"Sorri banget, tadi ada tugas mendadak dan harus selesai hari ini. Kamu udah nunggu lama Tim?" Napasku tidak beraturan dan kurasakan keringat membasahi bajuku.
"Iya enggak apa-apa, duduk dulu Sha."
"Sip," ucapku.
Aku menarik kursi yang ada di depanku dan duduk. Aku mencoba untuk menenangkan napasku.
"Kamu udah makan?" tanya Timi.
"Aku? Belum. Kamu udah?"
"Belum juga, kita pesan makan dulu berarti."
"Ohh, oke." Aku dan Timi melihat menu makanan yang di depan kami dan mulai mengorder makanan.
"Kita berdua aja berarti ya Tim?" tanyaku.
"Iya, yang lain pada gak bisa."
"Ohh…"
"Kita nunggu makan dulu atau langsung aja nih?" Timi mengambil leptop dari tasnya dan meletakkan di atas meja.
"Mmm… langsung aja deh. Ntar kalau makanannya udah sampai, baru kita makan bentar," ucapku.
"Oke.. Jadi agenda kita ini ada bahas evaluasi acara kemarin dan buat laporan pertanggung jawaban biaya juga, sejauh ini…" Timi tidak melanjutkan ucapannya karena makanan yang kami pesan telah datang.
Setelah semua makanan tertata di meja, Timi mengucapkan terima kasih kepada pelayan itu, dan aku hanya tersenyum saja.
"Kalau gitu kita doa dulu ya, sekalian doa makan."
"Okehh," ucapku.
Kami berdua berdoa dan dipimpin oleh Timi.
Dia mengucapkan doa syukur untuk berkat makanan yang kami peroleh, syukur buat berkat kesehatan dan napas kehidupan, syukur untuk setiap aktivitas, dan syukur untuk pertemuan rapat kami.
Selama doanya itu, dia tidak meminta apa-apa. Dia hanya mengucap syukur dan berterima kasih, berbeda dengan beberapa doa yang kudengar yang biasanya selalu meminta dan meminta.
Aku menikmati doa itu dan bersyukur juga.
"Amin..," kata terakhir sekalian yang menutup doa kami.
Kami berdua melanjutkan rapat kami sembari membahas evaluasi acara yang sudah berlangsung itu.
Kami saling bertukar pikiran dan memberikan saran-saran untuk kegiatan itu.
Rapat kami berlangsung sekitar satu setengah jam, dan sekarang tepat pukul 21.40 Wib.
"Yes, akhirnya selesai," ucapku setelah kalimat terakhir Timi sebagai evaluasi telah selesai ku ketik.
"Oke, udah di save kan? Langsung matiin aja," ucap Timi.
"Siap…"
Setelah leptop Timi mati, aku memberikannya kepada dia untuk dimasukkan kembali ke dalam tasnya.
"Habis ini kamu kemana?" tanya Timi.
"Aku? Gak kemana, mau langsung pulang. Rebahan," ucapku.
"Oh ya udah. Aku anterin sampe kosan berarti."
"Dianter?" Aku mencoba memastikan apa yang aku dengar.
"Iya, lagian kan kosan kita searah," lanjut Timi.
Aku sedikit terkejut. "Tau dari mana kita searah?" tanyaku.
"Yah tau lah, kan kita pernah pulang bareng. Yang ada Bayu juga. Kamu ke arah situ kan, aku juga ke sana," jelas Timi.
"Ooo gitu. Oke deh," ucapku sembari mengangguk.
"Ya udah yuk…," ajak Timi. Kami pun pergi setelah membayar makanan.
Sepanjang perjalanan, kami hanya ngobrol-ngobrol, mengingat tentang acara yang kami ikuti sebelumnya.
Kami berjalan bersama karena memang lokasi tempat kami bertemu cukup dengan lokasi kosan dan tidak perlu untuk membawa kendaraan.
"Nah, aku di sini," ucapku setelah sampai tepat di depan gerbang kosanku.
"Oh kamu di sini? Dekat dong. Aku sekitar tiga atau empat rumah lagi ke depan. Nah, di sana tepat kosan aku." Timi menunjuk ke arah kosannya.
"Oh iya. Aku baru tau. Sip sip," ucapku.
"Kalau gitu, aku masuk duluan ya," lanjutku.
Aku sebenarnya merasa canggung, dan untuk mengakhiri itu semua, aku lebih baik masuk ke dalam kosanku.
"Eh bentar," ucap Timi menghentikanku berbalik. Aku kembali melihatnya.
"Iya…," ucapku.
"Aku mau ngomong sesuatu bentar," sambung nya.
Aku melihatnya, penasaran dengan apa yang hendak dia katakan.
"Kamu seriusan pacaran sama Bayu?"
Pertanyaan itu membuatku penasaran, untuk apa Timi menanyakan itu.
"Iya benar. Serius kok, kenapa Tim?" tanyaku dan mencoba untuk tetap santai menjawab pertanyaannya itu.
"Enggak, aku terkejut aja kalau Bayu punya pacar. Soalnyakan sebentar lagi dia bakalan tunangan."
"Hah? Tunangan? Kok aku gak pernah dengar dari dia sih?"
"Ohh dia belum cerita, mungkin dia lupa kali."
Aku terdiam, aku memikirkan perkataan Timi. Masa tunangan sih? Dengan siapa? Masa aku? Kan baru aja pacaran.
"Terus kamu tau kalau Timi itu sepupu aku?" Timi bertanya kembali.
"Sepupu? Seriusan?" Aku sedikit terkejut.
Bayu tidak pernah menceritakan hal itu kepadaku. Iya sih, soalnya Bayu baru tahu kemarin kalau Timi yang aku maksud itu adalah Timi teman dia yang ternyata adalah sepupu dia.
Waw, dunia ini begitu sempit.
"Iya, dia itu sepupu aku," ucap Timi lagi memperjelas, dan aku hanya bisa mengangguk.
"Makanya itu, aku nanya kamu. Eh ternyata dia belum ceritain tentang aku dan tunangannya itu. Tapi kamu tenang aja, mungkin besok dia bakalan cerita," ucap Timi.
"Yowes, kamu masuk gih, dingin di luar lama-lama," lanjut Timi.
Aku mengangguk walaupun begitu banyak pertanyaan di kepalaku sekarang. Tunangan? Bayu? Dengan siapa? Kok dia nembak aku padahal dia akan tunangan?
Pertanyaan itu terlintas di kepalaku sampai aku memasuki kamarku dan kurebahkan tubuhku di kasurku.
Kenapa begini? Maksudnya apa coba?
Akupun terlelap.