Chereads / BOUND BY PROMISE / Chapter 30 - LOGIKA ATAU PERASAAN

Chapter 30 - LOGIKA ATAU PERASAAN

Pusing mulai terasa saat Rain merasa semua yang berada di sekitarnya mulai berputar. Gadis itu masih bisa melihat sesuatu yang tidak bisa dilihat dengan jelas karena semua terasa bercabang, sampai ia mendengar sebuah suara langkah kaki yang mendekat dan pintu pun terbuka. Di saat itulah dirinya mulai kehilangan kesadaran dengan kedua matanya yang samar-samar melihat dua orang yang berdiri di dekatnya.

"Siapa dia, Bos?" tanya pria itu. "Lumayan juga, nih, anak. Gimana kalau kita pakai aja malam ini?"

Plak!

Sebuah tamparan yang cukup keras baru saja mendarat pada salah satu pipinya yang menjadikannya langsung terdiam dengan bibir yang terkatup rapat.

"Sembarangan kalau ngomong, dasar otak mesum! Coba lo lihat, ini anak kayanya dari keluarga tajir, daripada kita pake, mending kita minta duit aja ke keluarganya. Kan lumayan tuh duitnya, bisa kita pake buat yang lain."

Seseorang tersebut yang mendengarnya pun langsung mengangguk setuju dengan semringah. "Iya juga, ya, Bos. Memang cuma Bos, deh, yang terbaik!"

"Halah, baru juga gitu doang," ujar pria itu dengan kesalnya. "Bukan gue yang terbaik, tapi lo-nya aja punya otak tapi nggak pernah dipake!"

Setelah mengatakan itu pria tersebut langsung menatap tajam ke arah anak buahnya yang saat ini sedang diam sembari menundukkan kepala. Kemudian menghela nafas sebelum akhirnya menggelengkan kepala dan kembali memandang seorang gadis yang sepertinya pingsan.

"M-maaf, Bos. Terus kita harus gimana sama anak gadis ini, Bos?"

Cukup lama pria itu memandang Rain yang saat ini sedang tertidur tidak sadarkan diri hingga akhirnya berkata, "Kita harus ikat dia, agar saat sadar, dia nggak bisa pergi kemana pun."

"Yakin Bos?" tanya anak buahnya itu sekali lagi. "Apa kita bawa dia ke markas kita?"

"Yakin, apa lagi yang mau kita tunggu?! Kita nggak usah bawa gadis itu ke markas kita, biarin aja dia di sini sampai ada keluarganya yang datang bawa uangnya, mengerti?"

"B-baik Bos," sahutnya kepada pria yang merupakan Bosnya itu. "Kita akan ikat dia di mana?"

Pria tersebut yang mendengarnya pun langsung menatap sekeliling dengan kedua alis yang terangkat sebelum akhirnya pandangannya jatuh kepada sebuah kursi yang masih bisa digunakan.

Senyum smirk pun terbit begitu saja dari wajahnya setelah mengetahui bahwa apa yang diinginkannya akan segera didapatkan.

"Di sana," ujarnya dengan satu tangannya yang menunjuk sebuah kursi. "Ikat anak gadis ini disana, dan pastikan nggak ada orang lain yang masuk ke tempat ini."

"B-baik Bos," sahutnya yang kini mulai berjalan mendekati Rain yang tidak sadarkan diri. Kemudian mengangkatnya sehingga gadis itu saat ini terduduk disebuah kursi seperti yang diperintahkan oleh pria itu.

Di sisi lain saat ini Vano sedang berada dalam kegelisahan yang begitu luar biasa lantaran laki-laki itu yang masih butuh waktu 20 menit lagi untuk segera sampai di tempat tersebut.

"Kamu masih di sana 'kan, Rain?" gumamnya dengan perasaan khawatir. "Tunggu aku, sebentar lagi sampai di sana."

Bahkan panggilan masuk yang sedari tadi membuat ponselnya terus saja menyala karena berdering tidak membuat laki-laki itu mau mengangkatnya karena yang ada dalam pikirannya saat ini hanyalah seorang gadis yang entah sedang apa saat ini dan tidak tahu bagaimana kondisinya di sana.

