"Jadi besok presentasi proyek nya?" tanya Bayu.
Siang yang panas ini, aku diijinkan keluar karena besok adalah presentasi proyek kami. Setelah mengerjakan lebih dari satu minggu, akhirnya proyek siap untuk di publikasikan besok.
Lega dan tenang rasanya, proyek ini hampir selesai, namun di sisi lain, kami tim dari Indo harus balik. Bye bye Texas.
"Yup.. besok presentasinya," ucapku lalu meneguk segelas minuman di depanku.
"Setelah itu? Kan masih ada waktu sekitar satu setengah hari lagi sebelum kalian balik ke Indo."
"Iya sih…. Mungkin ada revisi atau apalah, belum tau rencananya gimana."
"Kalau gitu, kamu bakal balik ke Indo?" Suara pelannya saat menanyakan itu membuatku penasaran. Aku menyipitkan kedua mataku.
"Tentu saja.." ucapku.
"Kamu gak ada rencana lebih lama lagi di sini?" tanyanya lagi.
"Aku? Tidak… Ngapain aku di sini, aku harus balik dan kerja di Jakarta," ucapku dengan pasti.
"Kamu gak mau gitu lebih lama bareng aku?" tanyanya lembut, membuatku merinding sejenak.
"…." Aku mencerna setiap kata-katanya, dan tidak mampu langsung menjawab.
Sekarang dia melihatku lekat, seperti ada harapan besar di balik tatapannya itu.
Aku menarik napas dalam-dalam dan membulatkan tekadku.
"Aku harus pulang Bay, aku harus kerja. Lagian nanti aku ngapain di sini?" tanyaku mantap.
"Kamu bisa kerja di perusahaanku," jawabnya enteng.
"Hah… semudah itu kah?"
"Yah, kenapa gak bisa, orang aku bosnya juga." Sekilas aku dapat merasakan kesombongan di kalimatnya itu.
"Yah memang betul kamu bos nya, tapi…" Aku berhenti, memikirkan jawaban terbaikku.
"Aku gak mau ninggalin Indo," lanjutku.
Bayu menatapku, penasaran dengan kalimatku selanjutnya.
"Keluargaku di sana Bay, Papa, Mama, semuanya di sana. Aku belum pernah berpikir untuk menjauh dari mereka," jawabku.
"Tapi kan, memang akan tiba saatnya kamu akan pisah dari mereka. Bukannya kamu akan menikah?" tanya Bayu sedikit kesal.
"…." Aku tidak tahu harus bilang apa-apa lagi.
"Mmmm, apa kamu berencana untuk sendiri seumur hidup dan tidak menikah?" tanyanya lagi, tapi dengan nada tegas.
"Yah aku akan menikah, tapi tidak secepat ini," ucapku.
"Secepat ini?"
"Iya, tidak dengan usiaku yang masih 24 tahun ini…"
"Oke, jadi berapa usia yang kamu maksud bisa menikah?" tanya Bayu, sepertinya dia sudah pasrah dengan keputusanku.
"Aku? Mungkin sekitar 26 atau 27 tahun,"
"26? 27? Aku kira usia normal wanita menikah itu 25 tahun," jawabnya lebih tegas.
Aku tidak tahu harus bagaimana, aku memang tidak mau cepat-cepat menikah, seperti yang aku bilang sebelumnya, aku harus bayar utang dulu.
"Udahlah Bay, jangan bahas itu lagi. Kamu gimana? Pekerjaan di sini nyaman?" tanyaku mengalihkan pembicaraan kami.
"Sha, apa karena ucapan kamu yang dulu tentang bayar utang?" tanya Bayu. Dia sama sekali tidak terkecoh dengan pertanyaanku.
"…." Aku tidak bisa menjawab apa-apa.
"Iya kan?" tanyanya lagi.
Belum sempat aku menjawab, hpku tiba-tiba berbunyi. Debo memanggil.
"Sebentar ya Bay, aku angkat telfon dulu," ucapku lalu pergi menjauh darinya.
"Kenapa Deb?" tanyaku.
"Kamu di mana? Aku lapar. Boleh aku nitip makanan?" tanyanya santai.
"Ya elahh, kirain apa. Kamu mau apa?"
"Apa aja deh, yang penting bikin kenyang."
"Ya udah. Okeh dah.."
Aku mematikan hpku dan masih bingung bagaimana merespon Bayu. Pertanyaannya semakin sulit untuk ku jawab.
Aku harus bagaimana?
