"Aku tak minta apapun dari mu. Aku hanya ingin satu dari mu. Yakni, sebuah keyakinan mu pada ku. Itu saja."
-Diki Septian-
Happy reading!
*****
Kim terkejut luar biasa setelah mendengar ucapan dari Ando.
"Loe gak bohong sama gue kan? Loe serius kan?" Tanya Kim beruntun tanpa henti.
"Gue serius Kim. Ngapain juga gue bohongin loe yang udah gue anggap saudara sendiri." Ungkap Ando.
"Geli gue denger loe bilang kek gitu." Gidik Kim sambil ngeloyor begitu saja tanpa memperdulikan Ando.
"Yeh nih bocah asal pergi aja. Udah dikasih tau juga, gak tau terimakasih banget." Gerutu Ando dan menyusul Kim yang sudah mendahului nya.
*****
Bukk....
Sebuah bogeman mentah mendarat tepat di wajah tampan seorang Diki. Diki yang tidak tahu menahu langsung sempoyongan bak orang mabuk, karena dia tidak siap menerima bogeman itu. Diki mulai berdiri kembali, menyeimbangkan tubuhnya yang tadi sempat tersungkur di lantai.
"Apa-apaan loe tiba-tiba mukul gue?" Tanya Diki dengan menahan sedikit rasa perih pada ujung bibirnya yang robek.
"BANGSAT LOE!!"
Bukk.... bukk.... bukk....
Pukulan demi pukulan mulai menghujam tubuh Diki yang mulai lemas. Mulai terlihat lebam-lebam pada pipi, dan bibirnya. Diki mencoba untuk berdiri dengan sisa tenaganya, namun mustahil. Dia sudah babak belur. Yang bisa dia lakukan hanya memegangi perutnya yang terasa nyeri.
"Woy! Apa-apaan loe!" Teriak seseorang dari kejauhan dengan berlari sekuat tenaga menghampiri Diki.
Diki yang sudah babak belur, tak mampu lagi untuk berdiri ataupun duduk. Kondisinya terlihat begitu miris. Sangat memilukan.
"Apa-apaan loe?!" Bentak Kim saat setelah membantu membangunkan Diki yang tergeletak begitu saja.
"Wiihh! Mantap! Ada yang berani juga ya sama gue." Sinis nya, "siapa loe berani-beraninya ngelawan sama gue. Loe tuh harus tunduk ya! Gue ini senior disini!" Tambahnya.
Seketika senyum miring di sudut bibir Kim terbentuk. Menandakan bahaya bagi siapa saja yang menantang dan mengusiknya.
"Loe pikir dengan loe nunjukin senioritas ke gue, gue bakal tunduk sama loe? Hahaha! Gak bakal!" Kim tertawa hambar sambil terus mempertahankan senyum evil nya.
"Kurang ajar loe!"
"Oh, jadi gini ya seorang senior memperlakukan junior nya? Gue pikir seorang senior itu bisa dicontoh sebagai panutan untuk junior nya. Tapi gue salah, nyatanya seorang senior itu harus dikasih pengertian biar nggak nyeleneh. Biar junior nya pada tunduk." Sindir Kim tak kalah pedas.
Wajah Ivan mulai memerah. Bak tomat yang harus dipanen saat itu juga. Ivan mulai mengepalkan kedua tangannya erat disamping. Menahan emosi yang sudah memuncak sedari tadi karena Kim memancingnya.
"Apa? Loe mau marah sama gue? Marah aja, gue gak takut sama orang yang suka nunjukin senioritas nya."
"Kim udah, gu...gue... mohon jangan Kim." Lirih Diki dari balik punggung Kim yang tengah mencoba untuk berdiri.
Kim masih tidak bergeming sedikitpun dari hadapan Ivan. Dia justru sudah kesal dengan pria didepan nya itu. Ingin sekali Kim melayangkan tinjunya hingga tepat mengenai wajahnya. Namun Kim tidak mau bertindak gegabah. Karena dia tau, Ivan adalah seorang anak mafia yang disegani oleh setiap orang yang lebih tau tentang keluarganya.
"Kim..." Diki kembali merintih, memanggil-manggil Kim.
Kim akhirnya berbalik mengarah pada Diki. Kim mulai memapah Diki untuk pergi dari hadapan Ivan.
"Awas aja loe, loe akan berurusan sama gue!" Gertak Ivan.
