Chereads / BOUND BY PROMISE / Chapter 36 - PERINGATAN UNTUK VANO

Chapter 36 - PERINGATAN UNTUK VANO

Samuel berjalan sedikit cepat menghampiri Rai yang sudah berada di depan matanya tersebut. Laki-laki itu pun mulai menepuk pundak sahabatnya dan berkata, "Rai, lo kok jalannya cepet banget, sih?! Capek tau," ujarnya.

Mendengar itu membuat Rai langsung menghentikan langkahnya, kemudian menoleh ke arah belakang dimana seseorang tersebut berada.

"Siapa suruh lo ngikutin gue ke sini?!" ketus Rai dengan wajah datarnya. "Lagian ngapain ngikut gue, sih? Kenapa lo nggak balik aja nunggu di mobil?"

Setelahnya Samuel pun langsung berdecak sebelum akhirnya laki-laki itu berkata, "Lo ketus banget, sih. Lagian, ya, gue tuh peduli sama lo, jangan mentang-mentang lo lagi kesel sama si Denis, terus gue jadi lo keselin juga, nggak bisa gitu dong?!"

"Hm, ya udah diem," ujar Rai dengan wajah datarnya. "Gue masih belum bisa biarin Rain dibawa sama preman-preman itu pergi gitu aja."

"Rain udah ditemuin," ungkap Samuel yang saat ini sedang memandang sahabatnya yang terlihat kelelahan dan sedikit pucat. "Mungkin dia udah di mobil sekarang."

Deg.

Rai yang mendengarnya pun langsung terdiam mematung di tempatnya sebelum akhirnya laki-laki tersebut menoleh ke arah samping dimana Samuel berada.

"Maksud lo apa?" tanya Rai dengan tatapan tidak sukanya itu. "Maksud lo apa ngomong kaya gitu, hah? Nggak usah bercanda, deh, lo!"

"Lo pikir gue bercanda?" Bukannya menjawab, Samuel justru balik bertanya yang membuat seseorang yang berada di hadapannya itu sedikit kebingungan. "Liat muka gue, apa keliatan bercanda?"

Seseorang yang berada di hadapannya itu pun langsung menghela nafas, tatapannya masih memandang ke arah Samuel seolah sedang memastikannya.

"Lo serius?" tanya Rai dengan tatapan sendunya. "Jangan bercanda, ya, El. Gue sebenarnya udah capek, tapi gue pengen Rain cepet ditemuin."

Setelahnya sebuah tepukan dipundaknya pun mendarat dengan sempurna, kemudian Samuel pun menghela nafas dan berkata, "Makanya itu, gue peduli sama lo, Rai. Gue sama sekali nggak ada niat untuk bercandain lo, tadi bokapnya Denis sendiri yang kasih tau kalau Rain udah ditemuin dan pasti sekarang dia udah di mobil.

"Ya udah, kalau gitu ayo kita ke mobil sekarang!" ujar Rai dengan semangatnya. "Gue pengen liat kondisi dia, El."

"Ayo!"

Mereka pun bergegas kembali menuju ke tempat pemberhentian tadi sebelum mencari Rain, hingga dimana salah satu di antara mereka pun mendengar suara keributan dan melihat seseorang yang sudah tidak asing baginya itu berada di depan sana.

"El, lo serius 'kan, nggak bercandain gue?" tanya Rai memastikannya.

Samuel berdecak dengan satu tangannya yang mengusap dadanya. "Iya, gue serius, kok, liat aja sama lo sendiri nanti."

"Oke, awas, ya, lo kalau sampe ketauan lo bercandain gue," ujar Rai dengan satu tangannya yang menunjuk wajah Samuel tepat di hadapannya.

"NGGAK USAH SOK NGATUR LO, ANJING! GUE PACARNYA DIA BANGSAT!"

Rai yang mendengarnya pun langsung menolehkan kepalanya ke arah sumber suara, kedua matanya membelalak melihat sepertinya telah terjadi keributan di depan sana, akan tetapi ada sesuatu yang menarik perhatiannya sehingga membuat laki-laki tersebut saat ini langsung memincingkan kedua matanya.

"Itu bukannya si Vano?" tanyanya dengan kening yang berkerut. "Ngapain dia ada di sini? Lo yang kasih tau dia?"

Samuel langsung menggelengkan kepala dengan kedua alis yang terangkat. "Enggak, bukan gue, kok. Gue juga kaget, kok, dia bisa ada di sini, ya? Tau dari mana?"

Mengetahui hal tersebut membuat Rai langsung berlari lebih dahulu ke depan sana meninggalkan Samuel yang saat ini merasa takut bahwa sepertinya laki-laki itu akan bertengkar dengan Vano.