Sejujurnya, aku hanya takut hubungan kami seperti dulu lagi. Aku belum siap mengambil risiko dengan ikut tinggal bersama dia di sini. Orang tuanya pasti melarang itu, dan orang tuaku juga udah perna bilang kalau aku gak boleh berhubungan lagi dengan Bayu.
Aku memang sampai mengurung diri seharian karena patah hati, aku bahkan absen kuliah dan parahnya orang tuaku tahu dan datang menghampiriku. Mereka sangat sedih saat melihat aku nangis sepanjang hari karena pertunangan itu.
Sekarang, hal tepat yang harus ku lakukan adalah balik ke Indo dulu. Tetap fokus sama tujuan awal yaitu bayar hutang dan kalau memang diijinin Tuhan nikah cepat, yah mau bagaimana lagi. Biarlah Tuhan yang mengatur, karena aku tahu pilihan-Nya yang terbaik.
"Bay…"
"Eh udah? Siapa yang nelfon?" tanyanya.
"Debo.. Kayaknya aku harus pulang sekarang deh. Dia butuh bantuan aku…"
"Bantuan? Apa?"
"Hehehe gak papa kok, urusan cewek," jawabku, walau kurasakan kebohonganku ini mungkin akan terungkap.
"Oh, ya udah aku anter kamu balik."
"Eh gak usah, aku mau mampir sebentar ke suatu tempat," jawabku. Aku kan masih harus beli makanan buat Debo.
"Gak papa Sha, aku anterin deh.."
"Eh gak papa… Gak usah," cegahku, namun sia-sia. Bayu sudah menggendong ranselku.
"Yuk…" ucapnya, dan aku pasrah ngikut.
"Mau mampir ke mana?"
"Sebentar…" Aku kemudian membuka hpku dan meminta maaf ke Debo kalau aku gak bisa membelikan makanan untuknya. Beruntungnya dia tidak marah dan memutuskan untuk membeli makanan terdekat.
"Eh gak jadi Bay, gak jadi mampirnya. Langsung pulang aja," jawabku sedikit ragu.
Bayu tiba-tiba menghentikan mobilnya. Dia melihatku dengan tatapan anehnya.
"Kenapa?" tanyaku.
"Kamu berbohong kan?" ucapnya tiba-tiba.
"Berbohong? Ga..Gakkk kok.." ucapku gelagapan.
"Sha, aku udah kenal kamu lebih dari tiga tahun. Aku tahu semua kebiasaan kamu, dan kalau lagi berbohong, kamu pasti menunduk ke bawah dan memainkan kukumu. Aku tahu itu," ucap Bayu membuatku berhenti memainkan kukuku dan tidak tahu harus bagaimana lagi.
"Jujur sama aku, kamu kenapa?" lanjutnya.
"Aku tidak apa-apa…" ucapku mengelak.
"Sha, lihat aku!" Bayu memegang pipiku dengan jemarinya dan sekarang wajahku sepenuhnya menghadap dia.
Aku berkedip cepat dan perasaanku campur aduk.
"Kamu menghindar karena aku bahas pernikahan?" tanyanya lagi.
Aku makin membisu, mataku melebar dan tidak tahu harus menjawab apa.
"Kamu gak mau menikah denganku?" Dia menatapku.
"Kamu tidak mau mempertimbangkan aku menjadi suamimu?"
Sekarang, dia memberikan serangan bertubi-tubi untukku. Aku sepenuhnya panik dan detak jantungku semakin cepat.
Aku berpikir keras untuk menjawabnya.
"Gak kok…" Aku bergerak menatap ke depan, tangannya telepas dari wajahku.
"A..Aku hanya.. mmmm.."
"Oke… Aku tidak tahu penyebabnya apa, tapi kamu harus tau Sha. Selama ini aku selalu memikirkanmu, aku ingin bersamamu selamanya. Sampai sekarang aku bahkan belum pernah pacaran lagi," ucapnya tegas.
Begitu juga aku Bay, tapi aku gak tau harus memulainya lagi.
Mobil Bayu pun melaju kembali hingga akhirnya kami sampai.
"Hati-hati Sha.." ucapnya dingin. Aku dapat merasakan kekecewaan di balik suaranya itu.
Aku tidak dapat berkata apa-apa dan keluar dari mobilnya itu.
Dia pun pergi. Satu hal yang ku sesali sekarang adalah aku tidak mampu mengucapkan kalau aku juga selalu memikirkannya dan selalu ingin bersamanya.