Hari ini adalah dimana Bayu memberikan keputusan kepada keluarganya, apakah dia akan bertunangan dengan sepupunya itu atau tidak.
Aku seharian menunggu telfon darinya namun sampai sore ini dia belum menghubungiku.
Aku berulang kali melihat layar hpku namun tidak ada, hening. Hal itu yang membuatku semakin khawatir.
Kuputuskan untuk menghubunginya namun tidak ada, hpnya sepertinya tidak aktif dan pesanku pun tidak dibalasnya.
Segera hubungi aku, aku menunggu. Ku kirim pesan itu kepadanya.
Berselang sekitar lima menit, ada panggilan masuk ke hpku, nomor yang tidak dikenal.
"Halo..," ucap seorang wanita di sana.
"Iya halo, ini siapa ya?" tanyaku.
"Iya, saya Audrey calon tunangan Bayu,.."
Hah? Tunangannya Bayu, tau dari mana nomor hp aku.
"Saya hanya ingin menyampaikan sesuatu, apakah betul ini dengan Shalom?"
"Iya saya. Ada apa ya?"
"Iya Mbak, saya hanya menyampaikan pesan dari Mas Bayu kalau saya dan dia akan bertunangan. Saya dengar Mbak dekat ya sama Mas Bayu?"
Mereka jadi tunangan? Aku sedih mengetahui hal itu, dan yang paling sedih lagi kalau Bayu gak berani nyampein itu sendiri ke aku.
"Halo Mbak?"
"Eh iya, halo. Iya… apa tadi?" tanyaku karena aku sempat melamun dan tidak mendengarkan perkataannya.
"Mbak Shalom dekat sama Mas Bayu?"
"Hah? Apa? Dekat? Hahaha.." Aku tertawa kecil walaupun hatiku rasanya tertekan benda berat dan tanpa kuduga, air mataku menetes.
Aku menghusap air mataku dan berusaha untuk baik-baik saja.
"Sebentar ya," ucapku pelan dan menjauhkan hpku dari telingaku dan melihat ke langit-langit toilet kampusku.
Aku berusaha untuk tegar namun tidak bisa, air mataku semakin mengalir. Aku menghusapnya beberapa kali.
"Halo Mbak?"
Aku kembali mendekatkan hpku ke telingaku.
"Eh iya, tadi ada… Ah lupain aja. Oh iya, aku dan Bayu gak dekat kok, itu dulu. Yang penting selamat ya untuk pertunangannya, siapa tadi namanya? Maaf…" Aku berusaha untuk tenang.
"Audrey Mbak."
"Okey Audrey, selamat ya," ucapku.
"Iya Mbak, makasih ya Mbak. Kalau gitu saya tutup telfonnya."
Aku kemudian menyimpan hpku dan memandang cermin toilet yang tepat berada di depanku. Mataku merah dan hidungku rasanya sulit bernapas.
Untung saja tidak ada orang yang masuk toilet, mungkin aku akan ditanyain kenapa menangis.
"Kamu harus kuat Sha. Bagaimana pun kondisinya." Aku berusaha meyakinkan diriku sendiri.
Aku kemudian keluar dari toilet dan mencoba untuk bersikap tenang.
"Sha, balik yuk," ucap salah satu temanku.
Aku hanya tersenyum mengangguk.
"Btw, kamu kenapa? Mata kamu merah loh."
"Eh, iya tadi ada masuk sesuatu, trus aku cuci muka lalu aku liat merah deh," ucapku, menutupi apa yang terjadi sebenarnya. Aku tidak mau orang lain ikut campur dan mungkin hanya akan mengasihani aku.
"Ohhh. Okedeh."
Saat kami berjalan keluar gedung kampus, kulihat di depan sudah berdiri seorang laki-laki. Wajah itu sangat tidak asing dan aku mengucek mataku memastikan siapa orang itu.
"Sha…," panggil orang itu.
"Loh Tim. Ngapain kamu di sini?" tanyaku.
"Loh, kamu gak baca pesan dari aku? Parah…"
"Pesan?" Aku memeriksa hpku dan benar, Timi mengirim pesan padaku untuk menjemputku dari kampus.
"Eh, aku duluan ya Sha.." Temanku itu meninggalkan kami berdua.
"Iya, hati-hati ya," ucapku.
"Udah siap?" tanya Timi sembari memberikan helm motornya kepadaku.
Aku mengangguk dan memakai helm itu.
"Yuk…" Kami pun pergi.
Entah kemana Timi akan mambawaku, tapi aku hanya mengikut. Aku hanya ingin menjauh sejenak. Mencoba untuk melupakan semuanya.
Aku benci kamu Bayu. Pikiranku selalu berkata seperti itu. Ingin rasanya aku manampar pipinya dan mengatakan kalau semua ucapannya itu bohong. Dia adalah pembohong, bahkan di dalam Gereja sekali pun.
Sudahlah. Aku memegang erat bahunya Timid an mencoba menikmati hari ini.
"Sha? Kamu mau teriak? Teriak aja.." Timi sepertinya tahu kondisiku.
"Gak papa nih?" ucapku.
"Tenang, yang penting kamu pegang erat, jangan sampai jatoh," lanjutnya.
Aku kemudian membuka helmku dan berteriak kuat. Aku melepaskan semua hal yang kupikirkan dengan teriakanku. Untung saja tempat ini sepi, sepertinya Timi memang sengaja membawaku ke sini.
"Udah baikan?" tanya Timi kepadaku setelah aku selesai berteriak.
"Lumayan..." balasku.
Perjalanan kami sekitar 20 menit, akhirnya Timi menghentikan motornya.
Sekarang kami berada di taman bermain.
"Kita ke sini? Mau main ini?" tanyaku heran. Taman bermain kan biasanya untuk anak-anak.
"Iya, gak papa lagi," ucap Timi dan menarikku masuk ke dalam.
"Mbak, mau tiket buat dua orang," ucap Timi ke salah satu petugas di sana.
Kamipun masuk dan menaiki beberapa permainan. Aku sebenarnya takut ketinggian, tapi karena kondisi hatiku sekarang sedang tidak baik, aku memutuskan untuk memberanikan diri untuk menaikinya.
Sepanjang permainan, aku berteriak dan berteriak, hingga kadang aku terbatuk-batuk. Pokoknya, aku menikmati hariku sekarang bersama dengan Timi.
Kami bermain sampai malam sekitar pukul 9 aku baru sampai ke kosanku. Senang rasanya bisa menghilang sejenak.
Aku melihat sekitarku, sekarang aku sedang berada di kamarku yang sepi.
Sudahlah Sha, kamu pasti kuat.
Aku kembali meyakinkan diriku dan kuputuskan untuk tidur sebentar sebelum mandi.
Tiba-tiba aku mendengar suara, hpku berbunyi, ada panggilan masuk dari nomor yang tidak dikenal.
Panggilan itu membuatku terbangun dan melihat jam. Pukul 2 pagi dan aku ketiduran tanpa mandi.
Aku hanya bisa menghela napas dan beranjak ke kamar mandiku untuk mencuci muka dan gosok gigi.
Hpku berbunyi lagi, nomor itu lagi.
Siapa sih menghubungi jam segini? Kurang kerjaan banget.
Aku tidak mengangkatnya dan kulanjutkan menggosok gigiku.
Setelah selesai cuci muka dan gosok gigi, aku kemudian melihat hpku. Ada pesan masuk.
Sha, ini aku Bayu. Kamu tolong angkat ya, aku mau ngomong sesuatu. Pesan dari Bayu.