Kemudian laki-laki itu mencari keberadaan Denis yang juga sepertinya sedang merasa khawatir dengan yang pemandangan yang ada di hadapannya.

"Nis, kok, dia bisa ada di sini?" tanya Samuel.

"Gue juga nggak tau, El," ujar Denis dengan frustasi. "Gue pikir lo atau Rai yang emang nyuruh dia untuk ke sini."

Samuel yang mendengarnya pun langsung menggelengkan kepala sebelum akhirnya laki-laki tersebut kembali memandang lurus ke depan dimana dua orang itu sedang berhadapan.

"VANO ANJING, NGAPAIN LO DI SINI, HAH?!" teriak Rai dari belakang sana. Kemudian pandangannya beralih kepada seorang gadis yang berada di dalam mobil membuat laki-laki itu langsung kembali menatap seseorang yang berada di hadapannya dengan tajam. "JANGAN PERNAH SENTUH RAIN SEDIKIT PUN, PAHAM LO?!"

Vano menatap tajam seseorang yang berada di hadapannya dan berkata, "GUE BERHAK! LO YANG NGGAK BERHAK, KARENA LO ITU CUMA SAHABATNYA!"

Denis yang mendengarnya pun langsung menggelengkan kepala. "Heh, Vano, nggak usah teriak-teriak anjing!"

"Nggak usah ikut campur lo," ujar Vano dengan wajah datarnya. "Ini urusan gue sama dia, ya."

"Bacot lo, anjing!" ketus Rai yang langsung memukul seseorang yang berada di hadapannya tersebut.

Vano yang tidak siap menerima pukulan dari laki-laki yang berada di hadapannya itu pun langsung terjatuh ke aspal dengan rahang yang terasa linu.

"Apa lo?" ujar Rai dengan dagu yang dinaikan ke atas. "Lo nggak pernah tau 'kan gimana sakitnya dia selama ini hanya karena gara-gara cowok bajingan kaya lo?!"

"Tau apa lo tentang gue, nggak usah ikut campur sama hubungan gue dan Rain."

Rai yang mendengarnya pun langsung berdecih sebelum akhirnya berkata, "Gue nggak akan ikut campur kalau lo nggak selalu bikin dia nangis terus-terusan, lo udah banyak nyakitin dia, gimana bisa gue diem aja dan nggak ikut campur sama hubungan lo, hah?! Inget, kalau gue liat Rain nangis sekali lagi, gue nggak akan segan-segan untuk rebut dia dari lo, ngerti?"

Tidak terima dengan apa yang baru saja didengarnya itu, kini Vano mulai kembali mengepalkan kedua tangannya sembari matanya memandang tajam seseorang yang berada di hadapannya saat ini.

"Gue pacarnya dia, dan lo cuma sahabatnya dari kecil!" ujar Vano dengan penuh penekanan. "Jadi yang lebih berhak untuk ada di sisi dia itu cuma gue, bukan lo, Rai!"

Rai langsung melipat kedua tangannya di dada, kemudian memalingkan wajahnya ke arah lain sejenak sebelum akhirnya kembali memandang seseorang yang berada di hadapannya saat ini.

"Apa lo bilang?" ujarnya dengan tersenyum smirk. "Lo yang lebih berhak buat dia? Oh, ya?"

Rai kembali memberikan tatapan meremehkan kepada Vano dengan cara memandang laki-laki itu dari atas sampai bawah dengan mengulum senyumnya, sedangkan Vano yang melihatnya pun langsung mengerutkan kening sebelum akhirnya menyadari bahwa ia saat ini sedang mengenakan pakaian tidur dengan motif gambar spiderman.

"APA LO?!" ketus Vano dengan kesal.

"Sekarang gue tanya sama lo," ujar Rai dengan ekspresi yang mendadak serius kali ini. "Kenapa lo bisa ada di sini? Bukannya lo sendiri nggak tau dimana keberadaan pacar lo sendiri, tapi kenapa bisa lo tiba-tiba di sini? Apalagi lo pake pakaian tidur kaya gini."

Deg.

Jantung Vano kembali berpacu begitu cepat dengan kening yang berkerut setelah mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh seseorang yang berada di hadapannya saat ini. Kelemahan laki-laki itu adalah tidak bisa menyembunyikan ketakutannya, maka dari itu Rai yang sudah mengetahui jawabannya pun hanya bisa diam dengan kekesalannya yang begitu luar biasa terhadap kekasih dari sahabatnya tersebut.

"Apa jangan-jangan lo sebenarnya ..." Kening Rai memincing memandang seseorang yang berada di hadapannya itu dengan sinis. "penyebab Rain jadi kaya gini?"

"BUKAN GUE!"