Aku terbangun saat hpku berbunyi. Bunyinya begitu keras membuat mimpiku buyar dan aku tiba-tiba terduduk.
Ini masih jam 6 pagi, siapa sih yang nelfon.
"Halo, siapa ya?" tanyaku gak niat.
"Halo Bu Shalom, ini Bu Dewi."
Mendengar Bu Dewi yang ngomong, aku meloncat turun dari tempat tidurku. Seakan aliran listrik otakku langsung lancar mengalir.
"Oh iya Bu maaf, ada apa ya Bu?" tanyaku dengan suara lembut dan mencoba untuk tenang. Bu Dewi jarang banget nelfon aku kalau gak ada hal penting di kantor.
"Begini Bu Shalom, saya tiba-tiba tidak bisa mengikuti projek yang ada di Texas karena anak saya tiba-tiba masuk rumah sakit. Saya menelfon Ibu hendak bertanya, kalau Ibu bisakah menggantikan saya?"
Aku terkejut setengah mati mendengar tawaran Bu Dewi itu, aku seperti berteriak di dalam hati karena senangnya. Jarang-jarang kan ada kesempatan ini.
Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengiyakan walaupun berangkatnya hari ini jam 8 pagi.
"Baiklah, file keperluan di sana akan saya kirim kan ke email ibu dan segala keperluan yang lain akan saya smskan ke Ibu."
"Baik Bu, siap. Terima kasih Ibu."
Setelah selesai bertelfon dengan Ibu Dewi, aku langsung berteriak sekencang-kencangnya dan mungkin suaraku itu membuat yang lain terbangun.
Aku langsung bergegas beberes barang-barangku sesuai dengan instruksi dari Bu Dewi.
***
Seriusan kamu yang jadi pergi? Balas Ririn. Aku memang langsung mengabari Ririn melalui sms.
Iya Rin, Bu Dewi yang nelfon aku langsung.
Wih, enak dong…
Iya dong, bersyukur banget sih aku mah.
Iya, ya udah hati-hati ya. Jangan lupa bawa oleh-oleh buat aku. Awas loh kalau lupa.
Iya iya, siap ingatin tapi ya.
Okey. Sip. Safe flight…
"Yes, aku bisa merasakan hari baikku di sana," Aku berbicara kepada diriku sendiri.
Akhirnya aku dan perwakilan divisi lain naik pesawat.
Dengan waktu sekitar satu harian penuh, termasuk transit, akhirnya kami sampai di Dallas-Fort Worth International Airport.
Suasana di sini begitu ramai dan panas, sepertinya memang sekarang adalah musim panas.
Teman-teman divisi lain langsung membuka jaket dan sepatu mereka, dan aku juga mengikut. Memang sangat gerah dan panas.
"Baiklah, sekarang kita akan ke hotel untuk bebersih badan dulu, lalu kita akan langsung memulai pertemuan pertama kita dengan mereka besok paginya sekitar jam 9 pagi. Bagi semua Bapak dan Ibu dapat menyesuaikan jamnya dengan waktu yang ada sini."
Setelah pengumuman itu, kami pun pergi menuju hotel.
Saat aku belum memasuki kamar yang menjadi tempat aku istirahat selama dua minggu ini, tiba ada seseorang yang mengagetkanku.
"Ibu maaf, boleh bantu saya?" Seseorang bertanya kepadaku.
"Iya, ada apa Bu?" Dia adalah salah satu perwakilan dari divisi lain.
"Saya lupa bawa pembalut, apakah Ibu punya?"
"Oh iya saya punya, sebentar." Aku kemudian mencari-cari di dalam tasku namun tidak ketemu.
"Ah maaf Bu, sepertinya barang saya terlalu banyak jadi susah nemunya. Gimana kalau saya carinya di kamar Bu, nanti setelah ketemu langsung saya kasih Ibu?" tanyaku.
"Oh iya, Ibu kamarnya dimana? Biar saya saja yang kesana" tanyanya padaku.
"Mmmm bentar…" Aku mencari-cari nomor kamar yang sesuai dengan kunci yang ada di tanganku.
"Nah ini Bu.."
"Oh Ibu disini? Saya juga. Lihat kunci kita sama."
"Oh iya Ibu, wah…"
"Btw, nama Ibu siapa?" tanyaku.
"Debora, nama saya Debora, ibu?"
"Oh nama saya Shalom Bu, Shalom Tambunan."
"Oh Ibu orang Batak ya?"
Aku langsung tersenyum. Pastinya kalau orang Indo mendengar namaku langsung tau kalau aku orang Batak.
"Iya Bu benar.."
"Eh, ngomong-ngomong gak usah panggil Ibu kali ya biar lebih enak, panggil langsung nama aja," lanjutnya.
"Ohhh…" Aku sedikit kaku memanggilnya dengan sebutan nama.
"Gak papa, panggil aja Debo."
"Siap siap…," ucapku masih belum terbiasa.
Kemudian aku mencari pembalut itu di dalam tas ku, dan akhirnya ketemu. Dia berada di bagian paling dalam dan bawah tasku.
Pantesan susah dicari.
"Ini Bu…" Aku memberikannya kepada Debora.
"Ihh udah dibilangin juga, panggil Debo aja. Kayaknya kita juga seumuran kok."
"Ohh siap Debo…" Jujur aku masih canggung banget sama dia.