Chereads / Be a Princess / Chapter 11 - Labirin

Chapter 11 - Labirin

Beraksi. Aku memilih kata-kata yang keren. Tapi realitanya tidak sekeren itu. Lagi-lagi aku mual sepanjang jalan. Satu-satunya yang menghiburku adalah aku sudah menghapal jarak yang dibutuhkan untuk menoleransi mual ku sebelum tiba di istana. Ah, jika ini tidak berkaitan dengan masa depan leherku, rasanya aku ingin membatalkan perjalanan ini. Pulang ke Mansion dan mengurung diri dalam rumah hingga aku mati dengan bahagia sebagai seorang putri kaya dan terhormat.

'Ah, strategi bertahan hidup ini melelahkan'

"Putri, Yang mulia Pangeran Edgar masih memiliki beberapa pertemuan. Tolong tunggulah sebentar"

"Ku dengar Pangeran memiliki taman labirin yang indah. Bisakah aku menunggunya disana?"

"Tentu Putri. Yang mulia sudah mengintruksikan kami untuk melakukan perintah anda"

"Tidak, tidak. Ini bukan perintah. Aku ingin melihat taman yang banyak dipuji orang"

Pelayan itu menuntunku ke sebuah taman berdinding pagar tanaman yang tingginya melebihi kepalaku. Beberapa kuntum bunga seperti mawar menyembul keluar dari taman yang terjalin rapat.

"Aku akan masuk sendiri"

"Anda tidak bisa Putri. Meskipun labirinnya tidak rumit, karena ini kali pertama anda, saya khawatir anda akan tersesat di dalamnya"

"Maka kau akan membantuku dalam setengah jam jika aku tidak keluar."

Ayolah, dimana kesenangannya jika aku harus dibantu orang lain. Selain itu, dalam cerita, labirin ini yang akan menyelamatkan Lady Niesha selama beberapa hari karena ia bersembunyi disitu tetapi juga menjadi tempat ia tewas setelah ditangkap karena tidak bisa menemukan jalan keluar. Ironis memang. 

Saat membaca bukunya aku sempat tertawa dengan plot ceritanya. Tapi sejak aku memiliki kemungkinan memiliki kisah tragis yang sama, aku sudah melakukan banyak hal untuk menjauhkan aku dari segala hal yang mungkin membuatku memiliki akhir  yang konyol. Salah satunya dengan kemungkinan tersesat dalam labirin.

Dan aku terlalu sombong untuk menyadari, cara pikir modern yang kuterapkan sama sekali tidak membantu. Sepertinya aku hanya berputar-putar di jalan yang sama dan belum pernah mencapai pusat taman yang di gambarkan dengan indah dalam cerita. Aku yakin ada pola tertentu untuk menemukan jalannya.

"Halo..."

"..."

Dibelakangku berdiri seorang pemuda tampan yang tersenyum menatapku. Ku pikir rambutnya pirang, tetapi saat ia mendekat, kilau rambutnya sedikit lebih gelap. Matanya berwarna kuning keemasan nyaris sulit dilihat karena caranya menatap begitu sayu dan semakin kecil saat ia tersenyum lebar.

"Apakah kau tersesat?" Ia bertanya lagi karena aku tidak membalas sapaan sebelumnya.

"Ah, iya. Aku sedang mencoba memecahkan rahasia labirin ini, tapi malah tersesat" aku tersenyum malu.

"Mau ku bantu? Anda ingin keluar atau masuk?"

"Bisakah anda memberi tahu saya rahasianya Tuan?"

"Tidak"

Aku bisa merasakan pipiku menghangat mendengar penolakannya yang langsung dan tanpa keraguan sedikitpun.

"Aku tidak bisa memberitahu anda karena aku tidak akan punya alasan lagi kali berikutnya bertemu anda"

"..."

"Ka... kalau begitu tolong antarkan aku keluar"

Disini tidak ada arloji. Penunjuk waktu biasanya menggunakan sebuah alat yang digerakkan oleh batu Mana dan seorang wanita jarang membawanya bersama-sama. Jadi aku tidak tahu seberapa lama aku sudah tersesat. Jika merujuk permintaanku pada pelayan Pangeran Edgar sebelumnya, berarti aku belum menghabiskan waktu setengah jam. Tapi akan tidak nyaman jika harus bersama dengan pemuda ini sendirian. Dari caranya berbicara aku yakin dia cukup ahli menangani wanita.

"Apakah anda datang untuk menemui Pangeran Edgar?"

"Iya Tuan"

'Siapa sih orang ini?'

"Bagaimana kalau aku menemani anda hingga ke pusat taman. Disana ada tempat yang nyaman untuk duduk. Anda bisa menunggu Pangeran Edgar disana"

"Sebaiknya aku keluar saja. Tidak sopan jika aku membiarkannya menunggu"

Aku sedikit membungkuk untuk memberi salam padanya. Perasaanku mengatakan aku tidak boleh berada di dekatnya.

"Wah, sayang sekali, padahal kesenangannya baru akan dimulai"

Ia mendekatiku sambil tersenyum manis.