Karena merasa terganggu pada akhirnya Vano pun memutuskan untuk mematikan ponselnya dan lebih terfokus pada kemudinya agar segera sampai di tempat tujuan. Tidak peduli dengan apa yang akan terjadi setelah dirinya kembali ke Rumah, karena ia yang begitu sangat merasa takut terjadi sesuatu kepada Rain, kekasihnya sendiri.

Dibalik hujan yang begitu derasnya itu, akhirnya Vano pun telah sampai di tempat ketika tadi bersama Rain. Laki-laki itu berteriak berlari ke sana dan kemari mencari seseorang yang begitu diharapkannya masih berada di sekitar sini hingga akhirnya ia pun hanya menemukan jejak kaki yang membuat dirinya langsung terdiam mematung di tempatnya.

"RAIN, AKU DATANG! KAMU DIMANA?!" teriak Vano dengan kedua matanya yang terus memandang sekitar. "RAINA, KAMU DIMANA?!"

Kepalanya langsung menggeleng dengan kedua tangan yang mengepal serta seluruh tubuh yang bergetar hebat. "Nggak, ini nggak mungkin dia. Rain nggak mungkin senekad itu untuk ngelakuin hal ini, nggak, nggak mungkin!"

Tanpa sadar air mata Vano mulai keluar begitu saja membasahi kedua pipinya dan kini laki-laki tersebut sedang mencoba untuk mencari sebuah petunjuk yang mungkin bisa membantu menemukan gadisnya tersebut.

"Kamu dimana, Rain?" tanyanya dengan suara yang bergetar. "Aku udah datang ke sini untuk jemput kamu, tapi kamu ke mana?"

Vano terus saja mencari hingga laki-laki itu tidak sadar bahwa jam sudah menunjukkan pukul 22.00 malam. Dan ia masih saja tidak berhenti mencari kekasihnya itu entah sampai kapan.

Sementara itu ada orang lain yang sedari tadi diam dari dalam mobil memerhatikannya dengan wajah yang datar serta kedua tangan yang mencengkram kuat stir kemudi. Ia tersenyum smirk setelah mengetahui bahwa dirinya berhasil menemukan sebuah bukti untuk menjadikan Vano pelajaran.

"Jangan sampai lo lolos dari pantauan gue," gumam seseorang dengan kedua mata yang memincing. "Dari awal gue udah curiga kalau sebenarnya ini semua adalah perbuatan lo, tapi sayangnya lo nggak pernah mau ngakuin hal itu!"

Malam ini di tempat yang sepi seperti ini, Vano sedang diawasi oleh seseorang yang tanpa sadar akan membuatnya terjatuh ke dalam sebuah jebakan dari perbuatannya sendiri. Orang tersebut hanya ingin membuktikan betapa berengseknya seorang Vano yang merupakan kekasih Rain, gadis cantik dan pintar di Sekolahnya.

"Besok gue ada kejutan buat lo, Van. Jadi tunggu aja kejutan dari gue," lanjutnya lagi sebelum akhirnya berlalu pergi dari tempat tersebut dengan senyum penuh kemenangan.

Vano yang merasa bahwa ada orang lain selain dirinya di tempat ini pun langsung menolehkan kepalanya ke belakang, kemudian ia kembali berlari menuju ke dekat mobil dimana tadi laki-laki itu berhenti.

Dengan perasaan campur aduk ia menatap sekitar yang ternyata tidak ada siapapun selain dirinya seorang di tempat ini. Hanya saja, entah kenapa laki-laki itu merasa bahwa tadi ada seseorang yang berada di sini.

Keningnya seketika berkerut karena harus berperang dengan pemikirannya saat ini, antara perasaan dan logikanya. Jika memang ini hanya perasaannya saja, Vano akan merasa sangat berterima kasih karena tidak ada orang lain yang akan mengetahui keberadaannya di sini malam-malam begini, tetapi jika logikanya benar, maka itu artinya ...

"Penguntit?!"

Kedua tangannya langsung mengepal kuat dengan kedua mata yang membelalak serta jantung yang berdetak begitu cepat dari biasanya. Malam ini, di tempat yang sepi ini, seseorang telah menguntitnya untuk tujuan lain sehingga mungkin saja Vano akan berada dalam situasi yang sulit.