk mengakhiri suasana canggung ini, selama di mobilnya juga, aku sangat ragu untuk berbicara dengannya.
Saat aku melangkahkan kakiku dan menjauh darinya, tiba-tiba dia menarik lenganku. Aku terkejut karena baru saja ada motor melintas di depanku dan untung saja Julian menarikku, kalau tidak mungkin aku akan terluka karena motor itu.
"Ibu hati-hati dong.." ucapnya sedikit membentakku.
Aku masih terkejut dan tidak dapat berkata apa-apa, tidak menyangka akan seperti ini.
Melihatku masih terdiam, Julian kemudian menarikku ke pelukannya.
"Tenang aja, lo aman sekarang," ucapnya. Dia berusaha menenangkan aku dengan mengelus lembut punggungku.
Aku masih sangat terkejut. Aku masih dapat merasakan kalau motor itu sangat dekat di depan mataku dan hampir saja mengenaiku. Aku tidak habis pikir, untung saja Julian menarikku.
"Sudah kan, motornya juga udah pergi." Julian kemudian menatapku mencoba untuk menyadarkanku.
"I-Iya pak, makasih pak."
"Iya udah sana, kamu masuk."
Aku hanya bisa mengangguk.
Aku berjalan menjauhi Julian dan mobilnya itu, hingga sampai ke depan gerbang rumahku. Kulihat dengan samar-samar seorang laki-laki berdiri di sana.
"Bay?" ucapku.