Serius. Ini mulai membuatku takut. Apa mungkin aku memicu kematianku lebih cepat.

Dengan gugup aku mengambil satu langkah mundur setiap kali dia melangkah maju.

"Apa yang kalian lakukan?"

Aku tidak menyukai Pangeran Edgar hanya karena ia membuatku melakukan hal-hal yang tidak ku inginkan. Tapi kali ini aku tidak bisa tidak bahagia mendengar suaranya yang muncul di belakang pria ini. 

"Ah, Kau disini"

"Aku tanya apa yang kalian lakukan"

"A...aku..."

Tanpa sadar aku mulai tergagap. Rasanya seperti anak kecil yang ketahuan mencuri dompet ibunya. Seperti wanita yang ketahuan selingkuh oleh kekasihnya.

"Lady Niesha tersesat disini. Katanya dia akan menemui mu jadi aku bermaksud mengantarnya keluar"

'Dia tahu siapa aku? dan dia menyebut Pangeran Edgar dengan santai? tidak tunggu, apakah aku sudah menyapa Pangeran ini tadi?'

Tiba-tiba aku menjadi pusing sendiri.

"Bukankah Kalia sudah memberitahumu jika Lady Niesha meminta waktu setengah jam sebelum ia disusul"

"Mungkin aku melewatkan bagian itu. Aku hanya terlalu senang untuk melihat tunanganmu, Adik"

'Adik? Adik!'

Begitu aku mendengar kata-kata terakhirnya aku hanya bisa menunduk terkejut.

"Maaf atas ketidak sopananku yang tidak mengenali anda Pangeran Freddie. Salam pada bintang kekaisaran", lalu berbalik "Maaf karena tidak menyapa anda Pange... Ack"

Sebelum aku menyelesaikan kata-kataku, Edgar menarik lenganku sehingga aku berdiri lebih dekat padanya.

"Kau tidak perlu menunduk padaku"

"Sebentar lagi kita juga akan menjadi satu keluarga. Anda juga tidak perlu bersikap formal didepanku jika tidak ada anggota kerajaan lain"

"Dia hanya boleh bersikap santai padaku, Kakak. Anda adalah Pangeran pertama Balstar. Bersikap tidak sopan pada anda hanya akan membawa dia pada masalah"

'Apa hanya aku yang merasa berdiri di dekat mereka saat ini seperti sedang berdiri didekat api sementara punggungmu di bekukan oleh aura dingin'

"Kau melebih-lebihkannya, Adik. Kurasa bantuanku sudah tidak diperlukan lagi. Senang bertem dengan Anda Putri. Aku harap kita bisa bertemu dan mengobrol dengan santai lagi"

Pangeran Freddie mengulurkan tangannya padaku. Dalam etika, seharusnya aku membalas uluran tangannya sehingga ia dapat mencium punggung tanganku dengan maksud penghormatan tapi Pangeran Edgar masih menggenggam lenganku sehingga yang bisa kulakukan hanya menekuk kakiku dan membalas salamnya dengan sedikit membungkuk.

_ Edgar _

"Yang Mulia, Putri Niesha Calverion ada disini"

"Biarkan dia menunggu"

"Baik, Yang mulia"

"Dan kerjakan apapun yang dia inginkan"

"Baik Yang mulia"

Dengan lembut pelayan mengundurkan diri. Edgar masih berdiri di depan jendelanya mengamati gerbang tempat Niesha Calverion sebelumnya turun. Ia perlu menenangkan dirinya sebelum menemui gadis itu.

"Mau kemana dia?" Edgar bergumam saat sosok Niesha kembali terlihat ditemani pelayannya yang sebelumnya menemuinya. Jean, Sekretaris sekaligus temannya yang sebelumnya berdiri di dekat meja kerjanya ikut mendekati jendela dan mengikuti arah pandang Edgar.

"Kenapa dia masuk kesana sendirian?" lagi-lagi ia bertanya.

"Aku rasa dia ingin mencoba taman labirin anda Yang mulia. Sebelumnya tidak ada wanita bangsawan yang mau memasukinya sendirian"

Edgar tertawa.

"Ayo lihat apakah dia berhasil" katanya riang.

Dengan seksama ia mengamati berkas-berkas rambut hitam Niesha yang terlihat saat ia menyusuri lorong-lorong itu. Ia tertawa saat melihat warna hitam rambut Niesha hanya berputar-putar di tempat yang sama. Meski ia tidak dapat melihat ekspresi gadis itu, Edgar yakin Niesha sedang bingung sekarang.

"Haruskah kita menyuruh Kalia membantunya, Yang mulia?"

"Tidak. Tunggu dulu. Biarkan saja. Bukankah dia meminta waktu setengah jam"

Senyum Edgar tidak bertahan lama saat ia melihat rombongan lain mendekati taman Labirin. Salah seorang diantaranya memisahkan diri dan memasuki labirin. Tidak butuh waktu lama hingga berkas rambut coklat gelap itu mendekati lokasi terakhir ia melihat Niesha.

"Terlalu dekat" gumamnya pelan.

"Maaf Yang mulia?"

Edgar tidak menjawab tetapi bergegas keluar dari ruang kerjanya.