"Sorry ya kakak kelasku, gue gak akan takut sedikitpun sama loe!" Timpal Kim dan pergi dari sana bersama Diki.
*****
Kim mendudukan Diki didepan ruang tamunya. Sedangkan Kim pergi mencari kotak P3K untuk mengobati luka-luka yang Diki dapat dari Ivan tadi. Diki terus meringis kesakitan. Seluruh tubuhnya serasa remuk semua.
"Nih, obati sendiri. Bisa kan loe?" Ujar Kim sambil menyodorkan kotak P3K itu pada Diki.
"Kim."
"Apalagi?"
"Gue gak bisa ngobatin luka gue sendiri." Ungkap Diki.
Terdengar helaan napas malas yang keluar dari Kim. Kim kembali duduk dan membuka kotak P3K itu, dan mulai mengobati luka pada wajah Diki. Diki hanya bisa memperhatikan setiap kali Kim mulai mengobati lukanya. Gadis yang sangat Diki rindu kan, setiap saat. Ingin rasanya Diki menghentikan waktu agar dia bisa melihat lebih lama wajah Kim yang cantik itu.
"Kenapa tadi Ivan mukulin loe?" Kini Kim mulai membuka suaranya.
"Gue juga nggak tau. Tiba-tiba dia dateng mukul wajah gue." Jelas Diki, "terus loe kok tau kalo Ivan bakal dateng mukulin gue?" Tambahnya.
"Ando yang ngasih tau gue kalo Ivan bakal mukulin loe." Balas Kim sambil terus membereskan bekas kapas.
Hening sejenak. Tidak ada satu orangpun diantara mereka yang membuka suara. Hanya suara deru napas mereka berdua yang saling beradu di udara.
"Kim."
"Apa?" Balas Kim cuek.
"Kim tolong tatap gue sebentar." Ujar Diki sambil terus menatap Kim dari samping.
"Apa yang mau loe omongin lagi? Gue udah capek denger semua alasan loe yang basi itu."
"Gue cuma minta satu Kim dari loe. Hanya satu."
"Apa?"
"Beri satu kepercayaan loe kembali ke gue. Gue mohon." Lirih Diki namun terdengar jelas di telinga Kim.
"Buat apa? Gak guna juga gue ngasih loe satu kepercayaan lagi. Gue udah capek terus-terusan ngasih loe kepercayaan. Dan pada akhirnya juga bakal loe rusak juga. Gue terlalu baik sama loe karena terus-terusan ngasih loe kepercayaan gue, tapi maaf untuk kali ini gue nggak mau mengulangi hal yang sama pada orang yang sama." Jelas Kim dengan ekspresi kecewanya.
"Gue mohon Kim, gue mohon. Ini permintaan yang terakhir kalinya yang gue ajuin ke loe. Gue bakal jaga kepercayaan dari loe sebaik mungkin. Gue janji!"
"Apa jaminannya?"
"Jaminannya, kalo gue mengulangi kesalahan yang sama, gue bakal mundur dari OSIS dan pindah ke Singapore sama kedua orang tua gue." Ucap Diki dengan mata berkaca-kaca.
"Gue gak butuh jaminan seperti itu." Tim alam Kim.
"Lalu apa yang loe mau dari gue sebagai jaminannya? Gue bakal turuti apapun itu."
"Gue minta jaminannya berupa jasa."
"Maksudnya?"
"Gue mau loe terus ngikutin gue kalo lagi ada tugas sama Algi. Gue gak minta yang lain. Kalo loe gak mau ya gak apa-apa sih."
"Oke gue siap menerimanya."
"Oke, deal."
"Deal!"
Akhirnya mereka berbaik kan kembali. Namun, jika boleh jujur Kim tidak pernah ingin menerima permainan dari seorang Diki yang menurutnya terlalu banyak membuat kesalahan pada dirinya. Tapi apa boleh buat. Dia juga tidak mau menjalankan tugasnya hanya berdua dengan Algi yang sangat suka memerintah nya. Maka dari itu, ada gunanya juga dia memberikan satu kesempatan kembali pada Diki.
*****
Hai hai...
Maaf nih sekarang mah cuma bisa repost satu part aja...
Lagi sibuk buat pengibaran di kecamatan sih...wkwk...
Semoga enjoy yah sama setiap part nya...
Salam
enihnindi