Meskipun nyaris tidak pernah terjadi, tetapi seorang bangsawan pewaris yang belum menikah dapat membagi gelar dan wewenangnya pada Saudari perempuannya. Hanya saja, tidak seperti pewaris yang bisa berasal dari seorang selir atau anggota keluarga dari garis darah yang sama, wanita yang mendapat gelar yang sama sebagai pendamping, harus berasal dari bangsawan dan istri sahnya. Karena itu begitu aku dengan percaya diri mengakui mengetahui permintaan Duke Calverion yang baru suasana yang hening segera pecah.
"Putri Calverion, apa kau tahu arti pemberian gelar Duchess padamu?"
"Tentu saja Count. Aku akan memiliki wewenang yang sama dengan Kakakku. Dan aku bisa bertindak sebagai wakilnya selama ia fokus memenangkan perang untuk Balstar"
Aku tahu bukan itu jawaban yang mereka minta. Aku sengaja bertindak polos untuk mengetahui siapa saja yang akan terpengaruh dengan kata-kataku.
"Ah, benar. Tapi apa anda tahu bagaimana anda akan mendapatkan gelar itu?"
"Ya. Kakakku... ah bukan. Duke Calverion menjanjikan aku bisa menjadi Duchess. Itu akan menjadi permintaan pertamanya sebagai Duke maupun pahlawan perang sebagai ganti anugerah Kaisar"
Beberapa tawa pecah di antara para bangsawan. Tatapan-tatapan menghina mereka arahkan padaku. Count Aldes yang sebelumnya bertanya menutup mulutnya sementara beberapa bangsawan lain dengan jelas menunjukkan sikap meremehkanku
"Putri, kudengar anda jarang berkumpul dengan wanita-wanita bangsawan lainnya, jadi anda mungkin tidak terlalu familiar dengan aturan aristokrat"
"Oh, benarkah?" Aku menutup mulutku dengan dramatis lalu berbalik menatap Ayahku, "Ayah, apa kau tidak mengirimkan guru etiket terbaik untukku? Nyonya Phelps bahkan memujiku dengan pelajaranku dan selalu menceritakan rumor-rumor yang beredar di Ibukota. Apa mungkin dia melewatkan sesuatu?"
Meskipun Ayah diam tak menjawab aku bisa melihat kilatan ceria di matanya. Derrick juga terlihat berusaha keras menahan bibirnya agar tidak tersenyum lebar. Countess Phelps adalah wanita bangsawan yang pernah mendampingi mendiang Ratu. Meskipun kehilangan posisinya dalam istana, ia tetap dihormati para aristokrat. Ia masih sering menerima permintaan dari para bangsawan untuk menjadi guru etika ataupun penasehat para gadis-gadis muda tetapi ia tidak pernah sekalipun menerimanya. Kenyataan bahwa ia yang menjadi guru etika bagi Putri Calverion tentu saja mengejutkan para bangsawan.
"Putri Calverion, berhentilah bersikap naif" Seorang bangsawan dengan wajah merah mulai memarahiku.
"Putri Calverion, gelar Duchess bukan sesuatu yang bisa kau minta begitu saja sekalipun mantan Duke menyayangimu atau Kaisar menghargai jasa kakakmu"
"Gelar ini hanya bisa diberikan pada gadis-gadis dengan darah murni"
"Duke calverion, Kau bisa menyerahkan Duchy Calverion pada seseorang sebagai wakilmu selama kau bertugas di perbatasan"
"Mantan Duke, berani sekali kau mengusulkan hal seperti ini pada wanita berdarah kotor seperti itu"
Protes bahkan diarahkan pada Ayah dan Derrick. Mendengar protes mereka yang semakin menghina, wajah ayah dan Derrick secara bertahap menjadi merah.
"Tuan-tuan, aku yakin banyak dari kita yang ada disini juga memiliki darah tidak murni seperti diriku", beberapa bangsawan sontak terdiam dan memalingkan wajah mereka dengan malu "Dibandingkan denganku, Lady Calverion lebih berhak mewarisi gelar ini. Mengenai orang kepercayaanku, tentu saja aku lebih mempercayai adikku"
"Jika dia semurni yang kau katakan, berarti tidak ada masalah jika dia mengambil sumpah darah bukan?"
"Tentu saja"
Sontak ruangan pertemuan menjadi lebih berisik. Para bangsawan saling berbicara satu sama lain begitu mendengar kepercayaan diri Derrick.
"Tenanglah"
Begitu kaisar Alpha mengangkat suaranya, ruangan mendadak sunyi.
Tanpa sengaja pandanganku bersirobak dengan Pangeran Edgar yang menatapku lekat. Setelah pertemuan kami, tidak pernah ada utusan ataupun surat yang di kirimkan padaku. Pertunangan kami bahkan tidak di umumkan saat perayaan kedewasaannya tadi malam.
Hal ini mengundang pertanyaan mengenai kunjungan Viscount Bertino sebelumnya ke Mansion Calverion. Bahkan tindakan intim pangeran Edgar padaku saat jamuan tehnya menjadi bahan perbincangan yang hangat. Beberapa orang yang cukup berani membahas hal ini secara terang- terangan untuk menghina keluarga Duke Calverion.
