Sepanjang perjalanan ke kosanku, kami tidak mengatakan apa-apa. Aku memang tidak niat lagi untuk berbicara karena sangat kelelahan.
Akhirnya kami tiba di depan kosanku.
Aku tersenyum kepadanya untuk salam perpisahan malam ini.
"Dadah Bay. Hati-hati," ucapku dan berbalik hendak membuka gerbang kosanku.
Saat aku hendak masuk ke dalam kosanku, tiba-tiba Bayu menerobos masuk dan sekarang dia sudah di dalam kosanku.
Aku terkejut dan kantukku langsung hilang. Aku menatapnya.
"Jam malam kosanmu setengah sebelas kan, aku masih ada waktu sekitar 40 menit lagi. Aku mau ngobrol," ucap Bayu.
Memang benar, kosanku bisa dimasuki orang lain selain penghuni kosan sampai jam 10.30, lewat dari situ, ibu kosan akan datang langsung sendiri ke kamar dan mengusir orang luar itu. Itu tidak hanya omongan belaka, terbukti pernah si samping kamar aku.
Aku menganguk tanda setuju dengan apa yang dikatakan Bayu.
"Ya udah, ayok," ucapku.
Aku kemudian membuka kamarku dan menaruh tas kuliahku.
Lega rasanya setelah melepaskan tasku ini yang berat karena leptopku.
"Kamu mau minum?" tanyaku.
"Iya, mau air hangat."
Aku kemudian memberikan dia air hangat dan duduk di sampingnya menunggu apa yang hendak dia omongin sama aku.
Aku menatapnya.
"Kamu tadi ngomongin apa sama Timothee?" tanyanya langsung setelah selesai minum air hangat yang aku berikan.
"Tadi? Oh… Aku ngomongin terkait laporan pertanggung jawaban projek kami itu. Mau buatnya kapan," ucapku.
"Kapan?"
"Mmm, Jumat malam kayaknya. Iya benar Jumat malam. Kenapa?"
"Siapa aja?"
"Mmm, aku kurang tau siapa aja, dia gak bilang siapa aja sih," ucapku sembari mengusap keningku.
Bayu terdiam dan tidak mengatakan apa-apa.
"Timothee yang kamu ceritain itu, Timothee teman aku itu?" Bayu menatapku pasti dan menunggu jawabanku.
Aku menatapnya dan bingung mau bagaimana. Namun, aku memutuskan untuk menyampaikannya. Toh juga kami udah pacaran.
"Yups benar," Aku mengangguk.
Aku melihatnya sedikit terkejut. Dia mengalihkan pandangannya dariku.
"Begitu…" Kata ini keluar dari mulutnya.
Aku tidak tahu maksud kata itu, apakah dia senang, sedih, atau biasa saja. Entahlah.
"Iya…," balasku.
"Sekarang kamu masih suka sama dia?" tanyanya tiba-tiba.
"Suka? Yah enggak lah. Kan aku pacar kamu," ucapku tenang.
"Benar?"
"Iya benar. Lagian kamu ngapain sih nanyain itu. Aneh tau," lanjutku.
"Ya udah, syukur deh kalau kamu gak suka lagi."
"Iya…"
"Tapi…." Bayu melanjutkan kalimatnya.
Aku melihatnya dan menunggu ucapannya.
"Kalau misalnya kita gak pacaran, kamu pasti masih suka sama dia kan?" Bayu kembali menatapku.
Aku terdiam sejenak, kumainkan bibirku dan berpikir sejenak.
"Yah mungkin. Tapi kan itu gak terjadi. Buktinya aku udah pacaran sama kamu."
"Begitu? Oke.." Setelah mendengar jawabanku, Bayu beranjak dan hendak pergi.
"Ei Bay, kamu mau balik?" ucapku mencegah langkahnya.
"Iya, udah malam nih," ucapnya sembari melihat jam tangannya.
Aku merasa ada yang aneh dengan sikapnya.
Aku mengingat kembali jawabanku, dan menurutku tidak ada yang salah.
Aku berdiri dan hendak mengantarnya pulang sampai gerbang kosanku.
Belum sepenuhnya aku mengunci kamarku, Bayu sudah menghilang. Dia tidak ada lagi di dekatku. Aku mencarinya dan ternyata dia sudah di lantai bawah.
Aku memutar pikiranku kembali. Apa yang salah?
Aku akhirnya sampai di dekat gerbang kosanku, dan dia sekarang sedang berdiri menghadap gerbang, tidak melihatku.
Aku putus asa, tidak tahu apa yang salah.
Aku memutuskan untuk tidak membuka gerbang kosanku dan hanya melihat punggungnya.
Seakan sadar bahwa aku tidak membuka gerbang kosanku, akhirnya dia berbalik dan melihatku.
Aku masih tetap menatapnya dan sekarang kami saling bertatapan.
"Kamu kenapa?" Kuberanikan untuk bertanya.
Dia tidak langsung menjawab dan mengalihkan pandangannya dariku.
Aku menghela napas, dan mendekat kepadanya. Aku memegang salah satu tangannya erat.
"Kenapa?" tanyaku lagi.
Dia tidak menatapku lagi.
"Hmmm.." Aku melepaskan genggamanku dan hanya melihat dia yang menghiraukanku begitu.
Aku mendekat, lebih dekat dan akhirnya memeluknya.
Aku tidak bisa meraih pundaknya untuk dipeluk, aku hanya bisa memasukkan kedua tanganku ke dalam jaketnya dan meraih memeluknya.
Aku kira dia akan tetap marah dan menghiraukan pelukanku, namun tidak.
Dia memelukku erat dan menutupi punggungku dengan jaket jeansnya yang besar itu.
Aku dapat merasakan kehangatan pelukannya menjalar di seluruh tubuhku.
Aku kemudian menengadah dan mencoba untuk melihat wajahnya. Aku melihat dia menutup kedua matanya dan masih tetap memelukku erat.
Aku kemudian lebih memeluknya erat. Tidak peduli dengan siapa di sekitar kami sekarang, kami berdua tetap berpelukan.
Kemudian dia mencium kepalaku dalam pelukannya beberapa kali.
Aku sangat bersyukur bisa mendapatkan pacar seperti dia. Sangat hangat.
"Lihat aku!" ucapnya dan pelukan kami pun lepas.
Aku melihatnya sesuai dengan perintahnya.
"Aku menyukaimu dan akan selalu menyukaimu. Dan ya benar, aku memang egois, tapi kamu hanya bisa menyukaiku. Aku akan berdoa setiap malam agar kamu semakin dan semakin menyukaiku. Kamu tau kan kalau aku sudah dapat restu dari-Nya, kamu tidak akan bisa kemana-mana selain kepadaku," ucap Bayu membuatku semakin terpesona kepadanya.
"Siap…," ucapku dengan gaya menghormat.
"Gitu dong," ucapnya lagi dan menarikku kepelukannya.
"Kita pelukan 2 menit lagi," lanjutnya.
"Okei…"