Aku tidak peduli dengan semua itu. Justru akan menguntungkan bagiku karena pangeran Edgar ataupun Lionel Hovwell akan dipaksa menjauhiku yang memiliki reputasi buruk.
"Duke Calverion, kau ingin putri Calverion menjadi duchess mewakilimu, apakah itu yang kau minta ganti jabatan yang kujanjikan padamu?"
"Benar Yang mulia"
"Apa kau tahu, hanya keturunan dengan garis murni yang bisa mengklaim gelar yang sudah diwariskan?"
"Pelayanmu ini tahu Yang mulia"
"Apa kau siap menghadapi konsekuensi jika ia terbukti tidak murni?"
Derrick mengangkat kepalanya dan memandang Kaisar Alpha dengan percaya diri.
"Kami sedang menyiapkan adikku agar mampu berdiri sebagai penguasa atas tanah Calverion. Hanya itu yang perlu kami khawatirkan"
"Panggil pendeta virio masuk"
Seorang ksatria membuka salah satu pintu besar dan seorang pria berjubah putih masuk diiringi belasan anak-anak yang menjadi pelayan kuil. Masing-masing dari mereka membawa kotak-kotak kaca dan perlengkapan upacara lain lalu dengan cekatan mengatur altar di depan para bangsawan.
Melihat kehadiran pendeta kuil bumi dan sigapnya anak-anak menyiapkan altar upacara, para bangsawan tidak bisa tidak curiga bahwa semuanya sudah dipersiapkan.
Normalnya setelah permintaan sumpah darah diajukan ke kuil, pendeta baru akan mulai mempersiapkannya. Upacara juga biasanya akan dilakukan di kuil bumi yang dianggap netral dan bersih dari pengaruh-pengaruh jahat.
"Yang mulia, apa yang terjadi?"
"Bukankah kalian meminta sumpah darah?"
Para bangsawan saling berbisik gelisah.
"Itu benar Yang mulia. Tapi tidakkah hal ini terlalu terburu-buru?"
"Mantan Duke tidak tahan untuk segera kembali ke tanahnya. Duke Calverion juga bersikeras ingin segera kembali ke perbatasan. Yang tertinggal hanya lady Calverion. Bukankah kita harus melakukan sesuatu untuk mempertahankan suara Adipati di ibukota" dengan ringan kaisar Alpha berbicara.
"Duke Calverion bertanya jika aku bisa mengambil sumpahnya sebelum ia pergi. Kebetulan aku punya waktu dan ini hari yang baik. Istana kaisar adalah tempat yang juga disucikan oleh kuil bumi. Orang-orang yang bersumpah maupun para saksi sudah berkumpul. Jadi kenapa tidak kita lakukan saja?"
Pendeta Virio menyambung dengan suara ceria.
Dengan gelisah para bangsawan mengalihkan perhatian mereka pada Denis Calverion dan anak-anaknya yang berdiri dengan percaya diri. Bagaimana mungkin mereka yakin melakukan sumpah darah terhadap seorang wanita yang selama ini terkenal sebagai anak haram Duchess. Karena status inilah, tidak pernah ada tawaran pernikahan untuk Niesha Calverion. Tidak ada bangsawan yang berminat membangun politik pernikahan dengan seorang wanita yang tidak memiliki darah adipati yang berharga.
Segera setelah altar selesai di tata, pendeta Virio mulai melantunkan nyanyian aneh dengan bahasa yang tidak dimengerti. Aura mistis dan aneh memenuhi ruang tahta. Ia lalu membuka beberapa kotak kaca. Mengambil sebilah pena perak pendek dan meletakkannya di atas perkamen emas.
Tanpa ragu, Denis Calverion mengambil pena itu dan menuliskan namanya di atas perkamen disusul oleh Derrick. Segera warna merah mulai menutupi guratan nama mereka sehingga nama mereka menjadi terbaca. Pendeta Virio mengangkat perkamen itu untuk menunjukkan pada para saksi bahwa dengan munculnya tulisan nama itu membuktikan bahwa Derrick benar-benar merupakan putra mantan Duke. Pendar perak tampak mengelilingi nama Derrick yang berarti dia adalah anak dari seorang selir.
Pendeta Virio mengeluarkan perkamen baru. Ayah kembali menuliskan namanya sebelum menyerahkan pena yang sama ke tanganku. Saat itulah aku menyadari itu bukanlah pena biasa. Ribuan jarum halus menyelimuti seluruh pena sehingga bagian manapun yang akan ku pegang tidak bisa menghindariku dari tertusuk. Aku mengernyit kesakitan saat jarum-jarum itu mulai menusuk telapak tanganku. Menyerap setiap darah yang menetes seolah ingin meminumnya sampai habis. Terhuyung aku mendekati meja tempat perkamen diletakkan. Sambil mengernyitkan kening menahan sakit aku mulai menulis namaku dibawah tulisan nama Ayah.
Pendeta Virio mengambil perkamen yang kutinggalkan. Melihatnya sebentar dengan kening berkerut sebelum mengangkatnya untuk dilihat oleh bangsawan lain.